Trubus.id — Pencemaran pestisida memicu para petani beralih ke sistem budidaya organik. Persentase petani organik di Kabupaten Goesan, Provinsi Chungbuk, tertinggi di Korea Selatan.
Lee Do Eun terkenang pada masa kecil. Ia dan masyarakat lain di desanya minum air dari sungai yang jernih dan bersih. Lee lahir dan tumbuh di salah satu desa di Kabupaten Goesan, Provinsi Chungbuk, Korea Selatan.
Desa itu ditempuh sekitar 2,5 jam bermobil dari Seoul, ibukota Korea Selatan. Namun, keadaan berubah ketika masyarakat menggunakan pestisida kimia untuk bercocok tanam pada era 1970.
Praktik itu menyebabkan polusi. Akibatnya masyarakat tidak lagi mengambil air sungai untuk minum dan kebutuhan lain. Oleh karena itu, pada 1980-an Lee pun beralih ke budidaya organik.
“Salah satu kewajiban petani adalah melindungi lingkungan,” katanya saat menjadi pembicara pada acara 2022 ALGOA Organic Leadership Masterclass di Goesan. Tanpa menggunakan pestisida kimia, Lee pun merasa lebih aman dan bahagia di ladang. Ia tak khawatir kesehatannya terganggu.
Dukungan pemerintah
Gerakan pertanian ramah lingkungan pertama di Korea Selatan bermula di Goesan. Desa Nunbisan merupakan yang pertama memulai pertanian organik pada 1969. Lee menuturkan, ketika beralih ke sistem organik mengalami kendala.
“Produksinya turun, minimnya penyedia input mikro untuk tanah, serta serangan hama dan penyakit,” katanya.
Pemerintah setempat tak membiarkan Lee dan petani lain terjebak dalam kesulitan. Saat itu pemerintah Goesan mendukung upaya Lee berorganik. Pemerintah memberikan subsidi ke petani organik.
Secretary of Solmae Farm yang juga petani organik, Ha Tae Im, menuturkan, “Pemerintah memberikan subsidi sekitar 30% untuk input pertanian seperti pupuk organik bagi petani organik.” Jika harga pupuk organik di pasaran Rp100.000, petani hanya membayar Rp70.000, sedangkan sisanya akan dibayarkan oleh pemerintah.
Selain itu Koperasi Organik Hansalim yang fokus pada perniagaan organik mendampingi para petani untuk melindungi kedaulatan pangan. Koperasi itu memberi kesempatan bagi petani transisi dari sistem konvensional ke organik agar tetap bisa menjual produknya.
Peralihan dari budidaya konvensional ke organik memang sulit dan perlu waktu. “Butuh waktu sekitar 10—15 tahun untuk memperbaiki tanah sehingga hasil produksinya sama seperti pertanian konvensional. Namun, di daerah tropis bisa lebih cepat, sekitar 3 tahun,” kata Lee.
Sejak 2000 pemerintah Goesan makin aktif mempromosikan pertanian organik dan berinvestasi secara sungguh-sungguh dalam kegiatan itu. Bahkan, Goesan merupakan kabupaten pertama yang memperkenalkan konsep Manajemen Publik Organik (MPO) di Korea Selatan.
Dalam konsep itu pemerintah mengontrol sistem pangan organik. Konsep MPO juga melindungi produsen organik dan produknya, membiarkan petani fokus pada produksi tanpa mengkhawatirkan pasar.
Di situlah peranan koperasi organik seperti Hansalim dan Heuksarang yang mencari pasar. Itulah sebabnya Goesan mendeklarasikan sebagai kabupaten organik dengan dukungan kebijakan nasional dan kepala daerah pada 2012.
“Dukungan pemerintah, khususnya pemerintah lokal, memang sangat penting dalam meningkatkan pertanian organik,” kata Soekirman, duta organik Asia. Dukungan yang dimaksud bisa dalam bentuk subsidi maupun kebijakan dalam pertanian organik. Hal itu sudah terbukti di Goesan, Korea Selatan dan Sikkim, India.
Pusat organik
Goesan merupakan pusat organik di Korea Selatan. Bahkan saat ini, koperasi petani dan konsumen organik besar seperti Hansalim dan iCoop memiliki basis produksi di Goesan.
Pemerintah juga membangun pusat penelitian pertanian organik seperti Heuksalim Research Institute di kabupaten berpopulasi lebih dari 38.000 jiwa itu. Lembaga riset itu mempromosikan penelitian dan membantu petani dengan teknologi inovatif terbaru.
Wajar jika banyak petani konvensional yang beralih ke sistem organik. Akibatnya jumlah petani organik di Goesan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Korea Selatan.
“Jumlah petani organik di Goesan 5,5%, sedangkan rata-rata petani organik di Korea Selatan hanya 3%,” kata Secretary General Organizing Committee 2022 IFOAMGoesan International Organic Expo, Ban Ju Hyeon.
Goesan juga menjadi pusat utama pertanian organik di Asia dengan pendirian kantor The International Federation of Organic Agriculture (IFOAM) Asia, The Asian Local Goverments for Organic Agricluture (ALGOA), dan Pusat Pendidikan dan Penelitian Organik IFOAM. Jaringan Organisasi Petani Organik Antarbenua (INOFO) juga terdaftar di Kabupaten Goesan.
Pada 2015, Goesan membuat sejarah di dunia organik melalui penyelenggaraan pameran organik internasional yang mendatangkan 1,08 juta pengunjung selama total 24 hari. Dalam pameran itu 264 perusahaan (190 perusahaan lokal dan 74 perusahaan internasional) yang terkait industri organik ikut berpartisipasi.
Ban Ju Hyeon optimis jika pameran organik yang akan berlangsung pada 30 September—16 Oktober 2022 itu akan lebih menarik dan ramai dibandingkan dengan ekshibisi 2015. Pada pameran itu juga akan diselenggarakan metaverse expo organik pertama di Korea.
Metaverse expo merupakan permainan bertani organik sebagai pelajaran untuk anak-anak. Sederhananya pelajaran budidaya organik yang dikemas dalam bentuk permainan. Dengan begitu pertanian organik akan makin dikenal dan diminati sejak dini. Harapannya jumlah petani organik pun makin meningkat. (Rosy Nur Apriyanti)