Heri Teni memang baru mencoba beternak serama. Maklum, pria yang tinggal di daerah Pancamarga, Karawang, itu jatuh cinta pada ayam mungil itu sejak Agustus 2004 gara-gara postur tubuh unik dan dada membusung. “Membiakkan serama ternyata susah juga. Lebih rumit dibanding ternak ayam umumnya,” kata penangkar burung ocehan itu.
Heri tak kurang akal. Dengan telaten telur yang tergolek di lantai dipungut, lalu dimasukkan ke sarang. Cara itu ternyata membuahkan hasil, sang induk mau mengeram. Namun, masalah lain muncul. “Dari 5—6 butir, hanya 3 butir saja yang menetas,” ujarnya. Ia menduga sebagian telur infertil—tidak dibuahi pejantan.
Dua sarang
Supaya serama betah, ada 2 kandang yang perlu dipersiapkan, yakni tempat tidur dan bersarang. Penangkar di Malaysia meletakkan kandang bertelur di atas, dekat atap. Bentuknya kotak atau mirip rumah-rumahan. Ketika mau bertelur atau mengeram, induk naik melalui tangga terbuat dari sebilah papan. Begitu pula saat turun untuk mencari pakan. Tempat tidur terletak di bawah, biasanya sebatang kayu atau papan sebagai tangkringan.
Cara lain dengan membuat sarang khusus terbuat dari kayu atau bambu. Bentuknya kotak dengan ukuran sesuai postur induk. Setiap induk menghuni satu kandang. Lengkapi pintu kecil yang bisa dibuka-tutup untuk jalan induk. Sediakan pula sarang dari jerami atau rumput kering. Selain harus nyaman, kandang itu mudah dijangkau ayam.
Langkah selanjutnya membiasakan induk betah dan mau bertelur di kandang baru. Begitu melihat ayam mulai berkotek—tanda mau bertelur segera angkat, lalu letakkan di kandang. Menurut pengalaman, kebiasaan seperti itu muncul seminggu sebelum ia bertelur. Tingkat keberhasilan sangat tergantung ketelatenan si pemilik. Bila tidak, induk tetap bertelur sembarangan.
Begitu usai bertelur, biarkan induk bercampur dengan pejantan pada kandang tidur. Biarkan telur itu di sarang dan tidak diganggu serama lain. Saat telur terakhir keluar, induk biasanya mengeram sampai menetas. Agar aman, pintu sebaiknya ditutup dan dibuka pada jam tertentu untuk memberikan kesempatan induk mencari makan atau minum.
Gagal dibuahi
Begitu induk berhasil mengeram, masalah lain muncul. Banyak hobiis mengeluh lantaran telur gagal dibuahi. Ada beberapa penyebab telur gagal menetas. Soal kawin, serama mungkin jagonya. Namun, sosok kecil menyulitkan terjadinya penetrasi sehingga sperma tidak membuahi sel telur. Itu karena induk dibiarkan kawin alami. Mereka memelihara pejantan dan betina dengan perbandingan 1 : 3.
Solusinya perkawinan sistem dodokan. Menurut pengalaman cara ini meningkatkan keberhasilan pembuahan hingga 70%. Kuncinya betina harus dalam masa birahi. Ditandai jengger dan raut muka merah, serta kloaka tampak membengkak dengan warna merah. Pejantan dipilih yang cukup umur, 1—2 tahun. Terlalu tua atau muda biasanya ia ogah “naik” ke punggung betina.
Masa birahi betina pada pagi atau sore. Makanya, lakukan perkawinan pada pukul 05.30—08.00 atau 16.00—17.30. Peganglah betina, lalu buka bagian ekor hingga kloaka tersibak. Dekatkan dengan pejantan yang sudah dipilih. Begitu terangsang, ia langsung mengawininya. Teknik ini juga berguna untuk mendapatkan keturunan dari satu pejantan tertentu sehingga kualitas anakan terjamin.
Masalah lain adalah telur muda. Hal ini sering dialami induk muda yang baru belajar bertelur. Namun, ada kalanya induk cukup umur pun telurnya berkerabang tipis. Akibatnya, sel telur mudah mati bila suhu lingkungan meningkat. Untuk itu tambahkan sesendok teh serbuk kulit kerang pada pakan.
Induk terlalu gemuk juga berdampak pada kualitas telur. Pastikan dengan meraba bagian dada dan ekor. Bila terasa lembek, itu lemak. Jadi lakukan diet pakan dengan mengurangi jatah voer untuk menurunkan bobot. Sebagai gantinya berikan beras merah karena mengandung protein tinggi. Tambahkan toge secukupnya pada pagi atau sore. Selain kaya serat, calon lembaga kacang hijau itu meningkatkan kesuburan. (Johan Nasution, hobiis serama di Bekasi)