
Segmentasi budidaya vannamei bersalinitas rendah.
Trubus — Setiap pagi sekitar 20—50 pembudidaya udang kerap mendatangi hatchery skala rumah tangga (HSRT) Populer untuk membeli benih udang vannamei. Padahal, tempat penjualan benur itu berjarak sekitar 20 kilometer dari pantai. Lazimnya tempat sejenis di dekat pantai karena pertumbuhan larva udang maksimal dalam kolam yang berisi air laut. Sebetulnya tempat penjualan benur vannamei di Dusun Glugu, Desa Dlanggu, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, itu lokasi pendederan udang.

memproduksi benur
vannamei salinitas rendah sejak 2011. (Dok. Trubus)
Masyarakat setempat menyebutnya dengan istilah pentongkolan. Di tempat itu Aris Setyawan—pemilik HSRT Populer—mengadaptasikan larva Litopenaeus vannamei bersalinitas tinggi (29 ppm) sehingga tahan banting alias adaptif di salinitas rendah (Lihat ilustrasi Pendederan Udang). Itu dilakukan karena air dalam kolam para konsumen bersalinitas rendah 0—5 ppm karena jauh dari laut.
Usaha pendederan itu memudahkan para pembudidaya karena benur siap masuk kolam pemeliharaan tanpa diadaptasikan dahulu. Tentu saja itu menghemat waktu dan tenaga pembudidaya. Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Ir. Suyatmoko, M.M.A., pendederan itu termasuk segmentasi dalam rantai produksi udang dan perlu dikawal pelaksanaanya.
“Pendederan udang itu harus jalan dan harus ada,” kata Suyatmoko. Kawasan pentongkolan udang berada di Kecamatan Glagah yang terdiri dari 4 desa dan sekitar 34 pentongkol. Kawasan itu memasok benur di Lamongan. Beberapa waktu lalu Kabupaten Gresik dan Tuban juga mendapatkan benur dari tempat itu. (Riefza Vebriansyah)