Trubus.id — Proses penjarangan sengon harus dengan strategi yang tepat agar mendapatkan hasil panen maksimal. Menurut Prof. Imam Wahyudi, Guru Besar Ilmu dan Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB), banyak pekebun menanam pohon kayu secara rapat untuk mendapatkan volume panen tinggi.
Namun, banyak yang tidak tahu panen kayu memerlukan strategi yakni daur panen yang tepat agar hasil optimal. Dengan pemahaman daur panen, pohon yang ditanam berbarengan dapat saja dipanen bertahap untuk penjarangan.
Menurut Suparman, pekebun dan pengepul sengon di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, teknik penjarangan menyesuaikan tingkat kesuburan daerah masing-masing.
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur lahan untuk sengon relatif kurang subur. Hal ini karena lahan subur untuk tanaman pangan. Dengan demikian, strategi penjarangan sedikit berbeda dengan sengon yang ditanam di Jawa Barat yang lahannya relatif subur.
Lazimnya, pekebun sengon yang menanam di lahan agak subur, jarak tanam lebih rapat yakni 1,5 m × 2 m. Mereka menanam rapat agar pohon tumbuh tinggi dengan ranting sedikit karena berebut cahaya.
Penjarangan dilakukan mulai umur 2 tahun. Saat itu umumnya ukuran sengon setara dengan lengan orang dewasa. Tebang tanaman yang kerdil. Demikian juga yang sakit. Hanya tanaman sehat yang dirawat.
Sementara itu, di lahan kurang subur umumnya pekebun menanam dengan jarak tanam 2 m × 3 m. Lantaran lahan kurang subur, penjarangan dilakukan sejak umur setahun.
“Di lahan kurang subur, pasti banyak yang tumbuh kerdil. Langsung tebang dan ganti dengan tanaman baru,” kata Suparman.
Berikutnya pada umur 2 tahun dan 3 tahun penjarangan terus dilakukan bergantung pada kebutuhan. Menurut Suparman, pada hamparan yang pertumbuhannya kurang seragam teknik menjarangkan tanaman secara selang-seling tidak dilakukan. Alasannya, pertumbuhan secara alami terhambat.
“Dari 1.000 tanaman, paling hanya 70% yang dipanen dengan baik,” tuturnya.