Penampilan nan cantik dibarengi rasa istimewa. “Hm, benar-benar manis dan renyah,” komentar salah seorang rekan yang mencicipi. Para juri Lomba Buah Unggul Nasional Trubus 2003 pun satu kata. King rose apple itu ditabalkan sebagai juara pertama kategori jambu air mengalahkan citra dan mekarsari 2.
Syzygium aqueum koleksi JK Soetanto, penggemar tanaman buah di Jakarta Selatan itu memang pantas menyandang gelar terbaik. Sosok besar, berbobot 200—250 g per buah, dengan bentuk seperti segitiga samasisi. Daging buah tebal, padat, bertekstur halus, tidak berserat, dan renyah meski cukup berair.
Itu semua dibalut kulit berwarna merah muda yang mulus merata. Rasa manis cukup menggigit. “Tingkat kemanisan mencapai 14o briks bila dipetik benarbenar matang,” tutur Soetanto.
Ketat
Jambu air introduksi dari Taiwan itu sebenarnya bersaing ketat dengan citra. Yang disebut terakhir sedang naik pamor sejak diberitakan menjadi komoditas andalan ekspor Thailand. Di Negeri Gajah Putih, citra bersalin nama menjadi thongsamsi.
Kala penjurian, citra dijagokan oleh Drs Hendro Soenarjono, juri wakil kalangan pengamat buah-buahan. Namun, 3 juri lain menilai jambu air yang juga dikirimkan oleh Soetanto itu kalah manis ketimbang king rose apple. Citra harus puas di posisi ke-2 dengan nilai 1 angka terpaut di bawah sang pemenang. Di peringkat ke-3, ada jambu air mekarsari 2 alias MS-2 asal Taman Buah Mekarsari, Cileungsi, Bogor.
Ketiga anggota famili Myrtaceae itu berhasil menyisihkan 11 kontestan lain dalam kategori jambu air yang dikirim dari berbagai daerah. Para juara memang layak diunggulkan. Perawatan intensif yang dilakukan pemilik terbukti mampu mengantarkan mereka ke puncak tangga juara.
Hasil sambung
Dengan alasan kualitas prima pula Soetanto mengembangkan king rose apple sejak 2000. “Apalagi prospek pasarnya sangat baik,” tegas pemilik PT Bogatani itu. Total populasi mencapai 2.000 pohon di lahan seluas 8 ha di Subang dan 60 pohon di Bogor. Memasuki 2003 produksi dari 2 kebun mulai merambah pasar.
King rose apple juga menghias halaman rumah di kawasan Ciputat, Jakarta Selatan. Saat Trubus berkunjung ke sana, tanaman berumur 3 tahun sarat buah. Menurut ayah 2 anak itu, king memang cukup produktif. Dalam setahun ia 3 kali berbuah dengan produksi 250 buah per pohon.
King rose apple yang dikirimkan kepada panitia LBUN 2003 berasal dari kebun di Bogor. Tanaman di sana merupakan hasil replanting varietas yogya. “Meski produktivitas cukup tinggi, mencapai 300—400 buah/pohon, yogya kurang manis,” tutur Soetanto. Tanaman berumur 3 tahun itu lantas dipangkas. Tunas baru yang muncul lalu disambung dengan varietas king. Dengan cara itu, hasil panen bisa dinikmati 1 tahun setelah sambung.
Citra ditunggu pasar
Citra pemenang ke-2 juga berasal dari kebun di Bogor. Sama seperti king rose apple, ia pun hasil sambungan langsung di lahan menggantikan varietas yogya. Di kebun itu ada 70 citra. Populasi lebih banyak terdapat di Subang, yaitu 1.750 pohon di lahan 7 ha.
Jambu air hasil eksplorasi Dr Mohamad Reza Tirtawinata di Anyer, Banten, itu juga rajin berbuah. Ia berbuah 3 kali setahun. Setiap musim dipanen 300—400 buah per pohon. Bobot per buah 150—200 g.
Selain berukuran besar, penampilan buah berbentuk lonceng itu sangat menggiurkan. Kulit mulus mengkilap dengan warna merah menyala. Daging buah tebal, padat, kering, tekstur halus, dan hampir tak berbiji. Sayang, rasabuah yang dikirim ke panitia LBUN 2003 tidak seragam. Prof Dr Sri Setiati Harjadi, juri wakil kalangan akademisi mendapati rasa buah tawar. Padahal, menurut Prakoso Heryono, penangkar di Demak yang aktif mengembangkan citra, di musim kemarau, kadar kemanisan jambu air itu menembus angka 18o briks.
Dengan kualitas seragam, citra dari kebun Soetanto dinanti beberapa pasar swalayan di Jakarta. Label harga Rp15.000/kg masih lebih murah dibanding citra asal Thailand yang mulai menyerbu pasar lokal. Di salah satu toko buah di Jakarta, citra impor itu dijual Rp30.000—Rp35.000/kg.
Hasil tabulampot
Penampilan mekarsari 2 tak kalah cantik. Buah mulus mengkilap dengan warna hijau semburat merah. Daging buah putih, tebal, halus, tidak berserat, dan renyah. Rasanya manis segar dengan kandungan air cukup tinggi. Biji kecil, bahkan ada yang tanpa biji. Sayangnya, buah hasil panen pertengahan November 2003 itu tidak sebesar king atau citra. Bobotnya hanya 70—80 g/buah.
Menurut AF Margianasari, kepala Bagian Produksi Buah di Taman Buah Mekarsari (TBM), kehadiran mekarsari 2 bagai tamu tak diundang. Ia terselip di antara beragam jambu air hasil eksplorasi di seputaran Bogor pada 1996. “Ketika itu kami menyangka itu jenis camplong. Apalagi bibit cangkokannya terselipdi antara bibit camplong dan lilin hijau,” ungkap Riris, panggilan akrab Margianasari. Namun, setelah berbuah di pot setahun kemudian, ternyata penampilan buah beda. Kalau camplong agak gepeng, mekarsari 2 justru berbentuk lonceng.
Karena dianggap varietas baru, tanaman pun diperbanyak secara cangkokan. Sampai saat ini, sudah ratusan bibit diperbanyak dan dipotkan. Ternyata, minat hobiis untuk memilikinya pun tergolong besar. Saat digelar acara lelang tabulampot pada 1998, beberapa peserta berani membayar Rp 2-juta—Rp 3-juta untuk 1 pot sarat buah.
Mekarsari 2 memang menarik dipotkan. Ia berbuah di bagian batang utama, bukan menghiasi pucuk-pucuk tanaman seperti layaknya jambu air lain. Dengan begitu, buah hijau dengan bibir merah itutampak jelas dari berbagai sudut pandang. Kelebihan lain, buah tak gampang rontok akibat goyangan angin.
Ia juga relatif cepat berbuah. Dengan bibit cangkokan, tanaman berbuah mulai umur 1 tahun. Produksi perdana sekitar 20—30 buah setara 2—4 kg. Pada umur 7 tahun, produksi pohon induk mekarsari 2 mencapai 150 buah setara 10—15 kg. (Fendy R Paimin)