Berulang kali ia menatap mangga itu sambil mencocokkannya dengan foto red mango yang berwarna merah menyala. Harusnya pesanan dari Florida, Amerika Serikat, itu memunculkan warna merah, seperti janji label red mango. “Ah, ini mungkin hanya malformasi saja. Paling juga beberapa minggu lagi akan merah,” pikirnya.
Harapan itu tak kunjung datang. Lima belas butir mangga itu warnanya tetap kuning. Tak ada tanda-tanda ia berubah warna menjadi merah. Setahun kemudian, pada panen kedua, Nonot—begitu ia disapa—kembali menelan pil pahit. Mangga red mango-nya kembali memunculkan buah mulus berwarna kuning terang.
Sudah kepalang tanggung, akhirnya mangga kuning tak bernama itu terus dipelihara. Nonot mencoba membandingkannya dengan nam dok mai asal Th ailand dan karabao asli Filipina. Ternyata mangga temuannya berbeda walaupun memiliki karakter kulit mirip, berwarna kuning. “Nam dok mai kuningnya lebih gelap, sedangkan mangga itu terang saat matang. Penampilannya juga lebih menarik,” kata ayah 2 putra. Kuningnya kulit itu yang memunculkan ide nama jenar untuk disematkan pada mangga asal Florida itu. Jenar—kosakata Sansekerta—berarti kuning.
Jenar, si kuning manis
Luput memperoleh mangga merah, mangga kuning yang didapat. Toh, itu tidak mengecewakan karena famili Anacardiaceae itu beraroma wangi. Bentuknya pun indah: lonjong, dan memanjang. Penampilan yang memukau itu dilengkapi dengan citarasa tinggi. Saat dikupas, tampak daging yang kuning agak oranye. Daging buah tebal dan berbiji tipis. Teksturnya padat dan tidak terlalu berserat. Saat dicecap rasa manis kombinasi asam sedikit langsung terasa. “Rasanya enak. Mangga khas Florida memang seperti ini. Manis dengan sedikit asam,” kata Nonot. Bobotnya 200 g/buah, tidak terlalu besar dan cocok menjadi buah meja.
Saat panen buah Agustus—Oktober, jenar akan menggelayut manja di tiap cabang pohon. “Ia termasuk genjah dan produktif,” tutur Nonot. Itu hasil perbandingan dengan 9 varietas mangga dari India seperti mangga malica. Kedua jenis mangga itu ditanam bersamaan. Namun, jenar telah berbuah pada umur 2 tahun sejak bibit sambung pucuk ditanam. Sedangkan mangga-mangga India belum berbuah. Selain itu, jenar berbuah tidak serempak sehingga pemanenan bisa dilakukan beberapa kali.
Untuk menjaga kemulusan kulit, saat buah berumur 3 minggu setelah berbunga atau buah sebesar jempol tangan, Nonot membungkusnya dengan kertas khusus. Tujuannya agar sinar matahari tetap mengenai permukaan kulit. Hasilnya pun bagus. Warna kuning terang merata di seluruh permukaan kulit. Sosok mulus dan bersih tanpa noda bercak akibat serangan lalat buah dan kutu putih.
Mangga hijau
Jika Anda berkesempatan berjalan-jalan ke luar negeri, coba minta green mango pada pelayan swalayan. Pasti yang diberikan mangga jenis arumanis. Kulit berwarna hijau dengan daging buah berwarna jingga. Harap mafh um, mereka mengenal mangga Indonesia itu sebagai mangga hijau lantaran warna kulitnya seperti buah belum matang. Bandingkan dengan mangga-mangga asal Australia yang berwarna merah bahkan ungu.
Namun, green mango di kebun Nonot berbeda dengan arumanis. Mangga itu diintroduksi dari Th ailand pada 2002. “Bentuk dan rasa berbeda,” kata Nonot. Kulit mangga itu memang berwarna hijau, tetapi bentuk lebih gempal alias bulat dibanding arumanis.
Saat dibuka daging buah berwarna krem muda dengan sedikit semburat hijau. Soal rasa jelas berbeda. Daging buah mangga hijau manis disertai rasa tepung. Dibanding mangga manalagi atau probolinggo, “Ini lebih manis,“ seloroh Nonot. Baik si hijau maupun si kuning tumbuh subur melengkapi koleksi Nonot di Demak. (Rahmansyah Dermawan/Peliput: Evy Syariefa)