Pakan dan air menjadi kunci untuk menghasilkan arwana superred berkualitas.
Trubus — Tiga arwana berukuran 10—12 cm itu berenang teratur mengikuti arah jarum jam di sebuah baskom transparan. Penangkar di Bekasi Barat, Provinsi Jawa Barat, Sriyadi, meletakkan arwana berumur 30 hari itu di sebuah baskom atau mangkuk besar berdiameter 40 cm dan berkedalaman 7 cm. Di sebuah akuarium 100 cm x 120 cm terdiri atas 2 baskom atau total 6 anakan arwana.
Sriyadi memisahkan bibit arwana di baskom untuk menyelamatkan ikan hias itu, ”Fungsi mangkuk itu supaya telur yang masih menempel di perut arwana tidak pecah atau infeksi,” ujar Sriyadi. Ia menggunakan teknik mangkuk karena sebelumnya beberapa telur atau cadangan pakan pada bibit arwana pecah akibat saling bersenggolan. Dampaknya ikan hias itu pun mati.
Pakan dan perawatan
Sriyadi menerapkan budidaya sistem mangkuk sejak 2011. Setelah menerapkan teknik itu, tingkat kematian ikan naga berkurang menjadi 80%, semula sintasan atau tingkat kelulusan hidup hanya 30—50%. Penangkar itu membiarkan arwana hidup di baskom sejak berumur 60 hari setelah menetas atau panjang 5—8 cm. Selama 30 hari arwana mengandalkan yolk atau cadangan pakan di tubuhnya. Penangkar tak perlu memberi pakan.
Namun, seiring pertumbuhan ikan hias, cadangan pakan pun habis. Ketika itu ukuran tubuh arwana rata-rata 12—17 cm. Sriyadi lantas memindahkan arwana itu ke akuarium pembesaran. Ukuran akuarium pembesarann 120 cm x 160 cm berkedalaman 70—100 cm. Padat tebar mencapai satu ekor per m². Bagian dinding dan dasar kolam pembesaran berupa kaca dengan tebal 5 mm.
Di tempat penangkaran itu Sriyadi menyediakan 20 akuarium pembesaran berukuran seragam. Kini Sriyadi harus memberi pakan. Pakan yang baik untuk ikan anggota famili Osteoglossidae itu berupa udang dan berudu atau anak katak—semua dalam kondisi hidup. “Hindari memberi pakan berupa ikan kecil, karena itu dapat menyebabkan arwana terserang penyakit,” ujar Sriyadi.
Karena arwana dan ikan kecil masih satu famili. Jadi dikhawatirkan penyakit ikan itu akan menular pada arwana dan menyebabkan ikan asal Asia itu mati. Pemberian pakan sekali sehari pada pukul 15.00. Sriyadi memberikan rata-rata 10 ekor berudu atau udang untuk setiap arwana. Adapun cara pemberian pakan dengan memasukkan udang segar satu per satu. Pemberian pakan akan dihentikan jika arwana kenyang.
Ketika ikan membesar, jumlah pakan pun lebih banyak. Rumus pemberian pakan rata-rata 5% dari bobot tubuh arwana. Sekadar contoh, arwana berumur 3 tahun berbobot rata-rata 1,3—1,5 kg memerlukan pakan 70 gram sehari. Selain pakan, kunci membesarkan arwana ada pada air. Sriyadi rutin mengecek suhu air, pH, dan kesadahan air. Selain itu air harus bebas polusi dan bau.
Itulah sebabnya ia memanfaatkan air sungai, bukan air dari Perusahaan Air Minum yang mengandung klorin. Sriyadi membangun kolam penampungan air raksasa berukuran 10 m x 10 m x 3 m. Sriyadi mengendapkan air sungai di kolam penampungan selama 24 jam agar kandungan magnesium dan zat besi tidak terlalu banyak. Karena arwana akan kekurangan oksigen dan menyebabkan kematian.
Ganti air
Air di kolam penampungan hanya diendapkan sehari semalam. Ayah dari 2 orang anak itu menggunakan air endapan setelah pengurasan akuarium setiap pagi. Air dalam kolam penampungan cukup digunakan untuk 3 hari. Setelah itu perlu dilakukan pengisian lagi satu hari sebelumnya. Caranya, air sungai melalui pipa penyaluran diendapkan di penampungan. Sriyadi hanya mengganti 70% air kolam pembesaran karena arwana perlu adaptasi.
Menurut Sriyadi pH air untuk arwana 5—6,5 dan suhu 27—29°C. Perawatan dan pakan tepat menghasilkan arwana berkualitas. “Lihat saja bagian ekornya, seluruhnya berwarna merah cerah,” ujar direktur utama PT Arwana Citra Ikan Hias Indonesia itu. Beberapa tepi sisik di dekat ekor juga sudah mulai berwarna merah. Sriyadi menggunakan indikator itu untuk memilih anakan superred berkualitas.
“Indikator lain dari bentuk tubuh seperti proporsi antara lebar dan panjang tubuh ikan,” kata penangkar arwana sejak 2003 itu. Idealnya perbandingan antara lebar dan panjang tubuh 1 : 3. Sriyadi meletakkan jaring peneduh 70—80% di atas kolam. Jaring itu menutupi 2/3 bagian kolam. Sisanya di bagian tengah langsung terkena sinar matahari. Desain itu untuk menyesuaikan kolam dengan habitat asli superred.
Menurut Sriyadi, “Tengok saja kolam, ada bagian yang panas dan teduh karena naungan pohon. Ikan yang kepanasan butuh berteduh. Makanya butuh net.” Pakan dan air berperan penting untuk menghasilkan arwana superred berkualitas. Pantas para pehobi dari Pontianak, Jakarta, dan Surabaya, datang melihat sekaligus membeli arwananya. “Inilah hokinya, arwana bisa mendatangkan untung,” kata Sriyadi.
Ia minimal melepas 30—40 ekor beragam ukuran per bulan. Bahkan sebuah farm besar di Pontianak memborong 200 superred dengan nilai hingga miliaran rupiah. Sriyadi menjual superred seukuran bolpoin atau 12 cm Rp5 juta per ekor; ukuran 12—150 cm Rp5 juta—Rp150 juta per ekor, bergantung pada kualitas ikan. “Ini semua superred, saya tak pelihara jenis lain. Tetapi justru varietas ini yang paling banyak dicari,” kata Sriyadi.
“Yang berukuran di atas 50 cm jumlahnya sekitar 250—300 ekor. Sisanya anakan berukuran 10—12 cm dan 20 cm,” tutur alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, Yogyakarta itu. Sebab itu pula ayah 2 orang anak itu sangat menyayangi superred. Selain menghibur hati, arwana teman yang mendatangkan untung besar.
Singapura dan Malaysia kini memang mulai menangkarkan ikan naga itu. Namun, Sriyadi tak gentar. “Kualitas arwana tangkaran lokal sangat baik, produksi dari Malaysia dan Singapura tak akan bisa menyamai,” kata pria kelahira 3 Maret 1966 itu. Arwana Indonesia tetap merajai pasar dunia. (Tiffani Dias Anggraeni)