Saturday, June 14, 2025

Kritik Terhadap Arah Kebijakan Pengembangan Pangan Organik

Rekomendasi

Trubus.id — Gerakan pengembangan pangan organik masih memiliki banyak kendala dan tantangan. Aliansi Organis Indonesia (AOI) mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mendukung pertanian organik.

Menurut Pius Mulyono, Direktur Aliansi Organis Indonesia, kebijakan yang diambil pemerintah belum selaras dengan apa yang diterima oleh masyarakat dari sisi pertanian organik.

Pius mencontohkan, peluncuran 1.000 desa pertanian organik oleh pemerintah dalam perjalanannya belum tepat sasaran. Berdasarkan survei yang dilakukan AOI, ia menilai indikator desa pertanian organik hanya sebatas untuk memperoleh sertifikat.

Padahal, menurutnya saat bicara pertanian organik, banyak hal yang perlu disentuh. Mulai dari sektor budidaya yang baik, pembangunan sosial, hingga membangun petani sebagai sumber daya manusia.

“Jadi dari hulu sampai hilirnya penting. Sertifikasi penting untuk membangun pemasaran. Tapi dari sisi hulu tidak boleh dilupakan,” kata Pius, pada acara Diskusi Publik Pertanian Organik Solusi Pangan Berkelanjutan di Hotel Teraskita, Jakarta Timur, Selasa (13/12).

Oleh karena itu, pendampingan menjadi salah satu hal penting dalam rangka pengembangan pertanian organik. Lebih lanjut, Pius prihatin dengan adanya egosektoral yang ada pada masing-masing departemen.

“Kementerian perdagangan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Pangan Nasional (Bapanas), terlihat asik dengan programnya sendiri-sendiri. Tidak pernah bersinergi untuk mengembangkan pertanian organik secara bersama-sama,” tuturnya.

Itu menjadi kontradiktif dengan cita-cita pengembangan pertanian organik. Menurutnya, ada tiga kunci untuk menumbuhkan pertanian organik. Di antaranya kolaborasi, koordinasi, dan pengembangan kapasitas.

Pengembangan pertanian organik sudah selayaknya menjadi perhatian pemerintah. Melalui Kementerian Pertanian (Kementan), Bappenas, dan Bapanas tentu harus membuat kebijakan-kebijakan ke arah pertanian organik.

“Misalnya biaya sertifikasi organik yang dinilai mahal, seharusnya pemerintah bisa memberi subsidi sertifikasi,” jelasnya.

Sementara itu, Diah Ariyani, Koordinator Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan Bapanas, menekankan arah kebijakan pengembangan pangan organik ke depan, yaitu dengan mendorong revisi Regulasi Sistem Pertanian Organik dan Revisi SNI Pertanian Organik.

“Revisi ini diharapkan dapat mengakomodir lebih banyak perkembangan dalam praktek pertanian organik di Indonesia,” kata Diah.

Adapun Dr. Adi Setiyanto, M.Si., Analis Kebijakan Muda Kementerian Pertanian, juga menyoroti tantangan pengembangan pertanian organik dalam hal akses sertifikasi produk organik yang mahal bagi petani kecil.

“Kementan mendorong adanya penjaminan mutu atau sertifikasi yang lebih murah dan terjangkau mulai dari lahan, input, proses produksi, panen, hingga pascapanen agar produk pangan organik memiliki pasar yang lebih luas,” papar Adi.

Pernyataan ini sejalan dengan gerakan Penjaminan Mutu Organis Indonesia (PAMOR) yang digagas dan digerakkan oleh Aliansi Organis Indonesia. PAMOR Indonesia merupakan Participatory Guarantee System (PGS) atau sistem penjaminan partisipatif menjadi suatu solusi untuk menjawab tantangan mahalnya dan sulitnya akses sertifikasi organik bagi petani kecil di Indonesia.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tuna Kaleng dari Bitung Tembus Pasar Amerika dan Belanda

Trubus.id - Komitmen mendorong ekspor produk perikanan terus diperkuat. Bea Cukai Bitung mengawal pelepasan ekspor perdana tuna kaleng milik...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img