Ayam kampung genjah, panen umur 60 hari, hemat pakan.

Joko Prawiro mengikat kaki 5 ekor lalu mengaitkan ke timbangan. Perkiraannya tepat, bobot ayam kampung itu 5 kg. Ia gampang mengetahui karena umur ayam itu pas 60 hari. Peternak di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, itu mulai memelihara ayam pada Oktober 2016. Tepat 60 hari kemudian, ia panen perdana dengan bobot rata-rata 1 kg per ekor. Ayam bongsor itu bernama ayam joper, singkatan jowo super.
Ayam kampung jenis lain perlu waktu paling cepat 70 hari untuk mencapai bobot 1 kg. Masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta mengenal ayam joper pada 2010. Sebutan super itu mengacu pada kecepatan tumbuhnya sangat cepat dibandingkan dengan ayam kampung biasa. Kecepatan tumbuh joper dapat mengimbangi ayam sensinak atau seleksi -1 agrinak (baca Trubus Maret 2017). Sejatinya ayam joper bukanlah ayam kampung lokal.
Skala masal
Joper merupakan persilangan antara ayam bangkok dengan ayam layer yang berbulu cokelat. Menurut pengusaha ayam joper di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah, Supriyanto, untuk mendapatkan joper berkualitas, “Peternak harus menggunakan ayam jago bangkok berbobot minimal 4,5 kg, biasa dicapai pada umur 8—9 bulan. Adapun induk betina minimal berumur 35 pekan atau 245 hari,” ungkap pria kelahiaran Sragen 32 tahun silam itu.

Peternak dapat memproduksi sendiri ayam joper. Namun, anakan joper bersifat tidak stabil sehingga tidak dapat dipakai sebagai induk. Untuk mendapat bibit joper kembali, harus menyilangkan lagi pejantan ayam bangkok dengan betina layer. Ayam joper merupakan penyempurnaan dari ayam jabro yang gagal di pasaran. Ayam jabro alias jawa broiler hasil silangan Supriyanto pada 2007.
Ia menyilangkan ayam pejantan kampung dan betina broiler hitam. Sosok jabro mirip ayam kampung, tetapi postur tubuh mirip broiler yaitu berkaki pendek. Pial pun tidak berbentuk mawar, ciri khas ayam kampung. “Dengan penampilan seperti itu, jabro tidak diterima konsumen, meski rasanya sudah sama seperti ayam kampung, yaitu daging empuk sedikit keras,” kata Supriyanto.

Supriyanto tidak patah semangat untuk menemukan ayam kampung unggul. Pada 2010 ia mencoba menyilangkan pejantan ayam bangkok dengan betina layer. Hasilnya sesuai dengan harapan. Sosok ayam baru itu warnanya mirip ayam kampung dengan dominan hitam dan cokelat. Pialnya berbentuk mawar, ciri khas ayam kampung, serta kakinya jenjang. Rasanya pun menyerupai ayam kampung.
Kecepatan tumbuh mengikuti ayam bangkok. Dalam waktu 2 bulan, bobot tubuh mencapai 0,9—1kg. “Ayam kampung biasa, tidak seperti joper. Ia kalah 10 hari, mencapai bobot 0,9 kg pada usia 70 hari,” kata direktur Produksi dan Pemasaran PT Priagung itu. Supriyanto mencari bibit unggul itu berskala massal. Ia memiliki ribuan ayam betina layer dan dewasa (lebih 35 pekan).
Hemat pakan

Supriyanto pun menginseminasi buatan memanfaatkan sperma pejantan ayam bangkok pilihan. Hasilnya sesuai dengan harapan, mendapat ayam bersosok kampung, pertumbuhan cepat, dengan rasa ayam kampung. Rasanya lebih “manis” karena dipanen pada bobot 0,9—1,0 kg, yang merupakan puncak enaknya ayam. Pemakaian induk-induk berusia 35 pekan menyebabkan produksi telur stabil, dan anakan seragam.
Selain itu daya tahan ayam juga kuat sehingga persentase hidup lebih tinggi. Lihat saja Joko Prawiro yang memelihara 1.000 ekor dan memanen 960 ayam. Sebagai pemula, ia cukup puas dengan ayam joper karena tingkat keberhasilan panen mencapai 96%. Sudah begitu rasio konversi pakan (FCR) joper sangat baik, rata-rata 2,3—2,5. Artinya, untuk menghasilkan 1 kg daging ayam, peternak membutuhkan hanya 2,3—2,5 kg pakan.
Bandingkan dengan ayam kampung biasa yang memerlukan 2,7 kg. Dengan demikian peternak menghemat pengeluaran pakan minimal Rp1.400 per ekor (0,2 kg x Rp7.000 = Rp1.400). Peternak yang memelihara 1.000 joper menghemat Rp1,4-juta dalam satu periode budidaya. Selain itu adanya efisensi waktu, menghemat sekitar Rp300, sehingga keuntungan peternak joper minimal Rp1.700 per ekor.

Nilai itu sangat besar karena produksi ayam joper PT Priagung 300.000 ekor per bulan, sehingga menghemat Rp510-juta rupiah per bulan. Yang menarik, PT Priagung membentuk kemitraan untuk memproduksi bibit dan juga peternak pembesar joper. Saat ini mitra produksi bibit DOC 5 orang dan 120 mitra pembesar joper. (Syah Angkasa)