Trubus.id – Pada 2024, terdapat lonjakan drastis pada kejadian pneumonia di Indonesia. Korban penyakit infeksi saluran pernapasan itu mencapai 188 jiwa dari 1.278 kasus. Artinya, kondisi itu naik hampir empat kali lipat dibandingkan dengan kejadian pada 2023 yang memakan korban sebanyak 53 jiwa dari 330 kasus.
Menurut dokter dan herbalis di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, dr. Prapti Utami, M.Si., pneumonia menyerang orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah.
Adapun kondisi itu biasanya menjadi perhatian bagi masyarakat berumur kurang dari dua tahun dan lebih dari 65 tahun (lansia). “Tidak menutup kemungkinan pneumonia menyerang seseorang dengan usia produktif, apalagi dengan riwayat Penyakit Paru Obstruktif Menahun atau PPOM,” ujar Prapti.
Kondisi-kondisi lain yang dapat memperbesar potensi seseorang terkena pneumonia yakni orang dengan autoimun dan gangguan saluran pernapasan lain.
Sesuai Riset
Prapti menjelaskan, pneumonia merupakan gangguan saluran pernapasan bawah, tepatnya terjadi peradangan akibat mikroorganisme pada paru-paru. “Bisa virus, parasit, bakteri, atau jamur. Gejalanya itu demam tinggi, kemudian kesulitan bernapas atau istilahnya napas dalam sampai akhirnya terjadi cekungan yang cukup dalam di perut atas,” tutur dokter alumnus Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, itu.
Sejauh ini, pengobatan pneumonia memanfaatkan antibiotik konvensional. Adapun alternatif lain yang potensial yakni menggunakan tanaman herbal.
Riset Indah Sulistiyawati, Muhammad Falah, dan Ari Dwi Nurasih menyatakan, ekstrak daun sambilata (Andrographis paniculata) berpotensi sebagai antibakteri penyebab pneumonia. Periset dari Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto dan Universitas Jenderal Soedirman itu menyatakan bahwa ekstrak daun sambilata dengan konsentrasi 25%—100% mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif itu sebanyak 5,8 mm—7 mm.
“Sebagai herbalis atau penyehat atau orang-orang yang bergerak di bidang herbal, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana kita tetap berperan di dalam upaya promotif yakni meningkatkan kesehatan dan upaya preventif dengan mencegah penyakit,” kata Prapti.
Ia pun sepakat daun sambilata bermanfaat untuk pasien pneumonia. Tentu, pemanfaatan sambilata itu dengan dosis atau takaran berbeda tergantung usia dan kondisi kesehatan setiap pasien, terkhusus terkait pencernaan.
Anak-anak usia dua tahun dapat menggunakan dua daun tanaman anggota famili Acanthaceae itu. “Orang dewasa dapat diberikan 2,5 bahkan 10 gram daun sambiloto yang direbus dengan 5 gelas air hingga tersisa 2 gelas air dan dikonsumsi pagi dan sore,” tutur Prapti.
Tak hanya sambilata, bumbu dapur pun dapat dicampurkan ke dalam rebusan daun sambilata untuk menambah khasiat, seperti rimpang kunyit (Curcuma domestica) dan rimpang jahe (Zingiber officinale).
“Kelebihan tanaman obat atau herbal dalam mengatasi berbagai penyakit karena dalam satu komponen herbal itu bisa meningkatkan daya yang utama,” kata Prapti.
Menurut riset Ruth Nova Mardiana dan Nestri Handayani, sambilata mengandung berbagai senyawa aktif yakni andrografolid, neo-andrografolid, panikulin, serta mineral seperti kalium, kalsium, dan natrium.
Sambilata juga mengandung flavonoid, asam kersik, dan kadar kalium yang cukup tinggi. Periset dari Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, itu menyatakan bahwa dari berbagai riset sebelumnya pun banyak yang membuktikan potensi sambilata sebagai antiinflamasi, antidiabetes, antimalaria, antibakteri, dan immunomodulator.
Silakan beri tahu jika Anda ingin versi ini disesuaikan lagi untuk keperluan tertentu, misalnya publikasi majalah, jurnal ilmiah, atau artikel berita daring.
