
Pegagan dan terapi holistik membantu mengatasi autisme pada anak.
Dokter Luis harus menerima kenyataan bahwa anaknya mengidap autisme spectrum disorder sejak berumur 4 tahun. Untuk mengatasi gangguan itu Luis membawa buah hatinya ke beberapa dokter spesialis anak, psikiater, dan psikolog dalam waktu yang berbeda. Seorang psikiater memberi obat dalam bentuk sirop dan racikan. Luis memberikan obat itu kepada anaknya sesuai dosis. Namun, meski disiplin memberikan obat selama hampir 2 tahun, kondisi anaknya tak kunjung membaik.
Inneke di Jakarta Barat menghadapi masalah serupa, anaknya mengidap autisme. Menurut dokter sekaligus ahli naturopati di Jakarta Barat, Joshua Sujono Lie, ND, BHSc(CompMed), autisme adalah suatu kondisi gangguan perkembangan otak dan saraf yang kompleks. Pengidap autisme kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter stereotip. Kelainan perkembangan sistem saraf itu kebanyakan akibat faktor hereditas atau keturunan.
Terapi terpadu

Menurut Joshua gejala autisme dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Contoh anak kurang berinteraksi dengan orang tuanya. “Ketika diajak bercanda, cilukba tidak merespons, tidak tertawa,” ujar Joshua. Untuk mengatasi austisme, Ineke membawa buah hati ke sebuah klinik di Jakarta Barat. Menurut Joshua Sujono Lie penanganan anak autisme harus terpadu atau multiterapi. Jadi penanganannya tidak bisa hanya menggunakan satu metode terapi.
Joshua mengatasi gangguan autisme dengan menggunakan terapi yang bersifat alami dan holistik. Dokter alumnus Charles Sturt University, Sydney, Australia, itu mengombinasikan terapi alami naturopati dengan metode terapi holistik. Joshua yang belajar naturopati di Nature Care College, Sidney, itu mengadopsi pola makan sehat, yakni bebas gluten, bebas gula, dan bebas alergen. Selain itu Joshua juga memanfaatkan herbal dan nutrisi untuk membantu fungsi otak dan usahakan cukup tidur.
Pria 39 tahun itu memanfaatkan daun pegagan Centela asitica untuk terapi autisme. Joshua yang menangani anak Inneke dan dr. Luis memberikan daun pegagan dalam bentuk ekstrak herbal cair konsentrat atau tingtur. Sebab, kerjanya lebih efektif dan efisien. Dosis sekali konsumsi mencapai 5 ml yang dilarutkan dalam 200 ml air. Frekuensi konsumsi 2 kali per hari. Jadi satu botol bisa untuk 3 pekan bagi anak-anak. Sementara kalau dosis orang dewasa 7,5 ml dan frekuensi konsumsinya 2 kali per hari.
Daun pegagan atau gotu kola terkenal sebagai tonikum untuk otak dan memperpanjang umur. Tanaman anggota famili Apiaceae itu mengandung triterpene saponins, flavonoids, alkaloids, minyak volatil (terpenoids), bitters, asam lemak, sterols, resin, tannin, protein, dan fenol. Selain itu pegagan juga mengandung vitamin B yang dibutuhkan oleh sistem saraf manusia. Pegagan mampu mengatasi anak autisme karena pegagan membantu sirkulasi darah ke otak.
Darah yang mengalir ke otak membawa oksigen dan nutrisi sehingga bisa membantu kinerja dan perkembangan jaringan otak (neuroplasticity). Daun pegagan herbal sejak zaman kuno. Sistem pengobatan Ayurveda di India juga memanfaatkan daun pegagan. Adapun dunia Barat baru pada abad ke-19 memanfaatkan tanaman kerabat wortel itu sebagai pengobatan.
Ungkapan detail
Inneke merasakan perubahan dan kemajuan pada anaknya setelah menjalani terapi rutin. Sejak Oktober 2017—Maret 2018, ia mengantarkan anaknya hingga 15 kali untuk terapi di klinik yang sama. Perubahan yang signifikan adalah anaknya lebih paham. Ketika memberi jawaban atas pertanyaan, jawabannya pun “nyambung”. Padahal, semula jawaban-jawaban anaknya kerap tidak nyambung. Inneke pernah bertanya, “Apa yang kamu pelajari di sekolah?” Kemudian anaknya menjawab, “Tadi saya bertemu Trex.”

Setelah menjalani terapi, Inneke juga mengajukan pertanyaan serupa. Kemudian anaknya mampu menjawab, “Matematika.” Selain itu perubahan lain adalah emosinya lebih terkendali. Anaknya juga lebih bisa mengungkapkan perasaaan secara detail. Beberapa waktu lalu, anaknya pernah bicara, ”I love you, Mom.” Selain itu anaknya juga pernah berkata, “I’m so sad my friends does not want to play with me.” Sebelum terapi, ungkapan semacam itu tidak pernah sekali pun terdengar.
Sementara itu dr. Luis melakukan terapi yang sama untuk anaknya. Menurut Luis pemberian herbal baru berjalan tiga pekan sejak ia mengenal terapi naturopati. Joshua juga memberikan terapi lain sesuai kebutuhan anak, misalnya terapi wicara, meditasi, terapi permainan, dan occupational therapy. Menurut Joshua membaiknya para pasien autisme setelah antara lain berkat pegagan alias antanan. (Rizky Sandra)