Hamparan sawah luas membentang bermandi jerami usai panen. Batang padi yang semula berjasa menopang bulir-bulir gabah itu kini teronggok tak bernilai. Kebanyakan petani membakar begitu saja atau bahkan membuangnya. Pada 2010, Departemen Pertanian memperkirakan lahan sawah se-Indonesia bakal menghasilkan 84-juta ton jerami. Padahal masih terbuka potensi mengolah jerami menjadi pakan ternak, pupuk organik, bahan bakar padat, cair, bahkan gas.
Gas dari jerami? Ya, mengapa tidak. Itu kreasi Soelaiman Budi Sunarto, warga Kota Surakarta, Jawa Tengah. Ia merancang kompor yang mampu menghasilkan gas dari berbagai bahan organik seperti jerami, sekam, klobot atau kulit jagung, serbuk gergaji, sampai kulit durian dan rumput kering. Ukuran tangki menentukan lama nyala kompor. Semakin besar tabung, semakin banyak bahan baku tertampung sehingga nyala semakin tahan lama. Sebuah blower sentrifugal berdaya listrik 25 W memasok udara segar agar bahan baku terus menyala.
Kompor kreasi Budi membangkitkan gas metana dari pembakaran bahan baku. Bahan baku yang membara menghasilkan uap air, karbon dioksida, tar alias aspal, fenol, dan metana. Metana lebih ringan dari udara dan tidak larut dalam air. Makanya, Budi memisahkan gas itu dengan memasukkan asap hasil pembakaran bahan baku ke dalam tabung berisi air. Selain memisahkan metana, air itu juga mendinginkan kompor sehingga memperkecil risiko ledakan. Saat dibakar, gas metan menghasilkan api biru, tidak kalah dengan nyala elpiji Pertamina.***