Friday, May 2, 2025

Manggis Katai: Peluang Baru dari Kebun Mini hingga Ekspor Dunia

Rekomendasi

Kebun seluas 3.000 m² di Solok, Sumatra Barat, tampak asri dengan 125 tanaman manggis mini. Tanaman berumur 16 tahun itu hanya setinggi 2 meter, jauh lebih pendek dari manggis konvensional yang bisa mencapai 7 meter.

Manggis katai merupakan hasil teknik sambung akar dan sambung pucuk. Menurut Dr. Ellina Mansyah, tanaman ini mulai berbuah 1–2 tahun setelah tanam, meski hasil optimal baru tercapai pada umur empat tahun.

Pada usia empat tahun, rata-rata tanaman menghasilkan 15 buah. Setelah berumur tujuh tahun, produksinya melonjak hingga 150 buah per pohon.

Jika bobot rata-rata per buah 80 gram, maka satu tanaman dapat menghasilkan 12 kg, atau sekitar 1,5 ton per musim untuk 125 pohon. Sebagian hasil digunakan untuk benih dan kebutuhan internal, sisanya dijual dengan omzet hingga Rp20 juta per panen.

Ellina menambahkan bahwa semakin tua usia tanaman, semakin tinggi pula produksinya. Ukuran tanaman yang mungil juga memungkinkan peningkatan populasi dalam luasan terbatas.

Menurut Dr. Mohamad Reza Tirtawinata dari IPB, jarak tanam manggis katai adalah 4 m x 5 m. Dengan begitu, populasi bisa mencapai 500 tanaman per hektare, lima kali lebih banyak dari manggis biasa.

Produksi buah per hektare pada umur tujuh tahun bisa mencapai 6 ton. Dengan harga jual saat ini, pekebun bisa meraup omzet Rp120 juta per musim panen.

Reza menyarankan tambahan nilai melalui agrowisata petik buah karena manggis mini memudahkan panen. Alternatif lain adalah menjadikan manggis katai sebagai tabulampot karena batang atas berasal dari pohon dewasa.

Kini, budidaya manggis mulai dilakukan secara intensif. Di Kabupaten Bogor, telah dibangun kebun manggis seluas 92 hektare dengan populasi mencapai 20.311 tanaman.

Menurut Kepala Kebun, Suparman, populasi tersebut sangat padat yakni sekitar 220 pohon per hektare. Penanaman dilakukan sejak 2008 dengan varietas dari berbagai daerah seperti Purwakarta, Bogor, dan Bali.

Tanaman mulai berbuah saat umur enam hingga tujuh tahun. Bibit yang ditanam pun sudah besar, tinggi di atas 80 cm, dan berakar kuat sehingga cepat berproduksi.

Panen perdana menghasilkan sekitar 1 kg per tanaman atau 13 buah. Pada tanaman yang telah berumur 14 tahun, produksi bisa mencapai 15–20 kg per pohon.

Hingga 2022, sebanyak 70% dari seluruh tanaman telah menghasilkan buah. Total panen mencapai 385 ton dengan potensi omzet mencapai Rp7,6 miliar per musim.

Bahkan dari 105 tanaman berumur 25 tahun, hasil panen bisa mencapai 10–16 ton per musim. Sebagian hasil panen manggis dari kebun ini juga dipasok untuk kebutuhan ekspor.

Menurut Dhea, Manajer Pemasaran Kebun Manggis di Bogor, pasar ekspor utama saat ini adalah Tiongkok. Harga manggis super bisa mencapai Rp50.000 per kg, sedangkan harga ekspor berkisar Rp30.000–Rp40.000 per kg.

Dhea juga tengah menjajaki pasar baru ke Prancis dan Spanyol. Namun, ia menyebut kapasitas produksi saat ini belum mampu memenuhi lonjakan permintaan ekspor.

Diperkirakan butuh 300 hektare lahan produktif untuk memenuhi permintaan ekspor reguler. Saat ini, kapasitas hanya cukup untuk ekspor satu kontainer (18 ton) per pekan.

Padahal, permintaan dari Tiongkok bisa mencapai dua kontainer per hari. Uni Emirat Arab pun memerlukan satu kontainer per pekan, menjadikan pasar manggis sangat potensial.

Menurut Ketua Asosiasi Eksportir Manggis Indonesia, Jero Putu Tesan, permintaan terbesar datang dari Tiongkok. Bahkan mereka bisa meminta hingga 1.500–3.000 ton per hari.

Sementara pasokan nasional hanya mampu memenuhi 600–700 ton per hari. Artinya, masih ada peluang besar untuk peningkatan produksi dan perluasan pasar.

Pasar Eropa dan Timur Tengah juga menjanjikan, meski volumenya lebih kecil dari Tiongkok. PT Barka Gina Manggis misalnya, hanya mampu mengirim 15 ton tiap tiga hari saat panen raya.

Menurut Acep Candra Permana, Komisaris PT Barka Gina Manggis, peningkatan pasokan dua hingga tiga kali lipat pun masih akan terserap pasar. Namun, untuk menembus pasar ekspor, buah manggis harus memenuhi standar kualitas tinggi.

Kulit harus mulus tanpa getah kuning atau cacat, dan kuping daun harus berwarna hijau segar. Menurut Dr. Arief Daryanto dari IPB, hanya 15% dari produksi nasional yang layak ekspor, sisanya masuk pasar tradisional.

Getah kuning atau gamboge menjadi salah satu kendala utama dalam ekspor manggis. Masalah ini bisa diatasi dengan teknologi seperti irigasi tetes untuk menjaga kelembaban dan suhu.

Perbaikan rantai pasok menjadi hal penting dalam pengembangan manggis nasional. Lima aktor utama dalam rantai ini—petani, pengumpul, pemasok, pengolah, dan pemerintah—harus berkolaborasi lebih erat.

Menurut Vendi Tri Suseno dari PT Laris Manis Utama, manggis juga berpotensi besar di pasar swalayan lokal. Meski kriteria mutu berbeda-beda, pasokan tetap harus stabil dan berkualitas.

Beberapa toko buah premium mensyaratkan mutu seperti untuk ekspor, sementara lainnya lebih fleksibel. Harga manggis untuk pasar lokal berada di kisaran Rp10.000–Rp15.000 per kg.

Menurut Vendi, manggis tetap menjadi primadona di pasar domestik dan internasional. Permintaan terus meningkat, apalagi jika disertai edukasi manfaat kesehatan buah manggis.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

SKPT Morotai Diresmikan sebagai Simbol Pertumbuhan Ekonomi Pesisir

Trubus.id - Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, meresmikan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Morotai di Maluku...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img