Lima serama dalam perebutan gelar BOB itu memang istimewa. Mereka adalah Dipoyono, Sri Palas, Tsunami, Andregon, Oemar, dan Sri Kenyir. Keandalan mereka bergaya di kontes sangat meyakinkan. Sejak berdiri di meja penilaian, mereka langsung “bekerja”: bergerak ke sana ke mari sambil mempertontonkan dadanya yang busung. Sesekali mereka melakukan gerakan selam, yakni menarik jauh-jauh leher ke belakang hingga posisi kepala tenggelam di bawah dada.
Lagu jawa beritme sedang, mengiringi gerakan para kontestan. Dipoyono, serama berkarakter kalem milik Agus Suhardi dari Yogyakarta, lebih banyak menggoyang-goyangkan tubuh dalam posisi selam. Sedangkan Sri Kenyir yang mungil, atraktif mengangkat kaki dan berputar-putar di tepi meja. “Serama yang tampil di sini cantik-cantik, tidak kalah dengan serama di Malaysia,” kata Hairul Ahmad, peserta dari Kampung Belukar, Kelantan, Malaysia.
Semula ke-11 juri sulit menentukan juara. Namun pada akhir penilaian, mereka sepakat menobatkan Sri Palas milik Andre dari Sidoarjo sebagai BOB. Gaya serama berbobot 210 g itu memang memukau. Dengan dada membusung dan sayap terbuka ke depan, Sri Palas sangat lincah. “Staminanya luar biasa. Ia (Sri Palas, red) terus bergaya selama 5 menit tanpa henti,” ujar Erwin, juri asal Magelang, Jawa Tengah.
Maharaja
Persaingan ketat juga terjadi di 10 kelas lain. Itu lantaran serama-serama terbaik di tanahair turut ambil bagian. Sebut saja Gold’s Chester, milik Vicky dari Durensawit, Jakarta Timur, yang meraih BOB di Palembang pada awal 2011. Atau Rising Star, kebanggaan Andre di Sidoarjo, Jawa Timur. Belum lagi serama-serama yang dibawa langsung Mr Lebay dan empat teman lainnya dari Malaysia, seperti Ali Topan, Sri Kramat, dan Kratos. Ketiga serama itu jawara di berbagai kontes di Kelantan dan Kualalumpur.
“Kami tidak menyangka kontes ini diikuti serama-serama top. Bahkan, jumlahnya pun di luar perkiraan,” kata Agus Suhardi, ketua panitia. Menurut Agus semua itu tidak lepas dari piala yang disediakan berupa sepasang mahkota Kerajaan Yogyakarta berlapis emas dan perak untuk serama juara di kelas maharaja dan kelas BOB.
Peserta di kelas maharaja adalah serama-serama yang pernah menyandang gelar BOB atau juara di masing-masing kelas pada berbagai kontes di tanahair. Wajarlah jika kelas itu mendapat perhatian penuh dari penonton. “Susah ditebak siapa yang akan keluar sebagai juara,” kata Bernie, peserta dari Palembang, Sumatera Selatan.
Sri Palas yang mempesona di kelas BOB, tetapi di kelas maharaja kinerjanya menurun drastis. Di kelas itu yang getol bergaya justru Tsunami kesayangan Edy Sebayang dari Tangerang, Banten. “Tsunami mempunyai gaya cukup baik dan ditunjang stamina bagus,” kata Supriyono, juri dari Semarang. Itulah sebabnya para juri menganugerahi ayam berbulu merah kekuningan itu piala mahkota Kerajaan Yogyakarta.
Prabu Kusumo, adik Sri Sultan Hamengkubuwono X, membuka kontes yang diikuti 280 peserta milik hobiis dari Bandung, Bekasi, Jakarta Tangerang, Palembang, Lampung, Pekanbaru dan Denpasar. “Mudah-mudahan kontes pada tahun depan lebih meriah dan serama-serama lokal mendapat gelar-gelar terhormat,” kata Prabu Kusumo. (Karjono)