Klon unggul MCC 01 dan MC 02 menandai kembali bangkitnya petani kakao Luwu Utara.
Sosok yang didambakan para petani kakao itu akhirnya datang. Namanya kakao masamba. Keistimewaan masamba ukuran buah relatif besar. Petani di Desa Salulemo, Kecamatan Baebunta, Provinsi Sulawesi Selatan, Halim Marjani, mengatakan setiap kg terdiri atas 11—13 buah. Artinya bobot rata-rata kakao masamba mencapai 70—90 gram per buah.
Bandingkan dengan bobot kakao lain, sekilogram terdiri atas 20—23 per buah atau separuh bobot kakao masamba. Halim Marjani yang mengebunkan masamba menuai 2,8 ton biji kakao kering per ha. Sebelumnya ia membudidayakan kakao varietas sulawesi 1 dan 2 dan menuai 2 ton per ha. Potensi produksi kakao masamba sejatinya mencapai 3 ton per hektare.
Kulit kasar
Karena keunggulan masamba, Halim menambah luasan lahan untuk membudidayakan kakao masamba. Pada 2012 ia menanam varietas itu 1,5 hektare sekarang menjadi 3 hektare. Jarak tanam 3 m x 3,5 m sehingga populasi mencapai 900 pohon per ha. Menteri Pertanian merilis varietas masamba pada 2014 Varietas itu terdiri atas dua klon yakni MCC-01 dan MC-02.
Peneliti dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Provinsi Jawa Timur, Dr Agung Wahyu Susilo SP MP, mengatakan bahwa kini lebih banyak petani yang menanam MMC-02. Namun, klon MMC-01 tetap berkualitas unggul. “Walau jenis MMC-01 masih rentan hama penggerek busuk buah kakao, tetap unggul dari sisi produksi. Kekurangan itu dapat diatasi dengan perawatan tanaman dan pencegahan organisme pengganggu tanaman,” ujar Agung.
Produksi klon MCC-01 86,26 buah per pohon, 39,9 biji per tongkol, produksi rata–rata 3,3 kg per pohon atau 3.672 kg per hektare per tahun. Adapun produksi klon MCC-02 rata–ratanya 2,82 kg per pohon atau 3.132 kg per ha per tahun. Ukuran biji kedua varietas itu lebih besar daripada varietas lain yang telah dilepas. Pada MCC-01 bobot per biji kering mencapai 1,75 gram, sedangkan MCC-02 mencapai 1,61 gram.
Klon MCC-01 memiliki ukuran buah yang besar, permukaan kulit buah kasar, warna buah hijau muda, dan saat masak berubah hijau kekuningan. Adapun buah MCC-02 berukuran sedang, permukaan kulit buah halus, warna buah merah tua mengilap, dan warna buah masak merah kekuningan. Menurut petani di Kecamatan Baebunta, Luwu Utara, Musallim Sinalla, perbedaan tekstur permukaan kulit itu mempengaruhi kerentanan serangan hama.
“Saat terjadi gejala serangan hama penggerek buah, kulit buah MCC-02 yang halus menyebabkan telur itu cepat hilang saat terkena air hujan atau disemprot dengan air. Kakao MCC-01 yang kasar tidak segera hilang dan jika dibiarkan bisa membuat buah dan tanaman menjadi sakit,” ujar anggota Forum Petani kakao Luwu Raya itu. Musallim Sinalla menanam MMC-02 karena tahan hama penggerek buah kakao.
Perawatan
Selain itu, menurut Mursalim MCC-02 juga tahan penyakit vascular streak dieback atau penyakit yang menyerang pembuluh kayu dan tahan penyakit busuk buah akibat Phytophthora palmivora. “Dari segi kemampuan produksi, MCC-01 lebih unggul dibandingkan dengan MCC-02,” kata petani sejak 2008 itu. Musallim beralih menanam MMC-02 pada 2012 setelah melihat tanaman rekannya, Andi Mulyadi, yang tetap sehat. Padahal, saat itu kakao petani lain sedang menderita serangan hama penggerek buah.
Perawatan tanaman klon masamba itu lebih mudah daripada jenis lain. Petani kakao di Desa Bumiharapan, Kecamatan Baebunta, Irja, mengatakan bahwa klon MCC-02 tahan terhadap serangan hama penyakit. Dengan demikian petani menghemat biaya pembelian pestisida. “Waktu masih memakai jenis terdahulu, kalau tanaman tidak disemprot pestisida seminggu sekali saat musim hujan, jangan harap bisa panen. Pasti terserang hama atau penyakit,” kata Irja.
Sekarang Irja menyemprotkan pestisida hanya saat serangan berat dan itu juga jarang terjadi. Menurut Muallim MCC-02 juga tahan terhadap genangan air. Ia membuktikan saat musim hujan, tanamannya tetap sehat, sedangkan jenis lain pasti mulai muncul cendawan dan sakit akibat terendam air lebih dari 3 hari. Mereka menganjurkan penanaman dengan jarak tanam 4 m x 4 m sehingga tidak saling tumpang tindih antar cabang dengan tanaman di sebelahnya.
Menurut Agung Wahyu Susilo klon MCC-01 dan MC-02 hasil seleksi dari kakao jenis lokal oleh petani Kabupaten Luwu Utara. MCC-01 yang dikenal oleh masyarakat dengan nama M-01 ditemukan oleh Mukhtar pada 2001. Mukhtar petani di Desa Lara, Kecamatan Baebunta. Adapun MCC-02 di kalangan pekebun kakao dikenal dengan nama M-45 ditemukan oleh Andi Mulyadi dan M. Nasir di Desa Tingkara, Kecamatan Malangke, Kabupaten Luwu Utara .
MCC ditemukan pada 2001 dan 2006 baru dapat diakui sebagai klon unggulan oleh pemerintah pada 2014 lantaran petani tidak bersemangat membudidayakan kakao pada 2010.
Menurut kepala Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Imran, saat itu harga kakao jatuh dan banyak petani beralih ke jenis tanaman perkebunan lain seperti kelapa sawit dan vanili. Namun, harga kakao yang mulai membaik membuat petani kembali mengebunkan kakao. Puslitkoka meriset klon itu selama 3 tahun dan mendapatkan hasil produksi yang stabil. Pemerintah kemudian merilis sebagai klon unggul. (Muhammad Hernawan Nugroho)