Trubus.id – Di tengah dominasi profesi urban, Sandi Febrianto, pemuda asal Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, memilih jalur berbeda. Ia menekuni dunia pertanian meski berlatar belakang pendidikan teknik sipil dari Universitas Diponegoro.
Keputusan Sandi menjadi petani tak lepas dari ketertarikannya pada teknologi. Ia menggabungkan ilmu modern dengan praktik pertanian melalui sistem budidaya hidroponik.
Sayuran yang ia tanam antara lain sawi, lolorosa, kangkung, bayam, dan romaine lettuce. Semua tanaman itu dibudidayakan dalam tiga rumah tanam seluas 500 meter persegi.
Ketiga rumah tanam milik Sandi memiliki kapasitas antara 8.000 hingga 10.000 lubang tanam pembesaran. Ia menggunakan sistem nutrient film technique (NFT) untuk memastikan nutrisi, oksigen, dan air tersedia optimal bagi akar tanaman.
Selain NFT, Sandi juga menerapkan sistem rakit apung untuk beberapa jenis sayuran. Sistem ini merendam akar tanaman dalam larutan nutrisi sepanjang waktu agar penyerapannya maksimal.
Ketinggian larutan dalam sistem rakit apung biasanya sekitar 20 cm dan cocok untuk tanaman seperti kangkung. Bak atau kolam menjadi media utama dalam metode ini.
Tak berhenti di situ, Sandi juga mengembangkan hidroponik vertikultur. Sistem vertikal ini bertujuan menghemat lahan sekaligus menjadi sarana edukasi pertanian bagi pengunjung kebunnya.
Ia sengaja mengombinasikan berbagai teknik agar kebunnya berfungsi sebagai tempat pembelajaran sistem hidroponik. Sayuran hasil panen dijual ke pasar swalayan dan konsumen tetap.
Dari usaha itu, Sandi meraup omzet hingga puluhan juta rupiah per bulan. Pendapatannya bertambah berkat toko pertanian yang menjual perlengkapan hidroponik dan sarana produksi.
Ia juga menjual perangkat vertikultur skala rumahan serta menawarkan jasa pembuatan rumah tanam. Kini, Sandi mempekerjakan tiga orang: dua di kebun dan satu menjaga toko.
Seluruh capaian itu diraih dalam waktu relatif singkat sejak pertengahan 2019. Sandi, yang lahir pada 27 Februari 1996, memulai usahanya dari pekarangan rumah sendiri.
Pohon mangga di pekarangan ditebang demi membangun rumah tanam kecil-kecilan. Dengan modal awal Rp1,8 juta, ia membuat sistem hidroponik berisi 250 lubang tanam.
Setelah 3—4 bulan menabung, ia menambah kapasitas menjadi 400, lalu 1.000, dan terus berkembang. Setiap peningkatan dilakukan dari hasil keuntungan usaha sebelumnya.
Saat usahanya mulai terlihat, Sandi bergabung dengan komunitas hidroponik. Komunitas itu pula yang membukakan akses ke pasar swalayan dan memperluas jaringan pemasaran.
Kini, kapasitas produksi rumah tanamnya mencapai 10.000 lubang tanam. Semua itu ia capai berkat ketekunan dan perencanaan yang matang sejak awal.
“Melihat usaha itu jangan besarnya dahulu, tetapi bagaimana usaha itu dimulai,” kata Sandi. Menurutnya, jika usaha dimulai dengan fokus dan terencana, masalah modal akan mengikuti.