Trubus.id— “Permintaan madu bisa dua kali lipat ketika bulan puasa dan pekan liburan,” kata peternak lebah trigona di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Teguh Waluyo. Pemilik Prawita Garden itu menuturkan, bulan puasa menjadi momen masyarakat peduli kesehatan dan kebugaran.
Mengonsumsi madu trigona salah satu upaya masyarakat menjaga kesehatan dan kebugaran. Teguh relatif sulit memenuhi permintaan yang melonjak saat puasa. Kapasitas produksi baru sekitar 30 liter madu per dua bulan.
Produksi itu berasal dari 60 log (batang kayu tempat koloni lebah). Permintaan sejatinya 2—3 kali lipat lebih banyak daripada produksi. Oleh karena itu, Teguh berencana menambah 30 log untuk memenuhi permintaan.
Menurut Teguh harga madu sangat stabil. Pada Maret 2023 menjelang puasa Ramadan harga madu nirsengat di tingkat peternak mencapai Rp150.000 per 200 ml dan Rp300.000 per 500 ml.
Menurut Teguh biaya produksi bergantung lokasi budidaya. Budidaya di lahan hutan negara hanya bermodal log dan perizinan. Peternak tidak perlu menganggarkan biaya pakan. Ukuran lebah trigona relatif kecil, hanya 3,7—5 mm menyebabkan mampu mengambil nektar di bunga yang kecil sekalipun.
Lebah tanpa sengat seperti Apis cerana atau Apis melifera tak mampu menjangau nektar di bunga yang relatif kecil. Ukuran tubuh kedua Apis itu relatif besar, 20—30 mm. Ayah dua anak itu mengatakan, biaya produksi lebih mahal jika budidaya di lahan masyarakat pasalnya ada sistem bagi hasil.
Padahal, petani yang lahannya digunakan untuk budidaya lebah sejatinya diuntungkan, karena persentase terbentuknya buah melonjak 80—85 %. Lebah, termasuk trigona, membantu penyerbukan beragam tanaman.
Jika bagi hasil 80:20, artinya mesti ada alokasi 20% dari hasil penjualan untuk pemilik lahan. Namun, hitung-hitungan Teguh ongkos produksi sekitar 30% dari harga jual. Artinya, jika harga jual Rp150.000 per 200 ml, perkiraan ongkos produksi Rp50.000.
Peternak trigona di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, Willy juga merasakan lonjakan permintaan madu trigona saat bulan puasa. “Peningkatan permintaan untuk wilayah Kepualauan Bangka Belitung sekitar 20% dibandingkan dengan bulan lain,” kata pria berumur 47 tahun itu.
Permintaan lazimnya juga melonjak saat musim liburan. Willy beternak lebah trigona di lahan 2.700 m2 sejak 2015. Willy meletakkan 60 log masing-masing setinggi log 70 m (topping 10 cm) dan lebar 30 cm.
Ia menggunakan log kayu meranti atau jati. Jarak antarlog maksimal 2 m. Willy memanen 1 liter madu lanceng berselang 2—3 bulan dari sebuah log. Jumlah log relatif banyak memungkinkan Willy panen setiap bulan dengan pengaturan tertentu.
Selama ini ia memanen rata-rata 20 log setara 20 liter madu per bulan. Harga jual Rp150.000 per kemasan 250 ml. “Permintaan bisa 50—100 liter per bulan dari langganan,” kata Willy. Ada pula permintaan tambahan 10—20 liter dari salah satu reseller. “Namun, permintaan tambahan tidak rutin, biasanya selang 2—3 bulan,” kata pemilik Madu Krisna itu.
Willy melihat bisnis madu trigona masih berprospek bagus dan terus berkembang pada masa mendatang. Di lahan berketinggian 50 meter di atas permukaan laut itu tumbuh aneka spesies seperti bunga kertas, bunga air mata pengantin, dan mangga.
Bunga aneka tanaman itulah yang menjadi sumber pakan bagi lebah trigona agar produksi berlanjut. Jadi, Willy hanya menyediakan rumah lebah. Selebihnya lebah yang berproduksi madu. Selain itu Willy juga membuka kebun itu untuk agrowisata. Saat musim liburan banyak pengunjung ke kebun dan membeli madu di tempat.