Encephalartos baru asal Afrika Selatan bersosok menawan.
Trubus — Di habitat aslinya di Provinsi Limpopo, Afrika Selatan, encephalartos tumbuh di antara batuan dolomit. Kondisi habitat asalnya itu panas dan amat kering. Namun, kondisi itu justru sangat baik bagi pertumbuhan dolomiticus. Oleh karena itu, pada 1988 taksonom Lavranos memberi nama Encephalartos dolomiticus. Populasi tanaman sangat langka. Pantas The International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam kategori endangered species.
Sosoknya elok. Lihat saja daunnya sepanjang 60—80 cm berwarna biru bak berlapis lilin muncul dengan duri-duri kecil. Sosok itu keruan saja memikat hati Andy Darmawan yang melihatnya kali pertama pada tahun 1990-an. Ia memperoleh tanaman langka itu pada April 2000 dengan menebus US$200 setara Rp2,8juta per cm. Andy berhasrat memilikinya karena sosok tanaman yang antik dan langka.
Harga fantastis

Saat ini Andy mengoleksi sekitar 200 pot Encephalartos dolomiticus berbagai ukuran. Selain jenis dolomiticus Andy juga mengoleksi ratusan encephalartos beragam spesies seperti E. middelburgensis yang berjajar rapi di halaman rumahnya. Penampilan E. middelburgensis tidak kalah elok. Perbedaan paling mencolok terdapat pada cone atau bunga tanaman berwarna hijau bersemu cokelat kemerahan.
Ciri khas lain daun ense—sebutan populer encephalartos di kalangan pehobi— middelburgensis lebih lurus dan tegak dibandingkan dengan daun dolomiticus. Harga tanaman asal Kota Middelburg, Provinsi Mpumalanga, Afrika Selatan, itu fantastis, yakni Rp2,5 juta—Rp3 juta per diameter batang. Tanaman di kediaman Andy berdiameter 14 cm. Artinya harga tanaman koleksi Andy Rp42 juta. Secara umum daun tanaman encephalartos berwarna biru dan hijau.
Menurut pehobi di Kalideres, Jakarta Barat, itu tanaman berdaun hijau kebanyakan berasal dari daerah tropis dan cenderung menyukai lingkungan lembap. Andy mengatakan, adaptasi encephalartos hibrida horwood—akronim dari E. horridus dan E. wodii—di Indonesia akan lebih mudah. Meskipun karakteristiknya belum dapat ditetapkan, pertumbuhannya baik.

Anak dari E. horridus dan E. wodii—di alam telah punah—masih dalam tahap seleksi. Andy menanam biji horwood pada 2015. Kini tinggi tanaman mencapai 50 cm. Sifat dan sosok anakannya masih berubah-ubah tetapi daunnya cenderung berwarna hijau terang dan berukuran kecil. Padahal, diharapkan horwood menjadi tanaman encephalartos yang mewakili 50% karakter masing-masing induknya.
Sosok tanaman berduri banyak seperti E. horridus, daun lebat serta berukuran besar seperti E. wodii. Menurut Andy meskipun tanaman encephalartos tergolong langka dan bukan berasal dari Indonesia, perawatannya mudah. Alumnus Universitas Kristen Krida Wacana itu menyesuaikan media tanam dengan kondisi di habitat asli (lihat boks: Tanaman Purba Tampil Wah).
Tanaman Purba Tampil Wah

Koleksi encephalartos di kediaman Andy Darmawan tampil menawan. Pehobi di Kalideres, Jakarta Barat, itu hanya memberi pupuk NPK. “Encephalartos tidak suka terlalu banyak pupuk, jadi cukuk satu sendok teh setiap pot. Aplikasinya juga hanya satu kali dalam sebulan,” kata pria 60 tahun itu. Begitu juga dengan penyiraman, sesuai dengan media tanam. Harap mafhum di habitat aslinya encephalartos tumbuh di daerah kering, panas, dan berbatu.
Distributor pupuk dan vitamin hewan peliharaan itu menyiram media tanam dua hari sekali. “Kalau mau setiap hari juga tidak apa-apa asalkan air jangan sampai menggenang,” kata Andy. Sarjana Teknik Elektro itu memilih pasir, kompos, batu apung, dan perlit sebagai media tanam dengan perbandingan 1:1:1 bagi tanaman kesayangannya. Adapun media khusus persemaian berupa perlit atau tanah akadama.
Tujuannya menghindari kelembapan terlalu tinggi akibat penyiraman, karena biji encephalartos sangat sensitif terhadap air. Bila terlalu lembap, tanaman mudah terserang cendawan yang mengakibatkan biji busuk sehingga gagal tumbuh. “Kalau serangan hama dan penyakit, encephalartos termasuk tanaman yang kuat, sehingga tidak rewel,” kata Andy yang menggemari encephalartos sejak 2003. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)