Trubus.id—Pria asal Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Ikhwan dinobatkan sebagai salah satu dari 10 penerima penghargaan Kalpataru 2023 kategori perintis lingkungan.
Pencapaian itu puncak jerih payah Iwan Dento—panggilan akrab Muhammad Ikhwan. Ia menghabiskan waktu selama 12 tahun sebagai pemerhati lingkungan yang menolak penambangan di karst Rammang-rammang, Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.
Rammang-rammang memiliki bentang alam eksotik yang dikelilingi pegunungan karst. Terdapat gua-gua purbakala dan memiliki sejumlah satwa endemik Sulawesi. Salah satunya monyet hitam sulawesi (Macaca maura) atau dalam bahasa lokal dikenal dengan dare.
Pada 2007—2009, lokasi itu masuk dalam pemetaan sebagai kawasan tambang batu gamping dan marmer. Saat itu ada tiga perusahaan tambang yang mengantongi izin eksplorasi dan eksploitasi. Bahkan ada satu perusahaan yang membangun pabrik dan menambang karst untuk dijadikan marmer.
Hal itu mengetuk hati Iwan Dento untuk aktif menggaungkan gerakan menolak tambang. Musababnya aktivitas itu berdampak buruk bagi keberlanjutan lingkungan di daerah itu.

Bagi Iwan perjuangan itu bukanlah perkara mudah. Ia kerap mendapat intimidasi dari perusahaan dan warga yang mendukung penambangan. Di sisi lain ia juga mendapat iming-iming kekayaan yang berlimpah jika mau menghentikan aksinya.
“Tantangan terbesar sebenarnya dari masyarakat sendiri yang tidak sepenuhnya ingin tambang dihentikan,” kata Iwan. Alasannya mereka mendapatkan dampak ekonomi dari tambang itu.
Perusahaan juga membujuk karena menanamkan modal cukup besar. “Jika saya mau, bisa saja saya menerima uang yang jumlahnya pasti tak sedikit,” kata alumnus Fakultas Dakwah, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, itu.
Melalui perjuangan panjang baik aksi maupun negosiasi, Iwan bersama warga dan beberapa organisasi lingkungan berhasil mengubah kondisi itu. Pada 2013, pemerintah Kabupaten Maros akhirnya mencabut izin ketiga perusahaan tambang itu.

Setelah itu ada 10 izin tambang yang juga dibatalkan oleh pemerintah. Semua tambang kecil milik warga juga ditutup. Tantangan berikutnya yakni mencari mata pencaharian ekonomi alternatif bagi masyarakat.
Maka ia dan tim mengembangkan sektor wisata lantaran Rammang-rammang menjadi tujuan wisata meski masih terbatas. Wisatawan hanya para peneliti dan orang-orang tertentu yang memiliki minat khusus. Sejak itu ia membentuk wadah yang disebut Masyarakat Ekowisata Rammang-rammang yang berpusat di Kampung Berua.
Iwan Dento terus berbenah. Pada 2015 wisata Rammang-rammang resmi dibuka. Tak disangka pengunjung mencapai puluhan ribu orang setahun berkat dukungan promosi di media sosial. Iwan Dento membawa wisata karst masyhur hingga mancanegara.
Pria berumur 43 tahun itu aktif mendorong peraturan daerah tentang perlindungan kawasan karst di Sulawesi Selatan. Selain membantu mengelola wisata, ia juga menginisiasi sejumlah kegiatan lain seperti pengelolaan sampah, konservasi sungai, mengembangkan kuliner lokal, dan sistem pertanian organik.
Advokasi yang dilakukan Iwan juga mengantarkan Kawasan Karst Rammang– rammang mendapatkan penghargaan sebagai UNESCO Global Geopark pada September 2023. Kawasan itu merupakan kawasan karst terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.