Pada 15 Agustus 2009 mereka menjadi juri kontes Reptil X di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Dua tahun terakhir pamor reptil di tanahair memang menjulang. Buktinya frekuensi kontes meningkat di berbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Reptil lain seperti kadal, gecko, dan kura-kura kini mengekor popularitas ular
Dua reporter Trubus Lastioro Anmi Tambunan dan Tri Susanti tak menyia-nyiakan kedatangan mereka di Jakarta. Wells dan Rainer ramah melayani pertanyaan mereka. Apalagi bagi Don Wells, nama majalah Anda ini bukan asing lagi. Maklum sejak 1973 ia melanggani Trubus. ‘Saya membaca Trubus jauh sebelum kalian lahir,’ kata Wells dengan mimik serius. Berikut petikan wawancara yang berlangsung di dekat rindang pohon angsana pada sebuah malam.
Bagaimana Anda melihat perkembangan reptil di Indonesia?
Don Wells (D): Saya lihat semakin banyak hobiis di Indonesia memelihara reptil. Mereka kebanyakan generasi muda. Jenis-jenis yang dipelihara tampak beragam, meski mayoritas adalah ular.
Rainer Scholz (R): Semarak memelihara reptil itu sudah terasa sejak 2 tahun terakhir. Itu suatu yang bagus untuk mengubah pola pikir masyarakat. Selama ini masyarakat takut reptil seperti ular dan kadal. Dulu saat bertemu ular, mereka akan menangkap lalu membunuhnya. Dengan naiknya tren reptil di Indonesia diharapkan generasi muda bangsa ini menghargai kekayaan dan keindahan alam milik mereka.
Apakah kontes turut andil memicu tren reptil itu?
D: Kontes memang memacu semangat hobiis memelihara reptil. Di kontes beragam kepentingan seperti saling tukar informasi dan berkenalan antarsesama hobiis dapat terjadi. Selama kontes itu berlangsung adil, perkembangan reptil akan berjalan ke arah yang lebih baik. R: Adanya kontes memacu hobiis untuk lebih meningkatkan kualitas reptil mereka.
Baru saja Anda menjadi juri. Bagaimana kualitas reptil di kontes?
D: Luar biasa, di sini pemilik merawat klangenannya dengan baik. Kadal gila monster dan ular gaboon viper kelihatan sisiknya sangat bersih. Penampilan keduanya sehat. Itu terlihat dari kulit bersih dan mengkilap serta lidah tidak sariawan sehingga memberi nilai tambah. Sayang, hanya sedikit hobiis yang membiakkan reptil itu. Padahal, bila disilangkan kemungkinan besar muncul keturunan yang unik, meski itu lebih banyak ditentukan faktor genetik.
R: Corak-corak unik di kontes semuanya impor. Namun, ular asli hasil pembiakan Indonesia tak kalah menarik. Sayang, ada saja ular yang terlihat kurus.
Boleh jadi hobiis belum tahu aturan pakan dan dosis yang sesuai. Semakin besar sebaiknya pakan yang diberikan juga besar. Contoh seekor anakonda dewasa diberi pakan anjing setiap 2 pekan
Anda eksportir yang sering berhubungan dengan pemerintah. Bagaimana peran pemerintah dalam memajukan perkembangan reptil? D: Pemerintah sebaiknya lebih sering memberikan pendidikan pada masyarakat untuk mencintai dan merawat binatang dengan baik. Selain itu, perlu peraturan jelas tentang jenis-jenis yang boleh dipelihara. Contoh pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan peraturan yang membatasi hobiis memelihara ular besar. Sebab, ular besar berpotensi menyerang anak kecil dan menimbulkan kerusakan.
R: Pemerintah Eropa lebih liberal. Di sana hobiis lebih bebas memelihara beragam jenis reptil. Bahkan memelihara ular berbisa pun, hobiis tak perlu izin khusus. Berbeda di Amerika Serikat yang mensyaratkan izin khusus, apalagi untuk memelihara atau menjual ular berbisa.
Bagaimana perkembangan reptil di luar negeri
D: Di Amerika Serikat memelihara reptil berlangsung sejak 1970-an. Bahkan di sana reptil menjadi industri besar yang menguntungkan. Banyak hobiis membentuk komunitas sesuai reptil yang dipelihara seperti komunitas dart frog dan kura-kura. Munculnya komunitas-komunitas itu juga terjadi di negara-negara Uni Erop
R: Industri reptil jelas berada di Amerika Serikat. Di sana banyak pembiak yang rajin mencetak motif baru. Di Eropa memelihara reptil – berukuran kecil seperti colubrid (kingsnake dan milksnake, red) dan poison dart frog – merupakan hobi murni. Itu pula yang tampak di Jerman. Memelihara reptil berukuran kecil tidak banyak makan tempat, selain jenis-jenis itu cocok dipelihara di negara 4 musim. Jarang hobiis memilih ular besar seperti python yang butuh hawa panas sehingga perlu alat tambahan berbiaya besar
Bagaimana dengan penyelenggaraan kontes di luar negeri?
R: Berdasarkan pengamatan, di Eropa tidak ada kontes melainkan pameran. Di Jerman, misalnya, hampir setiap bulan digelar pameran besar. Di sana tempat bertemu pedagang, hobiis, dan kolektor.
Mungkinkah Indonesia mencetak reptil bercorak baru?
R: Untuk menjadi industri besar seperti di Amerika Serikat butuh keragaman suhu yang tinggi. Keragaman suhu Amerika Serikat tinggi karena adanya gurun, savana, dan daerah bersuhu dingin. Beberapa reptil berhabitat di gurun. Daerah seperti itu tidak ada di Indonesia. Oleh karena itu untuk mendapatkan corak baru lebih baik memang impor kemudian dibiakkan.
Bagaimana perkembangan reptil 5 tahun mendatang?
D: Peminat reptil akan terus bertambah. Apalagi bila hobiis mulai rajin membiakkan reptil sehingga tidak kalah dengan hobiis di Amerika Serikat. Soal harga tidak akan kendala bagi sebagian besar kolektor di Indonesia. Perkembangan itu tentu didukung adanya kontes. Agar reptil maju juga perlu dukungan pemerintah, terutama peraturan jenis-jenis yang dapat dipelihara dan perdagangan reptil yang jelas.
Tren memelihara reptil berkembang selama hobiis mau merawat klangenannya dengan baik. Begitu pula muncul corak dan warna unik impor atau pun dari jenis yang ada di alam. ***