Trubus.id— Jeruk impor mendominasi pasar modern. Jumlah jeruk lokal masih sedikit yang mampu menembus pasar swalayan modern. Padahal dari sisi produktivitas jeruk lokal sebetulnya memiliki peluang besar.
Pasar modern menghendaki fisik buah menarik dengan kulit dan daging berwarna jingga cerah. Menurut praktikus Pertanian dan Direktur Penjualan Darifarm, Zoilus Sitepu, S.P., setidaknya jeruk lokal harus memiliki penampilan yang seronok agar diterima pasar modern.
Berdasarkan pengalaman Zoilus saat berkunjung ke sentra-sentra jeruk di tanah air, ada perbedaan warna kulit buah berdasarkan ketinggian lokasi penanaman.
Jeruk yang dipanen dari tanaman yang tumbuh di dataran tinggi lebih dari 1.000 m di atas permukaan laut (m dpl) memiliki warna lebih terang dibandingkan dengan jeruk yang ditanam di dataran rendah.
Oleh sebab itu, jeruk seperti siam madu pontianak sulit bersaing dengan jeruk impor lantaran berwarna kurang mencolok. Padahal cita rasa siam madu pontianak terkenal manis. Akhirnya, siam madu pontianak harus mengalah pada jeruk impor di pasar swalayan modern.
Jeruk yang dikembangkan di dataran rendah itu mengisi pasar tradisional maupun toko-toko buah kelas menengah. Singkat kata produksi siam madu pontianak bukan untuk bertanding dengan jeruk impor.
Jeruk keprok di dataran tinggi memang digadang-gadang mampu mengalahkan jeruk impor. Pasalnya, warna buah ngejreng alami: jingga merona. Sebut saja keprok takengon, soe, maupun punten.
Sayang, penanaman keprok tidak semasif jeruk siam. Barangkali perawatan keprok yang lebih manja daripada siam menjadi pangkal persoalan. Dampaknya kontinuitas pasokan barang yang dibutuhkan pasar swalayan modern tidak terpenuhi.
“Jeruk-jeruk lokal itu akhirnya hanya dikonsumsi masyarakat di sekitar sentra atau ke luar daerah sebagai jeruk biasa di pasar tradisional,” tutur Zoilus.