Wednesday, January 22, 2025

Mengintip Tren Beras Organik

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id–Tren pemanfaatan beras organik di masyarakat makin meningkat. Buktinya makin mudah menemukan produk beras organik di pasaran, terutama di pasar swalayan.

Produsen beras organik kian bermunculan. Petani di Desa Dlingo, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Muhadi menghasilkan sekitar 8 ton aneka beras organik setiap bulan. 

Varian beras itu yakni beras merah, hitam, cokelat, dan putih (Mentik Susu, Mentik Wangi, Inpari IR Nutri Zinc). Muhadi paling banyak menjual beras merah yang mencapai sekitar 6 ton per bulan.

“Permintaan merangkak dari 5 kg saat awal menjual pada 2011 lalu mendapat pesanan 250 kg senang sekali. Kini mendapatkan pesanan 250—300 kg biasa saja,” ujarnya.

Kapasitas produksi yang sekitar 8 ton per bulan itu sesuai permintaan dari konsumen. Muhadi tidak langsung menerima jika ada permintaan besar yang mendadak. Alasannya semua produksi padi sudah terencana dengan baik. 

Misal kebutuhan enam ton per bulan. Artinya ia mesti menyediakan 24 ton beras setara 48 ton gabah basah saban bulan.

“Jika ada yang pesan ratusan ton saya harus menghitung dahulu. Terkait modal dari mana. Saya realistis apa yang saya hadapi dahulu,” kata ketua Kelompok Tani Pangudi Bogo itu.

Penjualan beras organik melalui agen yang tersebar di Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Semarang (Provinsi Jawa Tengah), Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi DKI Jakarta. Saat ini terdapat 91 petani yang menanam secara organik di lahan 49 hektare. 

Beras produksi Kelompok Tani Pangudi Bogo tersertifikasi organik sejak 2011 dan 2012. Kelompok Tani Pangudi Bogo memanfaatkan 1,2 ton kompos kotoran hewan untuk lahan 1.000 m2 . Mereka mengandalkan pestisida alami antara lain berbahan tembakau, daun mindi, dan gadung untuk mengatasi hama dan penyakit. 

Muhadi dan Kelompok Tani Pangudi Bogo mengampanyekan sehat yang makan, sehat yang menjalankan artinya petani dan yang menjalankan pascapanen, sehat lingkungannya, dan sehat masa depan. Itu dijalankan dan semua itu berprospek baik. 

Muhadi (memegang mik) dan Kelompok Tani Pangudi Bogo memproduksi beras organik yang mendukung low carbon rice.
Foto: Dok. Muhadi

Apalagi beras organik produksi Kelompok Tani Pangudi Bogo mendukung low carbon rice. Hal itu berdasarkan kunjungan parlemen Eropa pada 2022. Mereka menyatakan bahwa penghitungan emisi karbon tingkat penggilingan padi di Kelompok Tani Pangudi Bogo mencapai 66%.

Nasi yang rendah karbon menjadi salah satu keunggulan beras organik bikinan Kelompok Tani Pangudi Bogo. Tren pemanfaatan beras organik di masyarakat makin meningkat. Buktinya makin mudah menemukan produk beras organik di pasaran, terutama di pasar swalayan. 

Majalah Trubus kali pertama menopikkan beras organik pada edisi Desember 2009. Pembahasan artikel itu terkait Adang Affandi yang mendapatkan penghasilan Rp185 juta per panen.

Warga Desa Mekarwangi, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, itu dua kali panen setahun. Meski menerapkan budi daya organik, produktivitas padi milik Adang mencapai sepuluh ton per ha. 

Hasil panen itu spektakuler karena produktivitas rata-rata sawah di Indonesia hanya lima ton per ha. Awal menerapkan budi daya organik, hasil panen hanya 4 ton per ha.

Penerapan teknologi system of rice intensification (SRI) yang meningkatkan produksi padi di kebun Adang. Beberapa petani lain juga mendapatkan keuntungan serupa seperti Adang.

Artikel pada edisi ke-481 itu pun membahas tren ekspor beras organik saat itu. Penggunaan beras organik di dalam negeri pun cenderung bertumbuh.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Pekebun Ungkap Peluang dan Tantangan Ekspor Durian, dari Kebun ke Pasar Global

Trubus.id–Pasar besar ekspor durian menjadi peluang bagi para petani. Menurut Ni Kadek Puspayani, harga jual durian ekspor bisa 3...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img