Trubus.id—Budidaya jagung pada lahan bekas tambang menjadi salah satu upaya reklamasi, sehingga lahan itu menjadi produktif. Ada 3 komponen utama dalam pola pertanian pada umumnya yakni tanah, tanaman, dan lingkungan.
Keberadaan probiotik dan prebiotik menjadi kunci keberhasilan budidaya di lahan bekas tambang. Tim peneliti UPT Pembenihan Tanaman Pangan Provinsi Kalimantan Barat membuktikannya. Periset menguji coba penanaman jagung di lahan bekas tambang kaolin.
Penambahan probiotik dan prebiotik—masing-masing berkosentrasi 8 ml per liter air—di lahan itu. Penambahan probiotik dan prebiotik menyebabkan pertumbuhan tanaman jagung baik, vigor, sehingga tim melanjutkan uji coba di lahan bekas tambang kaolin.
Tim memanfaatkan limbah serbuk sabut kelapa atau cocopeat dan serat sabut kelapa (cocofiber). Keduanya berfungsi sebagai mulsa berketebalan lapisan 3—4 cm. Lapisan di bawah serat sabut kelapa, sedangkan di bagian atas serbuk sabut kelapa.
Fungsinya limbah itu menjaga kelembapan tanah, menekan perkembangan gulma, sekaligus sebagai rumah yang baik bagi kehidupan mikroorganisme. Pengujian juga di tanah aluvial itu semula berupa sawah yang telah diubah menjadi bangunan dan lantai jemur
Peneliti menguruknya dengan tanah podsolik merah kuning (PMK) berbatu yang relatif kurus—kurang subur. Mereka menabur pupuk kandang dari kotoran ayam sekitar 1 karung (20—30 kg) untuk 1 bedeng besar dan 10—15 kg untuk bedeng kecil.
Tim peneliti menanam jagung bertongkol 1 berjenis komposit srikandi kuning pada 1 bedeng kecil dan manis hibrida pada bedeng sisanya. Pemberian 5—10 g pupuk NPK per tanaman dengan cara menugal dan mengocor ketika tanaman anggota famili Poaceae itu berumur 7 hari.
Selain itu tim juga memberikan dekomposer berupa Bacillus sp., Streptomyces sp., dan Trichoderma sp. Caranya mengencerkan 40 ml dekomposer dalam 15 liter air. Mereka mengaduk rata dan menyemprotkannya di 3—4 bedeng.
Para periset mengolah tanah plot demonstrasi (demplot) terdiri atas 2 blok. Total terdiri atas 12 bedeng kecil berukuran masing-masing 7 m x 0,6 m dan 7 bedeng besar 19 m x 0,7 m.
Tim peneliti memperoleh probiotik dan prebiotik dari rekan peneliti di Bojonegoro, Jawa Timur, Nurudin. Untuk melihat perbedaan hasil, ada 3 macam perlakuan aplikasi probiotik dan prebiotik berdasarkan frekuensi: 1 kali, 3 kali, dan tanpa aplikasi.
Interval pemberian 7 hari. Konsentrasi probiotik dan prebiotik masingmasing mencapai 120 ml yang diencerkan dalam 15 liter air. Dosis pemberian sekitar 240 ml per tanaman. Perlakuan pertama ketika tanaman berumur 7 hari dengan jeda antarperlakuan 7—8 hari.
Tanaman panen pada umur 76 hari. Oleh karena itu, total frekuensi penyemprotan 10 kali selama masa budidaya. Hasil penyemprotan probiotik dan prebiotik menggembirakan. Sebanyak 2 bedeng perlakuan dosis tinggi menghasilkan tongkol lebih dari 2, bahkan 7 tongkol per tanaman.
Meski jumlah tongkol melimpah, ukuran tetap seragam. Rerata ada 2—3 tongkol besar per tanaman berbobot 400—600 g per tongkol tanpa kelobot. Lazimnya bobot per tongkol hanya 200—300 g. Tongkol sisanya berukuran kecil yang biasa disebut babycorn.