Friday, December 1, 2023

Kaong dan Puan Serupa tapi Berbeda

Rekomendasi
- Advertisement -

Bedanya, Philippine Coconut Authority-Albay Research Center (PCA-ARC) bisa menghasilkan 1.000 bibit makapuno/bulan; Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), cuma 200 bibit kopyor/bulan. Filipina sudah meneliti sejak 40 tahun lalu, BPBPI di Indonesia baru aktif 24 tahun silam.

Kopyor memang bukan monopoli Indonesia, tetangga kita di sebelah utara itu juga punya kopyor yang kondang disebut kaong alias makapuno. Sekilas penampilan makapuno dan kopyor sama. Namun, begitu buah dibelah tampaklah perbedaannya. Daging buah kopyor menggumpal dan tidak sempurna menempel di tempurung. Sebagian malah terapung-apung berbaur dalam air. Sedangkan makapuno, lembut seperti jeli dan masih melekat pada tempurung kelapa. Tebal daging buah mencapai 2 cm.

Secara ilmiah kelapa kopyor dan makapuno dikenal sebagai tipe mutan alamiah yang dikendalikan oleh gen resesif. Keduanya sama-sama memiliki daging buah lunak. “Dari segi ukuran buah, kelapa kopyor dan makapuno tidak jauh berbeda,” kata Hengky Novarianto, kepala Balai Penelitian Kelapa Manado. Endosperm kelapa abnormal itu banyak mengandung galaktomanan yang dipakai sebagai bahan makanan, minuman, insulator mikrocip dan kapsul obat. Yang paling populer dalam industri makanan terutama jajanan, seperti es krim, makapuno coconut candy dan koktail.

Berdasarkan karakteristik endosperm, “Kelapa makapuno ada 3 tipe,” ujar Erlinda P Rillo, peneliti utama di PCA-ARC. Pertama, makapuno yang memiliki 3 lapisan endosperm, yaitu lapisan atas yang agak cair—semi liquid layer—, lapisan kedua kental dan lunak—soft viscous layer—, dan lapisan terakhir berstektur seperti nasi keras—hard boiled rice—menempel pada tempurung. Air kelapanya kental, lengket, dan sedikit. Tipe kedua, terdiri dari 2 lapis, lapisan kental dan lapisan seperti kerak nasi. Tipe terakhir hanya terdiri dari satu lapisan berstektur seperti nasi keras. Air kelapa tidak lengket.

Pengembangan

Sama seperti di Indonesia, kaong berkembang pesat berkat jasa para peneliti. Adalah Dr Emerita V de Guzman dari University of the Philipines Los Banos mempelopori penelitian teknologi kultur embrio makapuno. Penelitian itu dilanjutkan oleh Erlinda P Rillo. Hasilnya dikembangkan 15 tahun kemudian, tepatnya pada 1980, berupa bibit yang menghasilkan 75—100% makapuno.

Salah satu program pengembangan makapuno di Filipina, menyilangkan kelapa kaong—saat ini kelapa dalam—dengan kelapa genjah. Dengan persilangan itu diharapkan kelapa abnormal berbuah lebih awal, 3 tahun sesudah tanam—umumnya 7 tahun setelah tanam.

Saat ini terdapat 8 laboratorium pemerintah dan 8 swasta yang tersebar di Filipina menggunakan dan mengembangkan teknologi produksi bibit makapuno. Di antaranya, Th e Philippine Coconut Research and Development Foundation, Inc. (PCRDF), PCA-ARC di Banao, Guinobatan, Albay, Davao Research Center di Bago-Oshiro, Davao City. Zamboanga Research Center di San Ramon, Zamboanga City, PCA Pangasinan Provincial Offi ce di Santa Barbara, Pangasinan, dan PCA Region VII di Tacloban, Leyte.

PCRDF menanam 10 ha kelapa kaong sejak Juli 1995 di Brgy.Del Rosario, Putiao, Pilar, Sorsogon. Kelapa yang ditanam lebih dulu seluas 4 ha telah berbuah dengan rata-rata produksi makapuno 98,28%. PCA-ARC, salah satu badan penelitian makapuno di Filipina, mampu menghasilkan 1.000 kitri/bulan. Harga bibit kaong hasil kultur embrio P650 sekitar Rp120.000 per kitri. Saat ini terdapat sekitar 200 pohon induk sebagai sumber embrio makapuno di kebun penelitiannya.

Pengembangan makapuno secara besarbesaran juga dilakukan Th ailand. Negeri Gajah Putih itu mengimpor embrio kelapa makapuno dari Filipina. Lalu ditumbuhkan dengan teknik kultur embrio dan ditanam di satu pulau bernama Makapuno Island. Hampir 2.000 pohon ditanam di pulau itu sejak 15 tahun silam dan hasilnya dijual ke berbagai supermarket di Bangkok. Makapuno Island juga menjadi kebun sumber embrio untuk bibit ke daerah lain.

Upaya lain yang dikembangkan Th ailand: menyilangkan makapuno dengan kelapa aromatik. Kelapa aromatik sudah lebih dulu terkenal lantaran aromanya wangi seperti pandan. Bila itu berhasil, maka akan dihasilkan kelapa dengan daging buah lunak nan harum.

Berkat jasa para peneliti itu, makapuno melanglang buana. Pada 1998, di sana tercatat ada 20 perusahaan yang memakai kelapa abnormal itu untuk sirop, es krim dan buko pie (campuran kue, red).Produk-produk itu sudah diekspor ke Australia. Setiap tahunnya dibutuhkan paling tidak 4-juta kelapa makapuno atau sekitar 700 ton daging kelapa untuk industri.

Di Indonesia, kopyor diteliti sejak 24 tahun silam oleh JS Tahardi, peneliti di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI). Kini tercatat 2 laboratorium yang aktif melakukan penelitian, BPBPI dan Balai Penelitian Kelapa (Balitka). Yang disebut pertama telah mempatenkan teknologinya dan menjual bibit hasil kultur embrio. Kebun percobaan Ciomas BPBPI memiliki 80 pohon kelapa kopyor yang menghasilkan buah dengan persentase kopyor mencapai 92%. Sebanyak 300 kelapa puan—sebutan kopyor di Sumenep—dipanen setiap bulannya. Kebun percobaan Ciomas BPBPI juga dimanfaatkan sebagai sumber embrio.

Bibit

Budidaya kelapa kopyor dan makapuno tidak jauh berbeda dengan kelapa pada umumnya. Hanya saja jika kedua bibit kelapa abnormal itu berasal dari kultur embrio, maka penanaman harus terisolasi, 500 m, dari pohon kelapa biasa. Tujuannya untuk menghindari perkawinan silang dengan kelapa biasa. Dengan begitu sifat resesif pada kelapa abnormal tetap ada dan akan memunculkan buah kelapa dengan daging lunak.

Harga bibit kelapa kopyor yang dihasilkan melalui kultur embrio masih sangat mahal, Rp380.000 per kitri. Itu pun harus dipesan dua tahun sebelumnya. Pemesanan minimal 100 kitri. Menurut peneliti di BPBPI, kapasitas produksi bibit untuk tahun 2006 dan seterusnya mencapai lebih dari 1.000 kitri per tahun.

Kelapa kopyor dan makapuno memang seperti saudara kembar dengan wajah sama tapi sifat berbeda. Namun, keduanya memiliki daging buah lunak yang sangat digemari dan dicari orang. Karena itulah Filipina dan Indonesia mengembangkan kelapa kaong dan puan. (Rosy Nur Apriyanti/Peliput: Vina Fitriani)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tepat Budidaya Lobster Air Tawar

Trubus.id— Menurut praktikus lobster air tawar (LAT) di Kelurahan Cicadas, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kota Bandung, Jawa Barat, Muhammad Hasbi...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img