Trubus.id — Salah satu cara untuk menekan serangan organisme pengganggu tanaman yakni dengan membudidayakan beragam tanaman repellen (tanaman penolak hama). Secara harfiah repellen adalah zat yang mampu menolak atau mencegah serangan hama.
Pertanian organik mengharamkan pemakaian pestisida kimia lantaran berefek buruk bagi lingkungan dan kesehatan. Kehadiran tanaman repellen diakui sangat membantu. Bukan saja mengendalikan hama dan penyakit, tapi juga mampu menaikkan produktivitas panen hingga 20%.
Tak semua tanaman bisa dijadikan repellen. Setidaknya ia harus beraroma tajam. Contoh rempah seperti mint, castribu, peterseli, dan adas. Sayuran seperti tomat, kemangi, dan bawang daun juga berfaedah sebagai repellen.
Sementara tanaman hias yang bisa digunakan sebagai repellen seperti tagetes, dan tanaman perkebunan, tembakau. Tagetes dipakai karena aroma daunnya membuat serangga terbirit-birit menjauh.
Aroma cairan yang keluar dari akar anggota keluarga Compositae itu manjur mengatasi nematoda yang kerap menyatroni sayuran. Ia cocok jika ditumpangsarikan dengan kentang, cabai, dan tomat yang kerap diserang nematoda.
Tanaman repellen lain seperti tomat, basil, daun bawang, dan tembakau cocok mengusir plutella dan serangga. Aroma daun dan batang tomat bisa mengusir plutella yang seringkali hinggap di sawi. Karena itu sawi cocok ditumpangsarikan dengan tomat.
Cara penanaman repellen tergantung tanaman pokok. Repellen tak menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan oleh tanaman utama. Bila terjadi kompetisi malah merugikan.
Berbagai model tumpang sari bisa dipakai. Wortel disanding dengan tomat, selada-basil, selada-bawang daun, atau kubis-basil. Model itu terdiri dari 2 tanaman pokok dan 1 repellen. Namun, bisa juga dipakai sistem 2 tanaman pokok dan 2 repellen.
Selain itu, bisa juga ditanami mengelilingi tanaman utama. Agar efektif dianjurkan penanaman tanaman pokok dan repellen di petak-petak berukuran 10 m × 1 m. Tanam jenis sayuran yang berbeda di setiap guludan.
Misal kubis di petak ke-1 dan selada di petak ke-2. Cara seperti itu efektif menekan hama. Maklum dengan komposisi seperti itu aroma repellen di setiap petak yang berbeda membuat hama pusing 7 keliling.
Ekosistem seimbang
Tanaman repellan hanya bagian kecil dari sistem pengendalian hama secara organik. Pemakaian repellan efektif pada saat populasi serangan hama rendah. Itu biasanya terjadi di musim penghujan.
Namun, saat kemarau ketika intensitas serangan hama tinggi, pemanfaatannya tidak lagi berarti. Apalagi jika terjadi penanaman monokultur. Dijamin seluruh kebun bisa luluh lantak. Belalang yang polifag—pemakan beberapa spesies—hampir menyerang semua jenis tanaman.
Begitupula dengan aphids atau kutu daun. Saat populasi hama rendah, repellen seperti basil efektif mengendalikan kedua serangga itu. Namun, saat meningkat di musim kemarau, basil pun malah ikut disantap.
Hama biasanya punya kecenderungan menyerang pada waktu tertentu. Juni hingga memasuki penghujan, lobak dan pakcoy mulai disambangi oleh kutu anjing. Anggota keluarga Phyloptera itu muncul lantaran agroklimat agak lembap.
Pada Agustus, serangan aphids pada daun muda mulai meningkat. Jika serangan hama tak bisa ditolelir, pakai pestisida nabati untuk mengatasinya. Beberapa tanaman memiliki khasiat cukup ampuh seperti teprosia, kacang babi, mindi, tembakau, dan paitan.
Bahan-bahan itu dipakai dalam bentuk ekstrak. Caranya, setiap 250 g daun basah digerus lalu dicampur 1 liter air. Agar bisa menempel pada tanaman tambahkan perekat berupa putih telur dan tepung sagu.
Larutan disemprotkan selama 2—3 hari berturut-turut sampai populasi hama dianggap menurun. Setidaknya 90—95% tanaman terselamatkan. Apalagi jika ekosistem mendukung, tingkat keberhasilan lebih tinggi. Semakin seimbang ekosistem, tanaman repellen sangat efektif.