Pilihan varietas cabai rawit unggul: dewata 43, dhanu, dan patra 3.

Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 menyimpulkan bahwa menanam cabai rawit lebih menguntungkan daripada menanam cabai merah. Sebab, modal untuk menanam cabai rawit lebih kecil dan margin lebih besar. Petani cabai rawit hanya memerlukan modal Rp34-juta per hektare yang menghasilkan omzet Rp55,2-juta. Bandingkan dengan biaya produksi cabai merah yang mencapai Rp52,1-juta untuk menghasilkan nilai produksi Rp77,1-juta.
Menurut product specialist of chilli PT East West Seed Indonesia (PT Ewindo), Rizza Fariz Syaukani, efisiensi biaya produksi itu karena perawatan cabai rawit relatif mudah. “Cabai rawit bisa ditanam di mana saja dan tidak menuntut perawatan intensif,” ujar Rizza. General Manager PT Royal Agro Persada (Royal Seed), Eko Agus Heryanto, pun menuturkan hal yang sama.
Benih unggul
Biaya produksi menanam cabai rawit lebih rendah karena tanpa mulsa. “Lazimnya penanaman cabai merah harus menggunakan mulsa. Sementara cabai rawit meski ditanam tanpa mulsa tetap bisa menghasilkan,” kata Eko Agus Heryanto. Kemudahan perawatan itu membuat petani di Desa Bontosunggu, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Maqdis Sanuddin beralih menanam cabai rawit sejak 2015.
Ia membudidayakan 350 tanaman cabai rawit. Sebelumnya pria 46 tahun itu menanam cabai besar. Menurut Maqdis cabai besar memerlukan perawatan intensif karena rentan terserang hama. “Selain mudah dalam perawatan, keuntungan menanam cabai rawit juga lumayan besar,” kata Maqdis. Sekali panen Maqdis bisa mendapatkan 1 kg cabai rawit per tanaman.

Petani itu memilih varietas Dewata 43, benih cabai rawit unggul baru keluaran PT Ewindo. Varietas cabai rawit hibrida yang dirilis pada 2014 itu memiliki keunggulan genjah seperti dewata—varietas terdahulu yang rilis pada 2005—karena genjah. Interval panen hanya 3 hari sekali. Sosok dewata 43 tinggi hingga 92 cm sehingga produktivitasnya pun relatif tinggi, yakni 0,5 kg per tanaman.
Setiap tanaman menghasilkan 201—215 buah cabai rawit. Bobot cabai rawit yang berbentuk silindris dengan ukuran panjang 5—6 cm dan berdiameter 0,7 itu mencapai 2,47—2,60 gram per buah, setara 492—540 g per tanaman atau 12—13 ton per ha dengan populasi 25.000 tanaman. Maqdi menjual cabai rawit di pasar lokal Rp20.000—Rp30.000 per kg. Tanaman yang berciri utama memiliki semburat ungu pada buah muda itu juga tahan layu bakteri dan bercak bakteri.
“Dewata 43 memiliki tingkat ketahanan medium,” jelas Rizza. Dalam skala 1—10, Rizza memberikan poin 5 untuk ketahanan terhadap layu bakteri, dan 6—7 poin terhadap bercak bakteri. Dewata 43 hanya 1 dari sekian banyak benih unggul yang tersedia di pasaran. Sejak 1999 Kementerian Pertanian merilis 43 varietas cabai rawit unggul. Ada yang hasil pengembangan lembaga pemerintah, banyak pula keluaran perusahaan swasta.
Hemat biaya benih
Cabai rawit baru lain adalah dhanu dan patra 3, keduanya hasil pemuliaan PT Royal Seed. Dhanu berbuah unik berbentuk bulat tidak beraturan mirip paprika mini berukuran panjang 3 cm, diameter 1,4—1,9 cm, dan berwarna jingga saat matang. Dengan tinggi 156—183 cm per tanaman, produktivitas mencapai 800 g per tanaman, setara 12—14 ton per ha dengan populasi 20.000 tanaman.

Adapun cabai rawit patra 3 yang berwarna merah berbentuk kerucut berukuran panjang 6—7 cm dengan diameter 1—1,3 cm. Produktivitas patra 3, hanya 700 g per tanaman setinggi 154—177 cm, setara 12—13 ton per ha. Produktivitas keduanya di atas rata-rata produktivitas cabai rawit nasional 2015 yang hanya 4,45 ton per ha. Dhanu bisa panen perdana pada 108—110 hari setelah tanam (hst), sementara patra 3 dapat dipanen 2 pekan lebih cepat pada umur 95—97 hst.
Untuk daya simpan, buah patra 3 tetap segar dalam kurun waktu 7—9 hari, sementara dhanu hanya bertahan 6—7 hari. Eko Agus Heryanto dari Royal Seed mengatakan dhanu dan patra tahan serangan penyakit layu fusarium, patek, dan virus gemini. Dalam skala 1—10, nilai ketahanan dhanu dan patra 3 terhadap layu fusarium (9:7), serangan patek (9:8), dan virus gemini (8:7).
Keunggulan lain kedua varietas itu kebutuhan benih lebih sedikit. yaitu hanya 65—70 g per hektare. Padahal, lazimnya petani memerlukan 150—200 gram benih untuk luasan sama. Itulah sebabnya petani yang membudidayakan dhanu dan patra 3—keduanya rilis pada 2015—dapat menghemat biaya benih. (Eny Pujiastuti/Peliput: Ian Purnama Sari)