Beberapa pemilik rumah walet menggunakan parfum walet untuk mengundang si liur emas bersarang.

Paulus Supriyatna tak henti-hentinya mengucap syukur saat memanen sarang burung walet pada Oktober 2016. Pasalnya, ia berhasil memanen 2—3 kg sarang walet dari rumah walet miliknya di Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lima tahun silam jumlah hasil panen sebanyak itu hanya sebatas impian. Burung walet memang melayang-layang di sekitar rumah walet miliknya.
Namun, tak satu pun yang masuk ke rumah walet. Jumlahnya pun dari hari ke hari semakin berkurang. Kondisi itu berlangsung selama 5 tahun. Petaka itu bermula saat Paulus menggunakan parfum walet produksi salah satu perusahaan konsultan rumah walet. Setelah menyemprotkan ramuan aroma pemikat itu, Collocalia fuciphaga bukannya mendekat tetapi sebaliknya.
“Burung hanya berputar-putar di sekitar rumah walet, tapi tidak mau masuk, bahkan jumlahnya semakin berkurang,” ujar pria yang tinggal di Kota Bekasi, Jawa Barat, itu. Paulus menduga walet enggan masuk ke dalam rumah dan bersarang lantaran parfum walet yang ia gunakan bukan aroma alami yang menarik perhatian si liur emas. “Oleh sebab itu walet menganggap rumah walet itu bukan habitatnya sehingga malah menjauh,” katanya.
Coba ulang
Meski demikian Paulus tak pantang menyerah. Ia terus mencari cara untuk menarik walet kembali datang. Upayanya itu mempertemukan Paulus dengan konsultan budidaya walet asal Jakarta Barat, Harry Wijaya. Ia lalu membeli alat mesin pembuat pakan untuk walet dari Harry. Dalam pembelian itu Harry memberikan bonus parfum walet. Semula Paulus ragu menggunakan produk itu lantaran pengalaman buruk sebelumnya.
Namun, karena penasaran, ia pun mencobanya. Paulus melarutkan 750 ml biang parfum walet produksi Harry dalam 7 liter air bersih. Ia lalu menutup rapat wadah hingga kedap, kemudian menyimpannya di ruangan yang teduh dan tidak terpapar sinar matahari langsung selama 6 hari. Paulus juga merendam 1,5 kg kotoran walet dalam 5 liter air bersih dengan cara sama seperti melarutkan bibit parfum.
Setelah selesai perendaman selama 6 hari, ia mencampurkan 7 liter air larutan bibit parfum dan 3 liter air rendaman kotoran walet sehingga total larutan 10 liter. Paulus lalu menyemprotkan larutan itu ke dinding ruang putar, dinding ruang inap, plafon-plafon di antara sirip, lubang masuk burung, dan lubang terjun burung pada pukul 12.00—13.30. Ia mengulangi penyemprotan setiap 3 hari selama 1 bulan.
Selanjutnya ia menyemprotkan parfum setiap dua pekan selama satu bulan, lalu frekuensi penyemprotan berkurang menjadi hanya sebulan sekali. Paulus gembira bukan kepalang saat sebulan perlakuan langit di sekitar rumah walet miliknya tampak beterbangan ribuan burung walet. “Mereka tak hanya terbang mengitari rumah, tapi banyak yang langsung masuk ke dalam rumah walet,” ujarnya.
Kegembiraan Paulus semakin bertambah saat mendapati guratan-guratan bakal sarang di beberapa bagian sirip. Guratan itu semakin tegas dan semakin banyak walet yang menginap lalu membuat sarang. Impian Paulus memanen sarang walet akhirnya terwujud. “Semoga jumlah panen berikutnya semakin bertambah,” ujarnya.
Aroma alami
Menurut Harry kunci utama dalam pembuatan parfum walet sebisa mungkin aroma yang dihasilkan benar-benar alami. Itulah sebabnya Harry menghindari penggunaan bahan baku sintetis kimia. “Parfum walet yang saya hasilkan berasal dari aroma tubuh aneka jenis unggas, tapi bukan kotorannya,” ujarnya. Aroma khas itu keluar dari minyak yang diproduksi kelenjar minyak di bagian tungging untuk meminyaki bulu-bulunya.

Harry menyarankan para peternak untuk menyemprotkan parfum walet pada beberapa bagian rumah walet, yaitu dinding ruang putar, dinding ruang inap, plafon-plafon di antara sirip, lubang masuk burung, dan lubang terjun burung. Hindari menyemprotkan parfum itu pada bagian papan sirip karena mengundang cendawan dan mempercepat kebusukan papan sirip.
“Jika akan menyemprot papan sirip harus menggunakan produk lainnya yang sudah ditambahkan bahan baku anticendawan,” ujarnya. Selain itu waktu penyemprotan juga harus tepat. Harry menyarankan penyemprotan pada pukul 12.00—13.30. “Jika pada pagi hari kurang efektif karena saatnya burung mencari makan. Mereka baru pulang menjelang sore sehingga aroma parfum akan berkurang jika disemprotkan pada pagi hari,” tutur Harry.
Menurut alumnus Teknik Arsitektur Universitas Katholik Parahyangan, itu untuk memperkuat efek parfum walet, para peternak sebaiknya juga memasukkan larutan parfum walet ke dalam botol-botol plastik bekas kemasan air mineral yang telah dilubangi bagian atasnya (lihat ilustrasi). Gantung botol plastik itu di dekat lubang masuk burung, lubang terjun burung, dan di bawah papan sirip.
Cara lain dengan menggunakan alat spray pengabut yang diatur menggunakan pengatur waktu agar beroperasi pada pukul 12.00—13.30 setiap 3 hari (cara lain lihat ilustrasi). “Dengan berbagai perlakuan itu jumlah burung walet bermain ke rumah walet meningkat hingga 2—4 kali lipat,” tutur Harry. (Imam Wiguna)