Vaksin mencegah serangan penyakit koi herpes virus pada ikan mas.
Trubus — Isyarat serangan penyakit maut Koi Herpes Virus (KHV) itu berupa ikan mas melakukan gerakan tidak terkontrol, kadang aktif dan kadang diam. Ikan sering megap-megap sehingga acap muncul di permukaan air. Selain itu terdapat bintik merah dan bintik putih dekat insang akibat nekrosis atau kematian jaringan. Itu pula yang terjadi ketika 400 induk ikan mas mati di kolam milik Atep Dedi Kurnia S.P., M.M.
Jadilah 3 kolam berair deras berukuran masing-masing 4 x 12 m kosong tanpa penghuni. Menurut Atep yang juga Kepala Bidang Perikanan Budidaya, Dinas Perikanan Kabupaten Bandung, Jawa Barat, serangan KHV lazim terjadi ketika suhu turun drastis misal dari 24°C ke 20°C. Sebetulnya Atep bisa mencegah untuk mencegah kematian induk akibat infeksi KHV.
Teruji
Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si, Ardana Kurniaji, dan tim dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, berhasil menciptakan vaksin untuk menanggulangi KHV. Menurut Sri Nuryati penggunaan vaksin DNA anti-KHV GP-25 meningkatkan imunitas pada induk, telur, dan benih ikan mas. Peneliti menyuntikkan 12,5 μg per 100 gram ikan plasmid pmBA GP-25 yang dilarutkan dalam 1 mL phosphate buffer saline (PBS) di bagian dorsal ikan.
Penelitian pada 2017 itu menunjukkan perlakuan 60 hari prapijah adalah hasil terbaik lantaran memiliki antibodi tertinggi pada telur dan benih. Terjadi peningkatan aktivitas fagositik sebagai imunitas nonspesifik hingga 30 hari pascavaksin. Kemudian dilanjutkan peningkatan antibodi sebagai imunitas spesifik. Artinya ada pola yang saling mendukung dan melengkapi antarimunitas.
Keuntungan lain memvaksinasi induk yaitu telur yang dihasilkan memiliki kekebalan lebih tinggi. Dampaknya derajat penetasan telur pun tinggi. Laju pertumbuhan harian benih dari induk tervaksinasi juga lebih tinggi. Itu karena adanya pengaruh imunitas maternal yang ditransfer induk ke benih. Kehadiran imunitas maternal mengurangi penggunaan nutrien sehingga dapat difokuskan untuk pertumbuhan.
Kelangsungan hidup benih ikan mas 7—28 hari setelah tebar dari induk tervaksinasi lebih tinggi daripada kontrol. Kelangsungan hidup benih 14 hari pada kelompok A yakni 62,22%, kelompok B (67,78%), dan kelompok C (84,44%). Sebelum riset itu Sri juga menguji vaksin DNA anti-KHV di lapangan bekerja sama dengan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa Barat, pada 2016.
Riset Sri Nuryati, Asep Akmal Aonullah, dan rekan itu mengungkapkan perendaman vaksin DNA anti-KHV terbukti meningkatkan respons imunitas benih ikan mas terhadap infeksi KHV. Perlakuan terbaik adalah pemberian 1.3×109 CFU/L vaksin DNA KHV whole cell bacteria selama 30 menit ke dalam air berisi 800 benih ikan mas 30 hpt /L.
Menurut Sri vaksin DNA lebih efektif mengatasi virus pada ikan. Alasannya ikan memiliki pertahanan spesifik sehingga dapat membentuk antibodi yang bekerja khusus melawan virus itu. Memiliki imunitas spesifik berarti ikan mempunyai sel memori. Dengan sel memori itu ikan membentuk antibodi yang menghalau serangan KHV. Begitu seterusnya jika KHV menyerang. Dengan kata lain pemberian vaksin DNA antiKHV untuk ikan mas cukup sekali ketika pembenihan. Bisa diberikan lagi ketika masa pembesaran agar lebih maksimal.
Ekonomis
Total jenderal hanya dua kali pemberian vaksin selama budidaya. Berbeda dengan udang yang memiliki sistem imunitas nonspesifik sehingga tidak memiliki sel memori. Artinya jika pembudidaya memberikan vaksin kepada udang mesti berkali-kali. Keunggulan lain vaksin DNA yakni tidak menimbulkan risiko infeksi, mudah dikembangkan dan diproduksi, serta bersifat stabil dan mampu mengaktivasi sistem kekebalan humoral dan seluler.
Selain itu vaksin DNA juga, “Harganya relatif murah,” kata Sri. Alasannya vaksin itu diproduksi melalui perbanyakan DNA bakteri yang mengandung gen itu. Cara itu lebih murah dibandingkan dengan memperbanyak virus utuh dengan kultur sel. Sri menghitung biaya vaksin DNA kurang dari Rp100 per ekor sehingga masih ekonomis bagi peternak. Atep pun berminat menggunakan vaksin DNA dengan syarat tingkat kelangsungan hidup alias survival rate (SR) lebih dari 90—95%.
Saat ini vaksin DNA anti-KHV belum diproduksi massal. Namun Sri mempersilakan jika ada pembudidaya yang ingin menguji coba vaksin itu. Sejatinya vaksin DNA produk rekayasa genetika. Meski begitu berdasarkan riset Sri dan rekan penggunaan vaksin itu aman. Kehadiran vaksin DNA inovasi Sri dan tim adalah yang pertama di Indonesia. Penelitian vaksin DNA lazim di mancanegara. (Riefza Vebriansyah)