Strategi memanen jambu madu deli hijau berkualitas tinggi: manis, renyah, bebas hama dan penyakit.
Munandar terperangah ketika mencecap jambu madu hijau di kebun Imam Murod. “Manis sekali. Punya saya kalah,” katanya. Meskipun Munandar juga mengebunkan jambu itu, hasilnya tidak semanis buah di kebun Imam. Wajar kebun itu menjadi tujuan penggemar jambu di Surakarta, Jawa Tengah dan sekitarnya sampai-sampai Imam kewalahan memenuhi permintaan. Produksi buah dari 300 pohon produktif di Nurseri Kraton miliknya belum mencukupi permintaan.
Imam terpaksa membatasi pemesanan maksimal 2 kg jambu per pemesan. Menurut Imam menghasilkan jambu madu hijau kualitas prima relatif mudah. Kuncinya pemupukan, seleksi buah, dan pemangkasan. Jambu madu adaptif di hampir semua tempat, syaratnya cukup sinar matahari. Imam menggunakan media tanam berupa campuran tanah, kotoran sapi, kotoran ayam dan sekam fermentasi dengan perbandingan 2:1:1.
Pemupukan rutin
Imam menanam jambu madu deli hijau di kantong tanam untuk mempermudah pengaturan nutrisi dan penyiraman sekaligus mengurangi kompetisi nutrisi dengan tanaman lain. Berbeda dengan polibag, dinding kantong tanam berpori sehingga mengoptimalkan sirkulasi udara di perakaran. “Di tanah, pertumbuhan akar tidak terkontrol dan akan terus mencari nutrisi, akibatnya pembentukan buah malah terhambat,” kata Imam.
Untuk memenuhi kebutuhan air, ia menggunakan penyiram otomatis dengan pompa berpengatur waktu. Air mengalir dari pompa ke kantong tanam melalui pipa 2 kali sehari. Pemupukan berbeda antara masa vegetatif dan saat berbuah. Pada masa vegetatif, Ari Prasetyo, perawat kebun Imam, memberikan 1—2 sendok teh NPK 16:16:16 setiap 10—14 hari untuk pertumbuhan tanaman.
Selain itu Ari menambahkan pupuk hayati sebulan sekali. Pupuk hayati cair itu mengandung hara makro dan mikro, enzim pertumbuhan auksin, giberelin, dan sitokinin, serta mikrob protagonis yang dibutuhkan tanaman. Nutrisi, enzim, dan mikrob mendukung pertumbuhan akar, batang, dan buah sehingga meningkatkan kualitas dan hasil panen. Pupuk hayati itu juga menetralkan residu berbahaya dari pupuk kimia.
Memasuki masa generatif, biasanya pada umur 7—8 bulan, Ari mengganti pupuk dengan monokalium fosfat (MKP) 28% yang diberikan 10 hari sekali. Pupuk hayati cair tetap diaplikasikan sebulan sekali. Menurut Jonet Biantara SP, agronomis dari produsen pupuk hayati Biotogrow, pupuk itu hemat lantaran hanya memerlukan konsentrasi rendah. Satu tutup botol 30 ml dilarutkan dalam 15 l air bisa menyiram 7—9 pohon.
Pada masa berbunga, Ari mulai menyeleksi bakal buah. Ia merompes pentil yang mengarah ke atas atau muncul di ujung ranting. “Buah di bagian itu akan rontok sebelum membesar karena tangkai tidak mampu menahan bobot buah,” kata Ari. Itu sebabnya buah dihilangkan sejak awal untuk mengurangi persaingan nutrisi. Dalam 1 tangkai biasanya muncul 3 bakal buah.
Seleksi buah
Untuk memaksimalkan hasil, ia hanya menyisakan 1—2 bakal buah, tergantung kerapatan dompolan dan kemudahan pembungkusan. Dalam dompolan berisi 9—12 bakal buah, Ari hanya menyisakan 3—5 buah untuk mengoptimalkan ukuran buah. Setelah masa berbunga selesai—ditandai dengan gugurnya benang sari—ia segera membungkus. Ari menyarankan menggunakan spunbond atau bahan kain sintetis.
Masyarakat menyebut bahan itu pur kertas atau kain kapas. Bahan-bahan itu, meskipun transparan, tetapi efektif melindungi buah, sirkulasi udara baik, dan mudah kering setelah terguyur hujan. Ia tidak menyarankan penggunaan pembungkus plastik lantaran kerap menyebabkan buah terendam air sehingga rusak. Masa panen biasanya 3 bulan sejak bunga terbentuk. Dengan hara yang cukup, pohon berbuah terus-menerus.
Dalam setahun, pohon berbuah minimal 3 kali. Menurut Imam pohon berumur 3 tahun dapat memproduksi 7 kg buah bermutu prima setiap kali panen. Setelah panen, Imam segera memangkas pohon untuk mengurangi percabangan nonproduktif. Pemangkasan juga mengurangi kerapatan tajuk sehingga fotosintesis optimal dan mempertahankan ketinggian tanaman sehingga memudahkan panen berikutnya.
Penggantian media tanam dilakukan setiap 2 tahun, karena pada masa itu media sudah jenuh, dan akar sudah memenuhi kantung tanam. Dardi, perawat tanaman, memangkas akar ketika mengganti media tanam. Tentu saja tidak seluruh akar dipangkas, hanya bulu akar dan akar kecil di tepi. Tanaman kemudian dimasukkan kembali ke kantung tanam yang berukuran lebih besar dan ditambah media tanam baru. (Muhammad Awaluddin)