Trubus.id— Tingginya tingkat penularan penyakit Lumpy Skin Dease (LSD) mengkhawatirkan bagi banyak pihak, khususnya peternak. Di kalangan peternak sapi penyakit ini dikenal dengan penyakit lato-lato.
Menurut Guru Besar Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. drh. Widya Asmara, SU., Ph.D, penyakit LSD merupakan penyakit pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh infeksi virus LSD.
Gejala yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat. Gejala umum diawali dengan demam dan kadang diikuti dengan keluarnya ingus maupun leleran dari konjungtiva mata. Sementara gejala yang menciri adalah dengan munculnya nodul-nodul pada kulit.
Nodul atau bintil-bintil ini tampak menonjol dengan diameter 2—5 cm, berbatas jelas, tersebar di daerah leher, punggung, perineum, ekor, tungkai dan organ genital. Nodul tersebut kemudian akan nekrosis dan meninggalkan luka yang dalam.
“Selain gejala pada kulit, biasanya dapat juga diikuti gejala pneumonia dengan lesi di mulut dan saluran pernafasan,” kata Widya Asmara, dilansir dari laman Universitas Gadjah Mada.
Tanda-tanda lain hewan yang terkena juga menunjukkan kepincangan, kekurusan dan untuk sapi perah akan terjadi penghentian produksi susu. Pada kasus-kasus yang parah maka akan dapat menimbulkan kematian.
Widya Asmara menuturkan virus LSD termasuk dalam famili Poxviridae yang dapat menular langsung melalui keropeng kulit, leleran dari hewan sakit. Sementara penularan tidak langsung dapat melalui peralatan yang tercemar virus, pakan dan minuman tercemar, ataupun melalui gigitan vektor (serangga penular).
Lebih lanjut, Widya menambahkan untuk angka kematian sangat bervariasi. Semua sangat tergantung pada kondisi ternak dan ada atau tidaknya serangga penular seperti nyamuk, kutu, dan caplak.
“Pada umumnya morbiditas atau angka kesakitan dapat mencapai 10 persen dan mortalitas atau angka kematian 1—3 persen,” paparnya.
Sayangnya belum ada obat khusus anti virus LSD ini. Beberapa cara yang bisa dilakukan, sapi dapat diberi antibiotik untuk mengurangi infeksi sekunder dan obat pengurang rasa sakit agar hewan tetap mau makan. Apabila hewan dalam kondisi baik dan tidak parah maka hewan dapat sembuh.
“Tersedia vaksin untuk mencegah, tapi ini untuk sapi yang tidak terinfeksi oleh virus Lumpy Skin Desease,” tutur Widya.
Sebagai upaya antisipasi agar tidak semakin menyebar disarankan untuk hewan yang sehat dapat dilakukan vaksinasi. Dapat dilakukan pula upaya-upaya biosekuriti yang baik misalnya dengan meningkatkan kebersihan kandang dan memberantas serangga penular.
Selain itu, dapat pula dilakukan pengawasan lalu-lintas ternak untuk mencegah masuknya hewan sakit. Virus pun dapat dibersihkan dengan beberapa larutan seperti ether (20 persen), kloroform, formalin (1 persen), fenol (2 persen selama 15 menit), natrium hipoklorit (2-3 persen), senyawa yodium (pengenceran 1:33) dan senyawa amonium kuaterner ( 0,5 persen).
Lalu apakah karkas dari hewan terserang LSD dapat dikonsumsi? Mengacu panduan FAO, Widya menambahkan karkas dari hewan yang menunjukkan lesi kulit bersifat lokal—ringan dan tidak ada demam maka harus dibuang bagian yang terkena.
Alasannya sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan harus dimusnahkan, sedangkan bagian yang tidak ada lesi masih diperbolehkan untuk konsumsi setelah dimasak dengan pemanasan yang baik.
“Tentunya karkas yang berasal dari hewan dengan kasus akut atau parah dilarang untuk dikonsumsi,” jelasnya.