Tuesday, March 4, 2025

Hikayat Dokter Pohon

Rekomendasi

Pohon nyatoh Palaquium obtusifolium itu tumbuh menjulang di pelataran sebuah tempat rekreasi di tepi Jakarta. Umur pohon baru 40 tahun dan berdiameter sepelukan orang dewasa. Dr. Ir. Lina Karlinasari, M.ScF. dan tim dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) memeriksa kesehatan pohon anggota famili Sapotaceae itu. Mula-mula ia mengamati pohon dari pangkal batang, akar, hingga bagian atas sembari berjalan mengelilingi pohon.

Pemakaian tomografi untuk mendeteksi kesehatan pohon. Pembangkitan gelombang bunyi melalui pemukulan palu elektronik di batang pohon.

Alumnus Goettingen University, Jerman, itu memukulkan malet—palu berlapis karet—di permukaan batang pohon yang sekilas tampak kokoh. Itu cara sederhana mendeteksi kesehatan pohon. Jika pemukulan itu menghasilkan bunyi lembut, berarti batang pohon masih solid alias kuat. Celakanya pemukulan justru menghasilkan bunyi nyaring. Hal itu mengindikasikan batang pohon berlubang.

“Kami curiga dengan hasil pemantauan awal,” kata Lina mengisahkan pemeriksaan pada beberapa tahun lalu itu. Itulah sebabnya tim lantas memasang perangkat tomografi di ketinggian 130 cm dari permukaan tanah. Tujuannya untuk memastikan kesehatan pohon nyatoh itu. Alat yang terhubung dengan komputer itu berfungsi untuk mengecek kondisi kesehatan nyatoh melalui rambatan gelombang bunyi.

Lina menuturkan, Prinsip kerjanya seperti ultrasonografi (USG) untuk memantau janin dalam kandungan. “Kami memasang 12 sensor atau transduser. Namun, jika diameter pohon kecil bisa memasang 8 atau 10 sensor,” kata Lina. Peranti mutakhir itu kemudian mengonversi rambatan gelombang bunyi menjadi citra gradasi warna (tomogram). Warna itulah yang menggambarkan kondisi pohon.

Dr. Ir. Lina Karlinasari, M.ScF. anggota tim pendeteksi kesehatan pohon dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Hasil pencitraan menampilkan warna biru. Artinya terjadi pembusukan lanjut (advanced decay) hingga adanya lubang di bagian dalam batang pohon. Berdasarkan analisis tomogram, Lina dan tim mengetahui proporsi bagian pohon yang sehat atau solid maupun rusak. Melalui citra itu pula, Lina dan tim menyimpulkan bahwa pohon nyatoh itu diduga telah terserang organisme pengganggu tanaman yang menyebabkan lubang di dalam batang.

Lubang besar dalam batang itu keruan saja mengurangi kekokohan, meningkatkan risiko roboh karena luasan yang diduga berlubang itu mencapai lebih dari 80%. Para periset pun menyarankan agar pengelola objek wisata segera menebang pohon. Kalau di hutan, pohon rusak hingga tumbang tidak menjadi masalah. Persoalannya, pohon itu berada di lokasi wisata sehingga membahayakan pengunjung.

Ahli Silvikultur dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar.

Oleh karena itu, pemeriksaan pohon penghijuan di perkotaan harus rutin. Tujuannya agar kesehatan pohon terus terpantau sehingga tidak membahayakan manusia. Ahli Silvikultur dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, mengatakan, pemantauan tetap diperlukan sejak penanaman. Interval pemantauan 3—4 bulan sekali pada awal penanaman. Namun, pemantauan pohon dewasa cukup 1—2 kali setahun.

Iskandar yang menjabat Ketua Masyarakat Arborikultur Indonesia (MarI) itu memberi beberapa catatan kesalahan pengelolaan pohon di perkotaan, seperti menutup rapat perakaran hingga ke batang. Pemasangan paving blok idealnya tetap memperhatikan ruang tumbuh pohon, berkisar 3—5 kali diameter pohon.

“Kesalahan lain adalah teknik pemotongan cabang pohon yang keliru. Akibatnya bekas titik pangkas tidak dapat sembuh dan meninggalkan lubang sumber masuknya patogen,” kata Iskandar.

Ketua Klaster Riset Arborikultur IPB, Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M.S. mengatakan, gairah masyarakat menanam pohon memang sangat tinggi. Banyak gerakan yang mendorong masyarakat untuk menanam pohon. Sayang, hal itu tidak diimbangi kesadaran merawat pohon. Dodi menjelaskan, kejadian pohon tumbang di Kota Bogor, Jawa Barat, yang menewaskan 5 orang, membangunkan kesadaran masyarakat untuk merawat pohon.

Prof. Dr. Ir. Dodi Nandika, M.S. menginisiasi berdirinya Masyarakat Arborikultur Indonesia pada November 2017.

Bentuk kesadaran itu antara lain beberapa lembaga penelitian mengedukasi masyarakat agar mampu memeriksa kesehatan pohon. Selain itu beberapa lembaga juga membeli alat sonic tomography untuk mendeteksi kesehatan pohon yang telah menyumbangkan oksigen bagi kehidupan.

Menurut Lina kepemilikan peranti mutakhir itu masih terbatas di Indonesia. Ia menyebut tiga lembaga yang memilikinya termasuk Fakultas Kehutanan IPB. Perlengkapan deteksi pohon milik Fakultas Kehutanan IPB terbilang lengkap. Selain tomografi, lembaga itu juga memiliki alat microdrilling resistance. Lina menuturkan, pengujian kesehatan pohon dengan microdrilling atau bor kecil untuk melengkapi data hasil evaluasi visual seluruh batang pohon.

Contoh periset curiga adanya lubang atau lapuk di bagian tertentu. Mata bor elastis pada peranti itu hanya berukuran 2 mm. Penguji akan menembakkan mata bor ke dalam bagian pohon—dapat mencapai panjang 45 cm. Alat itu memberikan data berupa tingkat kerapatan kayu realtif.

Tim pemeriksa itu memang mengandalkan beragam alat untuk mendeteksi kesehatan pohon di perkotaan. Dengan peranti lengkap para periset itu mampu menemukan batang yang keropos, salah satunya akibat serangan rayap. Dodi Nandika dan tim Klaster Riset Arborikultur pernah menangani klien di Jakarta dan Tangerang, Provinsi Banten. Di sana, mereka menemukan pohon yang terserang rayap Macrotermes gilvus. Ahli entomologi hutan itu mengatakan, rayap merusak jaringan mati di permukaan pohon.

“Mereka biasanya membuat liang kembara (termite tunnels) di permukaan batang pohon yang diserangnya,” kata Dodi. Sejatinya rayap Macrotermes gilvus tidak begitu membahayakan pohon. Seragannya juga mudah diteksi karena di permukaan pohon. Menurut Dodi, rayap lain jenis Coptotermes curvignathus lebih membahayakan. Serangga anggota famili Rhinotermitidae itu merusak bagian dalam batang pohon sehingga tak tampak dari luar.

Setelah mendeteksi kesehatan pohon, para periset itu mencari bagian yang mengalami kerusakan. Untuk pengendalian mereka merekomendasikan berdasarkan tingkat kerusakan. Misalnya jika pohon berlubang mereka menyarankan untuk menutup dengan poliuretan atau resin. “Penambalan mencegah masuknya patogen ke dalam batang sehingga memperkecil risiko pelapukan,” kata Dodi.

Tim deteksi kesehatan pohon itu pernah menangani klien di Jakarta Selatan. Sebanyak 32 pohon—kebanyakan kihujan Samanea saman dan flamboyan Delonix regia—yang

Mendeteksi kesehatan pohon dengan teknik mata bor mikro.

mengalami luka. Kedalaman luka ada yang 5 cm, bahkan 30 cm. Dodi menduga pelapukan akibat pemangkasan yang keliru—meski lubang juga bisa terjadi serangan serangga. “Arah bidang pemangkasan kurang miring ke arah pangkal batang sehingga air atau kotoran tertahan pada bidang pemangkasan dan mendukung pertumbuhan patogen,” ujar Dodi.

Mereka memang tidak ubahnya dokter yang menentukan tingkat kesehatan beragam pohon. Oleh karena itu, usai pemeriksaan “dokter pohon” pun membuat rekam medis setiap pohon. Lina dan tim banyak menangani deteksi kesehatan pohon di berbagai instansi antara lain hotel, instansi pemerintah, kompleks perumahan, perusahaan, kedutaan besar, dan objek wisata.

Iskandar Z. Siregar mengatakan, biaya pemeriksaaan kesehatan pohon relatif antara lain tergantung jumlah pohon yang akan diperiksa. Makin banyak jumlah pohon, maka biaya pemeriksaan per pohon makin murah. Selain itu jenis pohon juga menentukan biaya. Guru besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor itu membandingkan, memeriksa pohon mahoni dan beringin karet tentu berbeda biayanya.

Harap mafhum, mahoni Swietenia mahagoni berbatang tunggal sehingga pengecekan kesehatan lebih cepat dan mudah. Sebaliknya satu pohon beringin karet Ficus elastica terdiri atas banyak batang yang membentuk rumpun. Itulah sebabnya pemeriksaan kesehatan pohon anggota famili Moraceae itu lebih pelik. Batang di bagian dalam rumpun lebih sulit dijangkau sehingga waktu pendeteksian lebih lama.

Tim Arborikultur Institut Pertanian Bogor memeriksa kesehatan pohon di sebuah kedutaan besar di Jakarta.

Iskandar menyebutkan biaya pemeriksaan kesehatan sebuah pohon beringin karet di Amerika Serikat, misalnya, mencapai Rp15 juta. Namun, pemeriksaan sebuah pohon tunggal seperti mahoni relatif murah, Rp2 juta. Mahal? Belum tentu, sebab tanpa pemeriksaan kondisi kesehatan pohon tidak terpantau. Jika sewaktu-waktu pohon tumbang, manusia atau bangunan di sekitarnya terancam bahaya.

Flamboyan Delonix regia rentan serangan rayap Coptotermes curvignathus sehingga mudah lapuk.

Menurut Dodi keberadaan pohon di perkotaan amat penting. “Pohon memiliki fungsi sebagai ameliorasi iklim, kegunaan arsitektur, penunjang keindahan, bahkan berperan sebagai bagian dari sejarah kota,” kata Dodi. Itulah sebabnya peran arboris—orang yang memahami kesehatan pohon dan penanganannya—juga diperlukan. Dodi Nandika dan rekan menginisiasi pendirian MarI pada November 2017, antara lain untuk melatih para calon arboris.

Pohon penghijauan di perkotaan harus dipantau secara periodik.

Keberadaan mereka bagai hikayat—kisah tentang kehebatan atau kepahlawanan seseorang lengkap dengan kesaktiannya. Kehebatan para dokter pohon itu mampu mendeteksi kesehatan pohon dengan berbagai peranti dan penanganannya. Pada masa lampau sebuah hikayat dibacakan sebagai hiburan atau pelipur lara. Namun, kini hikayat dokter pohon diperlukan untuk merawat pabrik oksigen.

Menaksir Nilai Pohon

Berapa nilai sebuah pohon? Ahli lanskap perkotaan dari Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ir. Hadi Susilo Arifin, Ph.D., mencontohkan sebuah pohon randu di kampus yang berdiri pada 1 September 1963 itu bernilai Rp7 miliar. Lingkar pohon Ceiba pentandra itu amat besar, perlu lima orang untuk memeluk batangnya. Guru Besar Fakultas Pertanian IPB itu menghitung nilai pohon dengan metode International Shading Trees Evaluation Method (ISTEM).

Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin ahli lanskap perkotaan dari Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor.

“ISTEM menghitung luas penampang batang setinggi dada kali kelas pohon kali kualitas pohon kali US$40,” ujar doktor Lanskap Ekologi alumnus Okayama University, Jepang, itu. Menurut Hadi nilai pohon ditentukan oleh diameter batang setinggi dada, usia, kualitas, kelas, lokasi tumbuh, serta nilai historis atau sejarah yang kemudian dikonversikan dalam nilai uang.

Hadi mengatakan, ISTEM merupakan metode untuk mengevaluasi pohon perkotaan atau peneduh, bukan pohon di hutan. Dalam perhitungan itu terdapat lima kelas pohon dengan nilai berbeda. Sebagai gambaran beringin yang kokoh dengan tajuk melingkar, daun tidak gugur sepanjang tahun termasuk kelas 1 dengan nilai 100%. Sebaliknya palem—apa pun jenisnya—karena sifat keteduhannya kecil maka termasuk kelas 4 (pengali 40%). “Makin besar atau kokoh pohon, makin besar nilainya,” kata Hadi.

Peneliti berprestasi Kementerian Riset dan Perguruan Tinggi pada 2011 itu mengatakan, dengan menghitung nilai pohon maka maka kita dapat mengasuransikannya. “Kalau pohon tumbang satu maka kota rugi berapa? Jika pohon tumbang maka asuransi yang akan membayar. Tentu saja perawatan rutin harus dilakukan,” ujar Hadi. Asuransi pohon tak ubahnya asuransi pada manusia.

Dengan demikian maka tidak adil jika sebuah pohon beringin berumur 50 tahun yang ditebang diganti dengan tiga pohon berumur tiga bulan, misalnya. Sebab, nilai pohon berbeda. Selain itu dengan mengetahui nilai pohon, maka masyarakat juga tidak sembarangan menebang meski pohon itu milik sendiri sekalipun. Sebab ketika hidup pohon itu menghasilkan oksigen untuk banyak orang. (Sardi Duryatmo)

Previous article
Next article
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tip agar Tidak Mudah Lemas Saat Puasa

Trubus.id–Perbanyak konsumsi sayuran, buah, dan herbal sesuai fungsi dan dosis yang dianjurkan membuat badan bugar dan tidak mudah lemas...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img