Trubus.id — Apa pun jenis kertasnya, sering kali orang menyebutnya dluwang. Bahkan, dluwang juga digunakan untuk menyebut uang kertas sekalipun. Sebutan itu mengacu pada nama pohon bernama dluwang Broussonetia papyrifera.
Namun, seiring dengan menyusutnya populasi pohon penghasil kertas itu, orang tak lagi mengenal dluwang. Pohon dluwang menjadi asing.
Kelebihan kertas dluwang adalah awet. Salah satu bukti di Desa Sadahurip, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut, terdapat sebuah Al Quran berbahan kertas dluwang berumur 200 tahun. Pada zaman dahulu para santri dan kiai memanfaatkan kertas dluwang untuk menulis ayat-ayat Al Quran atau kaligrafi.
Namun, sebetulnya sejarah dluwang jauh sebelum Islam masuk ke Indonesia. Pada zaman Hindu, kertas dluwang digunakan untuk menulis cerita wayang beber. Penulisan kisah Ramayana juga menggunakan kertas dluwang.
Dalam bahasa Jawa, kata “dalu” berarti malam, dan “wang” bermakna manusia. Artinya, orang yang bekerja pada malam hari. Itu merujuk pada proses penulisan kisah Ramayana yang berlangsung pada malam hari.
Selain itu, merujuk pada buku Literature of Java, para pendeta Hindu juga mengenakan pakaian dari dluwang.
Di Museum Nasional terdapat alat pemukul terbuat dari batu untuk mengolah kulit batang pada abad ke-3 Sebelum Masehi. Masyarakat pada era itu menggunakan kulit kayu yang ditumbuk atau tapa. Namun, ada juga yang tidak meyakini bahwa hanya dluwang yang digunakan. Sebab, kulit batang beragam spesies lain seperti kluwih atau anggota famili Moraceae lain juga dapat diolah menjadi kain atau kertas.
Meski demikian, di Indonesia dluwang menjadi saksi peradaban. Menurut para ahli, kertas memang bisa tahan lama hingga 500 tahun. Keawetan kertas antara lain dipengaruhi oleh alkalinitas. Jika pH kertas rendah, kertas lebih cepat rusak.
Ketika pH rendah—di bawah 5, selulosa mudah terhidrolisis atau terdegradasi. pH rendah bisa jadi akibat proses darih atau sizing. Darih bertujuan agar kertas dapat menyerap tinta dengan baik atau tidak “mblobor”. Pabrik kertas memanfaatkan gondorukem atau getah pinus.
Namun, penggunaan resin pinus berefek pH kertas rendah karena gondorukem memang bersifat asam. Oleh karena itu, pemberian resin harus cermat. Untuk mengatasi pH rendah, produsen memanfaatkan bahan tertentu seperti kalsium karbonat.