Kala itu 5.000 hektar lahan tergenang akibat hujan terus-menerus. Lara kian menjadi ketika wereng cokelat menyerang beberapa bulan berselang.
Akibat serangan itu sekitar 12 ribu dari total areal pertanaman 48.000 ha di 27 kecamatan dihantui gagal panen. Nilaparvata lugens itu mengisap cairan bulir padi hingga ludes sebelum bernas. Petani di Kecamatan Kapetakan, Gegesik, Losari, Mundu, Panguragan, dan Susukan, akhirnya terpaksa memanen padi lebih awal. “Daripada rugi lebih besar, lebih baik dipanen awal,” ujar Burhanuddin, petani di Kapetakan. Padahal, umur tanaman belum genap 3 bulan. Dampaknya, banyak bulir hampa dan berukuran kecil. Hasil panen melorot dari 5—8 ton/ha, menjadi 2 ton. “Jumlah segitu, kami sudah bersyukur,” tambah Burhanudin.
Berbagai cara dilakukan untuk menghalau hama itu. Semula pestisida kimia jadi andalan. Namun, kenaikan harga hingga 50—60% membuat petani mengurungkan pembelian pestisida kimia. Beberapa merek seperti Warsal dan Trebon 95 EC, malah mencapai 80%. Akibatnya serangan wereng kian mengganas. Tak melulu di Cirebon, serangan si punggung cokelat itu pun membuat 12 sentra lain terancam puso.
3 serangkai
Itu berkebalikan dengan kondisi di desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Di sana para petani dengan ani-ani tergenggam berjalan beriringan. Senyum sumringah tampak di muka mereka. Setelah menanti selama 4 bulan, kini saatnya padi dipanen. Tak tersisa kepanikan akibat serangan bena perang—sebutan wereng cokelat di Malaysia. Padahal, beberapa bulan silam wereng menyerbu areal sawah.
Bulir padi selamat dituai lantaran begitu musuh padi terlihat berkeliaran di sawah, langsung dihadang semprotan air perasan daun picung, suren, dan biji nimba. Kombinasi ketiga tanaman itu efektif mengusir wereng.
Bukan tanpa alasan jika 3 serangkai itu yang dipilih . “Pinang dan suren banyak tumbuh di daerah itu (Desa Ciburuy, red),” tutur Ir Tendy Satrio, manager Lembaga Pertanian Sehat (LPS) yang mengawasi penggunaan pestisida nabati di sana.
Menurut literatur, picung Pangium edule mengandung minyak asiri beracun yang digunakan sebagai insektisida nabati. Sementara suren Toona sureni kaya akan kandungan surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan, insektisida, dan antifeedant (penghambat daya makan, red) terhadap larva serangga. Bahan tersebut terbukti sebagai repellant—pengusir—nyamuk.
Sedangkan nimba Azadirachta indica dahulu dikenal sebagai pestisida di India. Itu lantaran kandungan azadirachtin, meliantriol, salannin, dan nimbin berfungsi sebagai pestisida nabati. Nimba mempengaruhi reproduksi dan prilaku hama berupa penolak, penarik, antimakan, dan menghambat perkembangan serangga.
Pantas jika petani terus memanfaatkan penggunaan pestisida nabati. Selain efektif, penerapannya mudah. Untuk membuatnya, daun picung, suren dan biji nimba masing-masing sebanyak 250 gram digerus hingga halus. Ditambahkan 1 liter air dan diaduk hingga merata lalu disaring. Ke dalam larutan ditambahkan sabun colek sebanyak 1 sendok teh agar cairan merekat ke tanaman saat disemprotkan.
Penyemprotan dilakukan 2 kali seminggu, sejak tanaman berumur 15–60 hari. Waspadai jumlah wereng di sawah. Serangan wereng masih dikatakan ringan apabila ditemukan 1—20 ekor per batang. Jika lebih dari ambang batas itu, penyemprotan harus segera dilakukan.
Alternatif
Kisah pestisida nabati menyelamatkan tanaman dari serangan hama pun terjadi di Pesantren Al Zaytun, Indramayu. (Baca Trubus edisi Januari 2005). Di sana sari buah mahoni, Swietenia mahagoni dan daun tembakau dipakai untuk menumpas kutu daun alias apids pada cabai.
Kandungan senyawa heksaklorosiklo—heksana (HCH) dalam buah mahoni berfungsi sebagai racun kontak. Daun tembakau mengandung bahan aktif alkaloid yang mempengaruhi kerja syaraf. Pestisida nabati itu digunakan bila melewati ambang batas, yaitu 25 apids per tanaman.
Sementara untuk mengatasi serangan cendawan, perasan lengkuas, kunyit, jahe, dan serai yang dimanfaatkan. Bila ke dalam larutan itu ditambahkan biji mahoni atau cabai, dapat digunakan untuk memberantas semua hama, kecuali hama tanah.
Belakangan, pestisida nabati menjadi alternatif bagi para pekebun dalam mengatasi serangan hama. Maklum, selain harga yang kian sulit dijangkau, pestisida kimia berisiko meninggalkan residu pada tanaman. Penggunaan pestisida nabati kian marak kala pertanian organik ramai didengungdengungkan. Membasmi hama dengan bahan tumbuhan pun tak melulu yang langsung mematikan. Cara lain ialah dengan menghambat proses regenerasi hama.
Nun di Kecamatan Sukerejo, Patean, Pageruyung, dan Plantungan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, lalat buah meluluhlantakkan kebun cabai. Akibat serangan itu, berton-ton cabai gagal dipanen. Kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Buah busuk dan kerdil dihargai murah, Rp1.000/kg. Kondisi itu tidak bakal terjadi bila pekebun memanfaatkan antraktan metil eugenol alami sebagai pengganti penggunaan pestisida kimia.
Batasi populasi
Senyawa pemikat lalat buah diekstraksi dari daun selasih Ocimum sanctum dan daun wangi Melaleuca bracteata. Kedua tanaman itu mengandung 64—80% metil eugenol. Caranya, cukup memanfaatkan botol air mineral berukuran 600 ml. Setiap sisi botol dilubangi sebagai pintu masuk lalat. Dasar botol diberi air sebagai perangkap lalat. Selanjutnya, pada mulut botol dimasukkan kawat yang telah diberi kapas. Sebelumnya, kapas diolesi metil eugenol dari selasih dan daun wangi.
Gantungkan perangkap di dahan pohon pada ketinggian 2—3 meter dari permukaan tanah. “Jika dalam perangkap ditemukan lalat buah, pertanda populasinya sudah melewati ambang batas,” ujar Agus Kardinan. Perlakuan dilanjutkan dengan mengganti kapas dan air setiap minggu.
Yang terperangkap adalah lalat jantan, karena metil eugenol memiliki persamaan dengan hormon seksual pada betina. Lantaran lalat jantan terperangkap, akibatnya betina yang berkeliaran di luar tidak ada yang membuahi. Lalat pun tidak dapat beranak pinak sehingga populasi hama itu kian merosot. (Dewi N Permas)