Penggunaan mulsa untuk budidaya tanaman menguntungkan para petani karena meningkatkan produksi sekaligus mencegah gulma dan hama.
Trubus — Ribuan letus atau lettuce tumbuh subur di lahan seluas 5.000 meter persegi di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tanaman keluarga kenikir-kenikiran itu makin memanjakan mata karena tumbuh di lubang mulsa plastik hitam perak. Total populasi 2.000 tanaman berjarak 15 cm x 15 cm. Pekebun letus itu, Dede Darmawan, menggunakan mulsa plastik hitam perak agar kualitas optimal.

Pekebun sayuran sejak 2013 itu mengatakan, menanam letus tanpa mulsa menyebabkan bobot menurun. Apalagi ketika musim hujan tiba, percikan air membuat tubuh letus busuk. Oleh karena itu, Dede harus membuang daun-daun terluar. Imbasnya bobot panen pun turun hingga 40%. Keruan saja hal itu merugikan petani. Setelah menggunakan mulsa plastik hitam perak untuk letus pada 2019, hasil panen melonjak.
Lebih ekonomis
Menurut Dede setelah menggunakan mulsa, tanaman hijau segar. Bobot rata-rata 300—500 gram per tanaman. Dari luasan 5.000 meter persegi Dede memanen 600—1.000 kilogram dengan masa panen 40 hari. Bandingkan dengan tanpa mulsa, volume panen hanya 360—600 kg. Tanpa mulsa panen bobot 40% lebih rendah. Harga jual selada Rp8.000—Rp17.000 per kilogram.
Pekebun berumur 28 tahun itu menuturkan, kelebihan lain menggunakan mulsa lebih ekonomis. Investasi rata-rata Rp700.000 untuk 1.000 m2. Tanpa menggunakan mulsa hasil panen berpotensi menurun. “Belum lagi gangguan gulma, ketika penyiangan letus rentan tercabut karena gangguan akar gulma,” kata Dede. Menurut Dede tanpa menggunakan mulsa biaya penyiangan bisa mencapai Rp500.000 per pekan.
Biaya hari orang kerja perempuan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Rp35.000. Tiap pekan wajib menyiangi gulma agar hasil optimal. Menggunakan mulsa memang menghendaki investasi lebih mahal pada awal budidaya. Dede memerlukan investasi Rp3,5 juta untuk membeli mulsa plastik. Namun, mulsa bisa awet minimal setahun atau 3—4 kali budidaya.
“Jika pemakaian apik, mulsa berkualitas baik bahkan bisa bertahan hingga 5 tahun,” kata Dede. Alumnus Jurusan Agribisnis Universitas Suryakancana itu mengatakan, budidaya tanpa mulsa menghendaki olah tanah, sehingga biaya produksi makin membengkak. Biaya tenaga kerja untuk olah tanah Rp60.000 per hari per orang. Petani sejak 2013 itu mengatakan, kelebihan lain penggunaan mulsa adalah mencegah perongrong tanaman.
Pantulan sinar matahari dari mulsa plastik hitam perak akan mengarah pada tanaman. Itu efektif mencegah hama yang hendak menempel ke tanaman dan relatif aman untuk tanaman dewasa. Demikian pula penyakit tular tanah akan tercegah. Dede menyarankan petani juga harus menyiram lebih intensif saat tanaman masih kecil untuk mencegah transpirasi berlebih yang mempengaruhi pertumbuhannya.
Optimal

Menurut Marketing Consultant PT Hidup Baru Plasindo, Anand Yulianto, kekuatan mulsa dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari bahan baku produk. Produk yang menggunakan bijih plastik asli lebih awet dibandingkan dengan produk dengan campuran plastik daur ulang. Pria yang berdomisili di Surakarta, Jawa Tengah, itu mengatakan, tip memilih mulsa dengan melihat kesesuaian label dan produk. “Mutu pada label dan kualitas produk harus sesuai, antara lain bobot dan ketebalan mulsa,” katanya.
Adapun faktor eksternal dipengaruhi oleh alam dan perlakuan petani. Anand mencotohkan, di dataran tinggi Dieng, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, ketinggian mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut. Tekanan angin tinggi sehingga mulsa dengan kualitas kurang optimal rentan hancur. “Banyak kasus dalam sebulan saja mulsa sudah hancur,” katanya.
Anand menyarankan menggunakan mulsa minimal 35 mikron. Produk kreasi perusahaannya dengan merek Bell terbukti adaptif di dataran tinggi. Perlakuan lain yang bisa menurunkan nilai guna mulsa adalah aplikasi pestisida dengan bahan kandungan cuprum atau tembaga. Makin sering aplikasi makin menurunkan daya guna. Menurut Anand penggunaan mulsa ekonomis. Hanya perlu penambahan sekitar 30—40% dari biaya produksi. Namun, itu sepadan dengan hasil akhir yang diperoleh petani.

Baru Plasindo. (Dok. Pt Hidup Baru Plasindo)
Penelitian Mia Herumia dari Program Studi Agroteknologi, Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah, membuktikan, penggunaan mulsa plastik hitam perak terbukti meningkatkan bobot segar daun. Bobot segar daun mencapai 66,72 gram, itu berbeda nyata dibandingkan dengan selada menggunakan mulsa plastik transparan yang hanya 60,05 gram (baca: Satu Mulsa Tiga Kali Pakai halaman118—119).
Menurut Mia penggunaan mulsa plastik hitam perak lebih efektif mengendalikan gulma di petak percobaan, sehingga menghindarkan dari persaingan faktor tumbuh tanaman antara selada dan gulma. Warna perak pada mulsa plastik hitam perak dapat memantulkan sinar matahari yang dapat meningkatkan proses fotosintesis sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. (Muhamad Fajar Ramadhan)