Jamur bukan barang baru bagi manusia. Pada 3 milenia silam, istana kaisar Jepang, China, dan Korea menjadikan jamur hutan sebagai menu super elite bagi kalangan ningrat. Ganjaran pedih menanti masyarakat biasa yang berani memetik jamur di hutan, apalagi mengkonsumsi. Masyarakat Romawi, Yunani, Inca, dan Aztec percaya konsumsi jamur bisa membangkitkan kekuatan super dan memberikan tenaga lebih. Pada masa itu, mereka mengkonsumsi jamur yang muncul di permukaan kayu yang lapuk termakan usia.
Kisah budidaya jamur berawal saat bangsa China sukses mengembangbiakkan jamur kuping Auricularia auricula pada 700 M. Selang 3 abad, menyusul jamur shiitake Lentinula edodes. Sebuah relief di katedral St Vitus, Praha, Ceko, mengabadikan keluarga kerajaan yang berpesta-pora dengan menyantap jamur tiram. Namun, jamur tiram Pleorotus ostreatus justru yang paling belakangan. Jamur bertudung putih – mirip tiram laut – itu baru berhasil dibudidaya pertengahan 1900-an.
Bontot tak identik anak bawang. Pada 1997 – 2002, produksi jamur tiram dunia mencapai 3 besar dunia setelah jamur merang dan shiitake. Jumlah total mencapai 14% total produksi jamur dunia. Indonesia turut berperan dalam perkembangan jamur tiram.***