Sak Lamjuan PhD
Terinspirasi citarasa menakjubkan dari kurma segar yang dicicip di Oman pada 1998, Sak Lamjuan sukses membidani kelahiran varietas kurma tropis KL-1 yang genjah dan produktif.

Ratusan pohon kurma berderet rapi di kebun Pratin Apichatsanee di Nakorn Ratchasima, Thailand. Pada pengujung Agustus panen raya sudah lewat, tetapi beberapa pohon berumur 3 tahun masih memamerkan buah. Tandan amat rendah hanya beberapa sentimeter dari permukaan tanah. Itulah varietas kurma kolak one (KL-1) yang genjah, berbuah perdana pada umur 3 tahun, meski tanpa perangsangan.
Pratin mengatakan, sebatang tanaman menghasilkan rata-rata 5 tandan dengan bobot 10 kg per tandan. KL-1 merupakan varietas kurma yang adaptif di daerah tropis. Orang yang membidani kelahiran KL-1 adalah Sak Lamjuan, PhD, doktor Ilmu Tumbuhan alumnus Universitas Maejo, Chiangmai, Thailand. Ia merilis varietas itu pada 2011. Nama kecilnya, kolak, ia abadikan untuk menyebut kurma hasil silangannya.
Kagum citarasa

Kisah Sak Lamjuan menghasilkan kurma tropis bermula dari Oman. Latar belakang doktor Ilmu Tumbuhan membuat Sak Lamjuan kerap menyambangi mancanegara untuk mempelajari berbagai tanaman lokal. Kunjungan ke Oman dan Yordania pada 1998 itu untuk mendampingi seorang kolega yang tengah melakukan penelitian. Ketika itu Sak Lamjuan memetik dan mencecap kurma segar langsung dari dari pohon.
Begitu merasakan kurma, ia terkejut. Baru kali itu ia bertemu dengan buah yang mempunyai rasa lezat seperti itu. “Tidak ada bandingan yang rasanya setara itu di Thailand,” ungkap Sak yang terkesan dengan kunjungannya ke Oman dan Yordania—keduanya produsen kurma di Asia barat daya. Setelah masuk ruangan, tim periset itu kembali mendapat suguhan kurma, tapi kali ini yang kering.

Rasa kurma kering yang manis legit dan lembut membuat Sak semakin heran. Maklum, masyarakat Thailand lebih familiar dengan buah maupun kuliner bercitarasa masam. Ia lantas tertantang memboyong pohon kerabat kelapa itu ke negerinya. Latar belakang pendidikan membuat Sak Lamjuan sadar bahwa habitat kurma adalah kawasan arid alias gurun.
Kelembapan relatif kawasan gurun sangat rendah, maksimal 30% di tengah gurun, dan mencapai 55% kalau dekat oase alias mata air—tempat pohon kurma biasa tumbuh. Satu lagi ciri iklim arid adalah perbedaan suhu tajam antara siang yang mencapai 40°C sementara malamnya bisa turun hingga 10°C. Itu jelas berbeda dengan iklim di Kabupaten Chaiprakarn, Provinsi Chiangmai, tempat tinggal Sak Lamjuan.
Chaiprakarn berketinggian 430—700 m di atas permukaan laut. Chiangmai—termasuk wilayah Thailand utara—terbilang sejuk dengan suhu harian 17—32°C dan kelembapan rata-rata tahunan 87%. Namun ia tetap membawa beberapa bibit asal biji 6 varietas kurma asal kedua negara itu. Ia membawa 2—3 bibit setiap varietas sehingga total 12—18 bibit.
Sukses berbuah

Ketika tiba di Chiangmai, Sak segera menanam bibit-bibit setinggi 40—65 cm itu. Ia membuat lubang tanam berukuran 50 cm x 50 cm sedalam 20 cm lalu memenuhi lubang itu dengan pupuk kandang ayam pedaging. Selanjutnya, seperti lazimnya tanaman palma, praktis tidak ada kesulitan berarti dalam perawatan. Meskipun bibit-bibit itu tumbuh cepat dan subur. Ketika itu, pada 1999, hanya Sak yang menanam kurma di seantero Thailand.
Apalagi saat itu—akhir dekade 1990—pekebun buah Thailand masih fokus mengembangkan buah-buah tropis seperti jambu air, mangga, lengkeng, atau durian. Tahun pertama, sebatang pohon mengeluarkan tandan. Itulah pohon jantan. Selang 2 tahun, pohon-pohon betina berbunga. Ayah 1 anak itu membiarkan bunga-bunga itu sampai terbentuk buah. Ia mengira penyerbukan silang bakal terjadi dengan bantuan serangga atau angin.

Ternyata bunga betina itu membentuk tandan bunga dengan buah kecil-kecil dan tidak enak dimakan. “Bunga jantan tidak membuahi bunga betina sehingga terbentuk buah mandul yang tidak sempurna dan tidak berbiji,” ungkap Sak Lamjuan. Dari literatur, ia mengetahui kemungkinan terjadinya pembentukan buah tanpa penyerbukan bunga jantan pada pohon kurma.
Namun, ia tidak menyangka bakal mengalaminya sendiri, apalagi di saat pertama menanam Phoenix dactilyfera itu. Saat pohon jantan berbunga pada musim selanjutnya, pria berusia 62 tahun itu mengambil dan menyimpan serbuk sari. Begitu bunga betina matang, ia menggunakan serbuk itu untuk membuahi. Setelah terbentuk buah, Sak segera mengerudungi tandan dengan kertas minyak. Padahal, “Keberhasian penyerbukan buatan itu belum pasti,” ungkapnya.

Ia menjelaskan bahwa buah tetap terbentuk dengan atau tanpa penyerbukan, seperti buah kerdil musim sebelumnya. Saat mulai terbentuk, ia mengamati buah belia itu sampai menyempatkan setiap hari menyambangi kebun yang berjarak 30 menit perjalanan dari kediamannya. Melihat tandan terisi rapat oleh buah-buah mungil, Sak yakin bahwa percobaan penyerbukan buatan uantuk kali pertama itu berhasil.
Buah di malai bunga betina yang tidak diserbuki jarang-jarang dan tidak rapat, seperti buah yang terbentuk pada musim sebelumnya. Pada pertengahan 2001, kali pertama ia melihat buah kurma yang terbentuk sempurna di kebunnya. Dari semua bibit yang ia bawa, hanya 2—3 yang berbuah. Lainnya, sekadar berbunga pun tidak.
Sayang, kegembiraan Sak tidak berlangsung lama. Buah-buah di salah satu pohon tiba-tiba rontok tanpa sampai akhirnya hanya menyisakan tandan gundul. Untungnya buah di pohon lain tetap tumbuh membesar sampai siap petik. Akhirnya ia bisa menikmati kurma pertama dari kebunnya sendiri pada 2001. Biji-biji dari buah pertama itu ia tanam kembali di polibag berukuran 25 cm sebagai bakal tanaman baru.

Selain menanam biji, ia memperbanyak pohon betina yang sukses berbuah itu dengan mencangkok anakan. Setelah hampir 10 tahun mengamati dan menyilang-nyilangkan, Sak Lamjuan pun menghasilkan varietas kurma unggul, adaptif di iklim tropis, genjah, dan produktif. Sayang, Sak Lamjuan menutup rapat informasi mengenai indukan dalam persilangan itu. Setelah yakin dengan kualitas kurma yang tumbuh di kebunnya, pada 2011 ia memperkenalkan kurma tropis pertama di dunia, yakni Kolak-1.

Kini di lahan seluas 20 ha miliknya tumbuh 1.000 pohon kurma dengan umur beragam, antara 1—18 tahun. Agustus 2016 silam kurma-kurma tropis yang lahir dari tangan dinginnya tengah berbuah. Panorama di kebun kurma itu amat menakjubkan. Bermula dari lidah ketika mencecap kurma di Oman, Sam Lakjuan mewujudkan impian menghasilkan kurma di kebunnya. (Argohartono Arie Raharjo)