Monday, March 10, 2025

Bila Kontraktor Doyan Koi Setahun Tiga Kali Bongkar Kolam

Rekomendasi

Dari lantai 2 rumah bak istana itu ia menikmati liukan kohaku, sanke, dan showa di kolam koi berkapasitas 60 ton. Paduan warna 9 koi—masing-masing senilai Rp15-juta—Rp93-juta—membangkitkan energi Rido untuk memulai aktivitas setiap hari.

Puas memanjakan mata dari kejauhan selama 15 menit, ayah 3 anak itu turun ke tepi kolam memperhatikan lebih seksama kesehatan kerabat ikan mas itu. Sesekali ia melempar pakan. “Ada kepuasan batin yang tak ternilai. Apalagi saat pakan yang mulai tenggelam diserbu koi. Liukan dan bunyi sibakan air saat mereka berebutan sangat menghibur,” katanya. Dari perebutan pakan itu, Rido mengambil sebuah pelajaran. Nishikigoi—sebutan koi di Jepang—tak pernah baku hantam mempertahankan hidup.

Setelah memastikan semua koi di kolam halaman belakang sehat, Rido beranjak masuk ke ruang tengah. Ia berjalan menuju dinding rumah samping yang terbuat dari kaca tembus pandang. Lagi-lagi terlihat 4 gosanke (kohaku, sanke, showa, red) meliuk-liuk di kolam 12 ton. Kolam itu memang istimewa. Satu sisi dindingnya menyatu dengan dinding rumah yang terbuat dari kaca tebal. “Dari luar seperti melihat dari atas kolam. Sebaliknya, dari dalam seperti melihat akuarium,” katanya.

Gandrung

Keg andrung an Rido pada koi dimulai sejak 1991. Ketika itu seorang teman di Kebonjeruk mengajak Rido ke Indo Koi Centre, salah satu pelopor koi di Indonesia. Ia pun langsung kepincut.

“Warna, gaya berenang, dan sifat koi, cocok dengan sifat-sifat baik yang harus dicontoh manusia,” kata suami Yubiarti Hartadi itu. Tak tanggung-tanggung, 10 koi seharga Rp300-ribu—Rp800-ribu diboyong ke rumah. Sebuah keputusan yang terlalu berani untuk seorang pemula.

Rido tak mau setengah-setengah. Hampir sepekan sekali ia berkunjung ke dealerdealer koi untuk memperkaya pengetahuan dan pengalaman. “Saya heran, warna koi seperti memudar. Tak seperti ketika dibeli,” katanya. Sayang, rasa penasaran Rido tak terjawab selama hampir sebelas tahun. Musababnya, praktikus koi ketika itu cenderung tertutup. Pengetahuan fi lterisasi kolam yang menjadi kunci pemeliharaan hanya dimiliki oleh dealer-dealer besar. Jarang sekali hobiis mendapatkan ilmu itu.

Baru pada 2002 bermunculan dealer koi yang lebih terbuka. “Mereka tak hanya menjual ikan, tapi juga mentransfer pengetahuan. Koi berkualitas hanya dijual pada hobiis yang mempunyai kolam bagus,” katanya. Itu segera dimanfaatkan oleh Rido. Dalam sepekan, bisa 2 kali ia menyempatkan berkunjung ke dealer penyedia koi impor di seputaran Jakarta.

Bongkar kolam

Seiring berjalannya waktu, pengetahuan tentang fi lter pun bertambah. Rido memutuskan untuk membongkar kolam yang kapasitasnya hanya 10 ton menjadi 60 ton. Sistem fi lterisasi ala Singapura yang dipakai diganti dengan sistem vortex (pusaran air, red) yang dikenalkan Peter Waddington pada 1984. Vortex adalah sistem fi lterisasi yang mengandalkan gaya putaran air sehingga kotoran ikan yang lebih berat dari air terkumpul di tengah pusaran dan dibuang melalui backwash.

Sayang cara itu hanya lebih baik dari sistem biasa. “Kejernihan air lumayan membaik, tapi stamina ikan masih kalah jauh dengan yang di dealer,” katanya. Rido pun penasaran sehingga minta saran dari Winarso, pemilik Golden Koi Centre, di Jakarta. Ia pun dianjurkan mengadopsi sistem iseki.

Cara itu mengandalkan masukan air segar terusmenerus sehingga air kolam tetap baru. Setelah di uji coba , diputuskan untuk mengkombi n a s I sistem vortex dan iseki. Total jenderal, sepanjang 2002—2003, Rido membongkar kolam dan sistem fi lterisasi sebanyak 3 kali. Dengan biaya Rp1- juta—Rp1,4-juta per ton, besarnya biaya pembuatan dan bongkar pasang kolam tak dihiraukan oleh Rido. “Yang penting koi saya sehat dan dapat dinikmati dengan jelas,” katanya.

Selain sistem fi lterisasi dan desain kolam, Rido juga sangat memperhatikan ketersediaan oksigen di dalam air. Air dari fi lter masuk kolam setelah melewati 7 undakan. Di bagian lain, air dari fi lter dialirkan dengan 9 pancuran. “Air yang jatuh akan membawa oksigen,” kata pecinta olahraga golf itu.

Cara itu mempunyai keunggulan: gelembung yang terjadi karena air jatuh sedikit, tapi banyak oksigen yang tertangkap. Lazimnya, pancuran dibuat besar sehingga gelembung yang dihasilkan mengganggu mata saat menikmati koi. Yang juga istimewa, oksigen ditambahkan Rido sejak air segar masih di penampungan di lantai 3 rumahnya.

Desain dealer

Pengalaman gonta-ganti sistem fi lterisasi dan desain kolam membuat kelahiran Sumba 46 tahun silam itu kaya pengalaman. Ia pernah dipercaya mendesain kolam untuk Nirwana Koi Centre, sebuah dealer koi terbesar dan termahal di Indonesia. “Kebetulan saya jebolan teknik sipil, maka sistem fi lter itu dipadukan dengan ilmu yang diperoleh,” kata alumnus Institut Sains dan Teknologi Nasional itu. Hasilnya, koi yang berenang di kedalaman 1 m—lazimnya 0,5 m—dapat dinikmati dengan jelas (baca: Kolam Koi Teknologi Jepang, Trubus Agustus 2004, hal 104—105).

Tak hanya kolam untuk dealer koi yang ia rancang. Beberapa sahabat dan rekan yang berniat memiliki koi dibuatkan rancangan kolam. “Tak ada biaya untuk membuat desain dan fi lter. Saya tak ingin pengalaman buruk yang saya alami terulang orang lain. Belajar pelihara koi tak harus mengemis,” kata komisaris PT Daya Cipta itu. Toh, membuat desain itu seperti melukis. Batin terasa puas bila hasil karya cocok dengan pemesan.

Saat Trubus berkunjung ke rumahnya Agustus 2005, Rido tengah merancang sebuah kolam berkapasitas 140 ton. Ia berencana membongkar kolam 60 ton miliknya akhir tahun. “Koleksi saya terus bertambah, ukuran kolam harus diperbesar,” katanya. Harap mafh um, saat ini beberapa koi milik Rido harus “indekos” di dealernya masing-masing karena keterbatasan tempat. Bahkan, sebagian di antaranya ia berikan kepada sahabat dan rekanan bisnis sebagai hadiah.

Kelak, jika kolam 140 ton itu terwujud, rutinitas Rido mengamati liukan kohaku, sanke, dan showa bakal bertambah lama. Jika kini ia hanya meluangkan waktu 15 menit, kolam baru yang volumenya dua kali lipat itu akan kian menyita waktu, memperlama masa-masa pemanjaan mata di pagi hari. (Destika Cahyana)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Anak Muda Berbisnis Hidroponik

Trubus.id–Ahmad Ardan Ardiyanto memanen 25—30 kg selada hijau setiap hari. Ardan—sapaan akrabnya—menjual hasil panen ke tiga toko sayur dan...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img