Pisang unik yang multifungsi, untuk olahan dan konsumsi segar

“Boleh saya coba pisangnya? Kalau enak, saya beli,” ujar Adelia Anastasia kepada pedagang buah bibit buah di Suanluang, Thailand. Adelia, langsung mencicipi dan terkesan dengan citarasanya. Rasa manis yang lembut langsung terasa di lidah saat mencecap daging buahnya. Tanpa tawar-menawar, beberapa anakan tanaman pisang itu segera pindah ke tas besar Adelia. Kejadian 3 tahun lalu itu muasal Adelia memiliki koleksi pisang unik yang sebagian pehobi buah menyebutnya jari buddha atau tangan dewa.
Sejak melihat si tangan dewa di pameran, kolektor tanaman hias itu memang tidak berniat membeli pisang hias, melainkan pisang buah. Menurut Adel, sosok pisang itu berbeda dengan pisang pada umumnya. Kulit buah dempet sehingga sesisir pisang terlihat seperti jari-jari tangan yang sedang berdoa. Lantaran bentuk itulah, pisang itu dikenal masyarakat internasional dengan praying hand banana. Citarasanya sangat mirip dengan pisang kepok membuat tangan dewa dapat dikonsumsi secara segar maupun olahan.
Keluarga kepok

Ahli pisang dari Balai Penelitian Buah, Solok, Sumatera Barat, Dr Agus Sutanto membenarkan kedekatan karakter tangan dewa dengan jenis pisang kepok. “Praying hand salah satu kultivar pisang yang berasal dari Filipina. Disebut praying hand karena sisirnya mengatup seperti dua telapak tangan yang bersatu,” kata Agus. Masyarakat Filipina menyebut pisang itu inabaniko atau benedetta. Kemiripan keragaan tanaman dengan pisang kepok menyebabkan inabaniko dikelompokkan ke dalam satu subgrup dengan kepok yaitu subgrup Saba,” ujarnya. Menurut Agus asal mula keunikan bentuk kultivar itu kemungkinan dari persilangan atau mutasi secara alami.
Agus mengatakan pisang jari buddha tumbuh setinggi 5 m jika ditanam di tanah, sosoknya lebih kecil jika tumbuh di pot. Daunnya hijau mengilap dengan panjang sekitar 1 m. Ia termasuk tanaman berumah satu, dengan bunga jantan terpisah bunga betina pada tanaman yang sama. Penyerbukan biasanya dibantu oleh serangga seperti semut, lebah, dan burung. “Buah atau “jari-jari” dibentuk pada lapisan yang disebut sisir atau “tangan” yang terdiri dari 10–20 buah. Satu tandan berisi 10 pasang karena 2 sisir yang berposisi atas bawahnya melekat,” ujar Agus. Buah lazimnya matang dengan kulit tanpa membelah. Perubahan warna hijau ke kuning dalam 2–3 bulan.

Untuk mengetahui buah siap panen, termasuk mudah. Adelia memanen pisang saat beberapa sisir mulai keluar semburat kuning. “Ditunggu sampai banyak pisang yang berwarna kuning juga bisa, tetapi itu berarti buah harus segera dikonsumsi atau diolah,” ujarnya. Jika buah terlalu matang akibat terlambat panen, tekstur daging sangat lunak. Tingkat kemanisan memang bertambah, tetapi kondisi tidak segar lagi. Saat diolah pun hasilnya tidak bagus lantaran banyak mengandung air.
Pertumbuhan praying hand cukup cepat dan kuat. “Asalkan ditanam di tanah lembap dan banyak air, pisang itu terjaga baik pertumbuhannya. Namun, jangan sampai tanah itu terlalu becek atau jenuh air karena menyebabkan akarnya membusuk. Selama 3 tahun memiliki praying hand, tanamannya aman dari serangan hama penyakit. “Paling sering kutu putih yang menyerang buah, tetapi tidak berbahaya. Ia hanya menempel di bagian kulit luar dan tidak sampai mengganggu kualitas daging buah. Tinggal dibersihkan dengan kain saja, buah siap dikonsumsi,”kata Adelia.
Kulit kemerahan

Josia Lazuardi di Rumpin, Kabupaten Bogor juga mengoleksi pisang unik, yakni barangan merah. Tanaman berasal dari pekebun tanaman buah di Medan, Sumatera Utara, 4 tahun silam. Josia awalnya tidak memperhatikan secara khusus lantaran mengira hanya barangan biasa. Ia memperlakukan sebagai tanaman pelindung bibit durian. Saat itu ia baru menanam durian di kebun.
Saat pohon durian mulai besar, tanaman pisang ditebang dan dicabut. Beruntung, Josia masih menyisakan beberapa tanaman yang ternyata istimewa. Saat memanen, barulah ia mengetahui keistimewaan pisangnya. “Buahnya sangat manis, beraroma harum, dan tidak berbiji. Disebut barangan merah karena dagingnya berwarna kuning kemerahan, lazimnya kuning,” ujar Josia. Secara umum, produksi dan ukuran buahnya tidak berbeda dengan pisang barangan kuning. Bentuk buah melengkung dengan ujung meruncing. Kulit buah tebal berwarna kuning kemerahan berbintik cokelat.

Agus Sutanto mengatakan, dengan pertumbuhannya yang sangat cepat dan terus-menerus, membuat produktivitas tinggi. Tanaman menghasilkan satu tandan berisi 6—9 sisir (setiap sisir berisi 14—16 buah) dengan bobot per tandan 12—16 kg. Ia menyukai tumbuh di iklim tropis yang hangat dan lembap. “Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan. Di sentra-sentra produksi suhu optimum untuk pertumbuhan sekitar 27° C, dan suhu maksimumnya 38° C. Di dataran tinggi daerah ekuator, pisang tak dapat tumbuh pada ketinggian di atas 1.600 m dpl,” ujarnya. Walaupun begitu, pisang ini sangat menarik sehingga mulai banyak orang yang berusaha menanamnya dengan membuat semirip mungkin dengan habitat aslinya.
Sampai kini Josia belum terpikir untuk mengembangkan pisang itu untuk tujuan komersial. Selama ini, ia merawat tanpa perlakuan khusus. Pemupukan NPK dilakukan 2 kali setahun, dengan menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan air. Hasilnya, pertumbuhan pisang tetap terjaga baik. Ia mengatakan sesekali memang terjadi serangan penyakit jamur yang menyebabkan daun mengecil. Namun, hal itu tidak sampai mengancam kehidupan tanaman pisang. Dengan penyemprotan fungisida, masalah itu dapat diatasi dan tanaman tetap menghasilkan buah berkualitas prima. (Muhammad Hernawan Nugroho)