Dendrologi adalah ilmu tentang pohon. Bila digabungkan dengan etnologi kita bisa melihat betapa kaya dunia pohon Indonesia. Dendro-etnologi menunjukkan peranan pohon dalam berbagai etnis, budaya, adat istiadat, agama, dan bangsa. Hasilnya adalah informasi mengenai pohon bertuah, pohon sakral, pohon nasional, pohon berkhasiat secara fisik, maupun metafisik yang lebih dari sekadar dendro-ekonomi, perniagaan berbasis pohon.
Contoh paling nyata adalah pohon sakura bagi Jepang, maple bagi Kanada, cedar bagi Lebanon, dan nyiur bagi Indonesia. Tugas kita adalah selalu mengingatkan betapa penting peran pohon bagi manusia, untuk kesejahteraan negara dan kemakmuran masyarakat. Kelapa–pohon serbaguna itu, secara konsisten dijunjung tinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebagai Bumi Nyiur Melambai.
Pohon penanda
Tidak berlebihan, berbagai jenis palem ikut membangun ekonomi, politik, dan kebudayaan masyarakat. Nusa Tenggara Timur hidup beratus-ratus tahun berkat pohon siwalan Borasus flabelifer yang dikenal menjadi desertasi James Fox berjudul “The Lontar Economy”.
Sekarang kita melihat pohon-pohon langka ditanam sebagai gengsi maupun sekadar pertanda. Keluarga Kawanua lebih dikenali melalui pohon gedi yang penting untuk membuat tinutuan alias bubur manado.
Oleh karena itu selalu boleh diduga, yang di depan rumahnya menanam pohon Abelmoschus manihot mungkin dari suku itu. Pohon kepel, gayam, dan sawo kecik disukai orang Yogyakarta atau Surakarta. Secara tradisional sawo kecik Manilkara kauki pernah menjadi pertanda pengikut Pangeran Diponegoro. Pinang merah pohon keberuntungan warga Jambi, pohon jeumpa lambang kemegahan Aceh, bahkan ada lagunya.
Yang penting juga, rumah keluarga Aceh–sering ditunjukkan dengan menanam salam koja, alias temuru atau pohon kari Murraya koenigii. Maklum, daunnya paling cocok untuk bumbu masak. Aromanya sedap sekali. Tradisi menanam rempah di pekarangan memang merata di seluruh Nusantara. Ada belimbing wuluh, cengkih, pala, salam, jeruk purut, sirsak, atau mengkudu.
Selain yang sangat lokal, ada juga yang bersifat internasional seperti pohon kurma Phoenix dactylifera, pohon bodhi Ficus religiosa, nagasariMesua ferea yang mulai berseri-seri di sejumlah permukiman mewah. Di sinilah diperlukan penjelasan dendrologi sebagai kekayaan kultural, yang memberi alasan, mengapa kita perlu menanam pohon-pohon eksotis itu.
Pohon sulastri
Di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, ada pohon sulastri yang besar, dengan bangku cukup untuk dua orang di bawahnya. Calophyllum soulatri adalah nama ilmiah dari pohon slatri, sletri, atau bintangur bunut. Secara fisik, tinggi pohon ini bisa mencapai 30 meter, dengan diameter 50 cm, dan berbunga harum. Dalam dunia metafisika kayu sulastri dianggap membawa kebahagiaan atau pengasihan.
Pohon sulastri dipercaya memiliki karakter meredam dan mendinginkan suasana dalam rumah tangga. Daunnya diyakini dapat merukunkan suami istri. Kayunya diukir sebagai cendera-mata, benda-benda rohani, aksesori pakaian, barang seni, hiasan. Namun, yang lebih penting adalah pohonnya, semasa masih hidup. Batangnya dikenal empuk, mudah ditumbuhi lumut dan menjadi habitat fauna maupun flora lain.
Pada abad yang lalu, Sri Susuhunan Paku Buwono X suka mempromosikan sulastri sebagai pohon yang membawa kemesraan. Salah satu petilasannya adalah permandian Langenharjo di Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, yang dilingkungi pohon sulastri. Kalau ada suami-istri yang bertengkar, diperintahkan duduk di bawah pohon sulastri dan bicara baik-baik. Dijamin pasangan akan segera rukun dan mesra kembali. Konsep itu dibangun dan diterapkan di Kebun Binatang Ragunan, yang memang kaya berbagai jenis pohon langka.
Sekarang kayu sulastri sudah menjadi komoditas eksotis. Penjualannya cukup marak di internet. Pemasoknya muncul dari berbagai daerah, termasuk Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. “Daun Sulastri biasa dipergunakan untuk obat penyakit rematik, sedang kulit kayunya banyak dimanfaatkan untuk campuran jamu penguat badan.” Demikian tertera dalam sebuah iklan.
Pembibitan pohon yang juga dikenal bernama bintangur itu juga marak, termasuk di kompleks perumahan baru, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bibitnya bahkan dibagikan untuk kampanye cinta pohon. Mulai 27 Februari 2016 pohon sulastri dan palem kubis (gebang) diluncurkan sebagai spesies kebanggaan untuk kawasan pariwisata Tanjunglesung, Provinsi Banten. Itu menggembirakan dan memberi semangat pada berbagai daerah untuk menonjolkan pohon istimewa masing-masing.
Legenda
Ketika Purwokerto, Jawa Tengah, dijadikan kota administratif, pejabat walikota, Bambang Hartono, berpikir akan dapat mengangkat pamor kota itu dengan menanam pohon-pohon nagasari Mesua ferea yang bibitnya dari Gunung Merapi. Provinsi Bali terkenal dengan identitasnya: pohon majegau Dysoxylum densiflorum. Kita tahu pohon nagasari terkenal sejak abad keempat dalam kitab Ramayana. Disebutkan Hanuman mengintai Dewi Sinta dari atas pohon nagasari.
Pohon sulastri juga punya legenda tersendiri. Cerita pewayangan Mahabarata menyebut pohon sulastri dan burung kepodang mengajar Palgunadi, untuk menjadi satria yang setia. Pohon memberi teladan, menjadi sumber ilmu, dan inspirasi. Bagi penyayang Sidharta Gautama, pohon bodhi Ficus religiosa melambangkan pohon pencerahan. Adapun pohon willow Salix babylonica atau janda merana membantu manusia bermeditasi dengan alunan lembut ditiup angin.
Semua orang bisa memilih pohon kesukaannya. Beberapa suku bangsa bahkan percaya sebagai anak-cucu yang lahir dari pohon. Masyarakat Tau Taa Wana di Sulawesi Tengah adalah satu di antara banyak suku bangsa pribumi Indonesia yang sangat menghormati pohon sebagai leluhurnya. Suku Mentawai mempercayai pohon durian sebagai tanda cinta abadi, yang dijadikan mahar atau maskawin untuk pernikahan.
Secara ilmiah bisa dijelaskan bahwa setiap pohon mempunyai karakter, fungsi, dan membawa dampak ekologis yang berbeda-beda. Ada jenis pohon yang sebaiknya dihindari karena getahnya, duri, bulu daun, dan mengeluarkan gas berbahaya. Namun, lebih banyak pohon yang perlu didekati, lebih disayangi karena membawa kegembiraan, seperti pohon sulastri. Jangan heran kalau mendengar orang menyimpan daun dan rantingnya. Apalagi kalau memanfaatkan kayunya sebagai gelang, cincin, tasbih, salib, dan aksesori lain.
Legenda dan mitologi pohon memberi nilai tambah kultural maupun ekonomi. Hal ini menjelaskan, mengapa sebatang pohon jati tua di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, bisa laku Rp1-miliar. Dalam bentuk bonsai, pohon-pohon langka bisa mencapai Rp300-juta sebatang. Seorang pakar bonsai, Ir Budi Sulistyo mencatat, rekor penjualan bonsai dunia mencapai US$6- juta atau Rp78-miliar. Itu terjadi di Vietnam sekitar 5 tahun silam. Dalam acara lelang bonsai tahunan di Takamatsu, Jepang, satu pot yang bagus dibanderol Rp1,3-miliar.
Pasar penjualan pohon-pohon pusaka heritage trees di Indonesia pernah mengalami kejayaan menjelang reformasi pada 1998. Saat itu pohon jambu Syzygium samaranganse yang langka laku Rp2-miliar. Sebatang kamboja putih Plumeria alba dihargai dua mobil kijang inova untuk ditanam di sebuah kantor di Jakarta Selatan. Pada masa itu, tanaman hias seperti anthurium gelombang cinta bisa mencapai Rp30-an juta dalam satu pot ukuran sedang.
Sekarang yang paling banyak diminati adalah pohon kurma, kamboja kuning Plumeria retusa, dan pohon pulai Alstonia scholaris yang diperlukan untuk taman. Pemuliaan pohon-pohon itu mendukung upaya konservasi dan perniagaan pohon eksotis di Indonesia. Itu sebabnya kita makin sering melihat pohon sulastri, dewandaru, mentawa, gaharu, dan nagasari ditanam di perumahan yang asri dan ramah lingkungan. ***
*) Budayawan, kolumnis majalah Trubus sejak 2001, pengurus Tirto Utomo Foundation dan Mitra Utama Senior Living @ D’Khayangan.