Santi Mia Sipan meninggalkan pekerjaan bergaji tinggi. Ia memilih berkebun jati.

sejak 2000. (Dok. Trubus)
Trubus — Hidup Santi Mia Sipan sejatinya amat berkecukupan. Ia memperoleh 17 kali gaji setahun. Artinya ia memperoleh tambahan 5 kali gaji. Itu belum termasuk bonus dan tunjangan lainnya. Namun, Santi melepas jabatan yang selama 11 tahun digelutinya. “Di usia 40 tahun saya tidak ingin bekerja dengan orang,” ujar Santi yang memilih berwirausaha di bidang industri jati. Biasanya ia mengenakan blazer dan menempati ruang resik berpendingin.
Setelah berhenti bekerja pada 2000, ia lebih banyak menghabiskan waktu di kebun jati. Untuk mencapai lokasi lahan, ia melewati jalanan terjal berbatu yang menyebabkan keringat menderas. Kini peraih Inspiring ASEAN Politics & Business Titanitess itu mengelola kebun jati seluas 300 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Muna, Sulawesi Tenggara. Lahan itu merupakan investasi para konsumennya.
Seperti emas
Santi menanam jati secara bertahap, rata-rata puluhan hektare per tahun. Penanaman perdana pada 2000 sehingga umur pohon kini mencapai 17 tahun. Santi menanam 1.333 bibit jati di lahan 1 ha. Populasi tanaman cukup padat. Oleh sebab itu, peraih green awards dari Sekolah Tinggi Media Komunikasi Trisakti itu menyarankan penjarangan pada umur 5 tahun atau 8 tahun.

Penjarangan dapat dilakukan secara selang-seling atau tebang pilih. Ia menebang tanaman yang pertumbuhannya terlalu besar atau terlalu kecil. Menurut Santi jati siap panen pada umur 8 tahun. Saat panen terakhir, populasi lebih dari 600 pohon per ha. Ketika itu diameter batang mencapai lebih dari 20 cm karena riap tumbuh jati hanya 2 cm per tahun. Adapun tinggi batang bebas cabang mencapai 5—8 meter.
Pemanenan jati dilakukan bersamaan dengan akarnya. Maklum, jati tanaman bermanfaat dari ujung daun hingga ujung akar. Daunnya kerap dijadikan pembungkus, pewarna makanan, dan obat. Sementara batang dan akar juga bermanfaat untuk cenderamata atau perabot tertentu. “Akar jati juga laku dijual,” ujarnya. Di tangan perajin, akar jati dapat dijadikan meja eksotis. Harga sebuah meja jati berkualitas bagus mencapai Rp5 juta.
Kayu jati hasil panen biasanya dibawa ke penampungan kayu terdekat untuk dipotong-potong. Harga kayu jati mencapai Rp4 juta per m³. Santi menjelaskan jati layaknya komoditas emas, harganya tidak pernah turun. Pohon jati berumur 8 tahun harga jualnya mencapai Rp4 juta—Rp5 juta per meter kubik. “Jati semakin berkarakter harga jualnya semakin tinggi,” ujar pemenang ASEAN Bussiness Award pada 2011 itu.

Karakter itu terlihat dari garis kayunya yang semakin banyak. Santi memilih mengebunkan jati karena gerakan go green dan back to nature tengah marak. Menurut perempuan berusia 52 tahun itu jati cocok untuk penghijauan lantaran berumur lama sekaligus berdaya jual tinggi. Santi memulai bisnis dengan berjualan pohon jati Tectona grandis. Pada 2005 Santi mendirikan PT Jaty Arthamas Rizky.
Membantu investor
Lambat-laun bisnis Santi berkembang. Hingga suatu saat, “Ada yang ingin menanam jati tetapi dia tidak punya lahan,” kata alumnus Pendidikan Bahasa Perancis Universitas Negeri Jakarta itu. Bagi Santi itu sebuah peluang usaha baru. Itulah sebabnya ia melebarkan bidang usaha dengan menawarkan paket berkebun jati. Tujuannya untuk mempermudah calon pekebun yang kesulitan mencari lokasi maupun tenaga penggarap.
Santi mencari lahan pertama kali di Sukabumi, Jawa Barat, agar para investor dapat mewujudkan impiannya. Dua pegawai membantu mengelola lahan itu. Ia bisa menjual sampai ratusan hektare kebun jati per tahun kepada para investor. Santi menawarkan lima jenis paket investasi jati. Paket termurah yakni nabung aman. Konsumen memperoleh sebuah bibit jati untuk ditanam di pekarangan sendiri.

Kedua, paket nabung cepat, pelanggan menginvestasikan Rp250.000 per pohon, lalu mendapatkan sebuah pohon jati berusia 2—3 tahun, ditanam dan dirawat di kebun milik PT Jaty Arthamas Rizky. Ketiga, investasi kebun jati Rp150 juta. Pada paket itu konsumen akan mendapatkan kebun jati seluas 1.000 m², termasuk 125 pohon jati, tanah bersertifikat hak milik (SHM), dan perawatan selama 2 tahun.
Selain itu ada pula investasi kebun jati seluas lebih dari 5.000 m² di Jawa Barat. Terakhir, paket langgeng (lahan sungguh lengkap). Investasi tanah untuk tanaman hortikultura atau untuk perumahan dan kebutuhan lain. Mendapat tanah di Jawa Barat 10—100 hektare dengan harga mulai Rp25.000 per m². Santi mengurus kepemilikan lahan melalui notaris. Setiap investor mempunyai surat kepemilikan tanah.
Program real estate jati sengaja melibatkan notaris. Tujuannya supaya tidak ada masalah pada kemudian hari tentang kepemilikan tanah. Harap maklum, umur produksi jati relatif lama, minimal 20 tahun. Tidak jauh dari kebun banyak terdapat penampung kayu. Dengan begitu investor bisa menjual kayu ke penampung terdekat dengan kebun. Santi juga melayani penjualan bibit jati.
Bisnis bibit

Guna mendukung proses produksi, Santi melengkapi perusahaannya dengan kebun pembibitan. Ia menyiapkan kebun pembibitan seluas 3.400 m² di Bogor, Jawa Barat. Di lokasi itu pula terdapat ruang aklimatisasi seluas 400 m² dengan kapasitas 200.000 bibit per bulan. Pembibitan ternaungi seluas 1.000 m² berkapasitas 200.000 bibit. Adapula area pembibitan terbuka seluas 2.000 m² dengan kapasitas 400.000 bibit per bulan.
Selain kebun pembibitan, Santi juga melengkapi perusahaannya dengan laboratorium di Bogor (Jawa Barat) dan Muna (Sulawesi Tenggara). Perbanyakan jati dilakukan secara kultur jaringan. Kapasitas produksi maksimal 30.000 bibit per bulan. Harga sebuah bibit setinggi 20—30 cm dan berumur 6 bulan Rp20.000. Ia juga menjangkau pelayanan bibit jati antarpulau.

Pengiriman bibit jati antarpulau dalam bentuk stump. Untuk mempermudah pengiriman dan mengurangi biaya pengiriman antarpulau dengan menghilangkan daun, batang, dan sebagian akar. Menurut Santi prospek bisnis perkayuan masih tetap bagus. Sebab, “Segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk kayu dan penanaman pasti tetap dibutuhkan,” kata Santi. Meski kini muncul kayu imitasi, masyarakat tetap menggemari kayu asli.
“Mau ada kusen besi, tetap saja orang menyukai kusen kayu,” kata Santi yang menjadi pembicara di World Bank mengenai green entrepreneurship. Ia pun berencana mewariskan bisnis jati ke generasi berikutnya karena melihat bisnis ini berkelanjutan. Menurut Santi petani dapat menumpangsarikan jati dengan pisang, kunyit, padi, atau serai. Pada pola penanaman tumpangsari jarak tanam rekomendasi 4 m x 2 m sehingga populasi 1.250 pohon per ha.

Santi kini mengurangi penjualan lahan. “Di usia saya yang lebih dari 50 tahun ini lebih banyak ke ibadah,” ujarnya. Oleh sebab itu, ia kini juga aktif di berbagai kegiatan keagamaan, misalnya saja menyatu dengan Mualaf Centre Indonesia, Gerakan Membersihkan Masjid, dan Planet Haji Umroh. “Saya menyatu ke sesuatu yang berkaitan dengan akhirat tetapi tetap menggenggam dunia,” tambahnya.
Santi bercita-cita membangun pesantren kewirausahaan bagi anak berusia 12—18 tahun. Kurikulum terdiri atas dua pilihan. Pertama, kurikulum memanah, berenang, dan berkuda. Kurikulum kedua, berkebun, beternak, dan perikanan. Anak-anak akan belajar sambil belajar Alquran. “Itu salah satu cara mengembalikan anak muda kita kembali ke alam dan agar bisa lebih mandiri,” ujar memperoleh Top Executive Muslimah Pengusaha Ekonomi Kerakyatan 2016 dari Ikatan Pengusaha Muslimah Indonesia. (Desi Sayyidati Rahimah)