Maklum kebun di ketinggian 350-400 m dpl itu memang menawarkan pemandangan mempesona. Dari rumah peristirahatan yang terletak di puncak bukit, terlihat hamparan kebun dragon fruit. Total jenderal ada 32.000 pohon keluarga kaktus-kaktusan tertanam di sana. Kala sedang musim berbuah, bulatan warna merah menyembul di sana-sini. Sungguh mengundang untuk segera dipetik.
Itu belum seberapa. Kebun seluas 5 ha itu juga punya daya tarik lain. Di sana ada 400 pohon durian yang mulai memasuki masa produksi. Sebagian besar monthong, tapi ada juga varietas unggul lokal seperti bajulan dan hepe. Ehm, benar-benar menggugah selera. Masih di tempat yang sama, puluhan rambutan, lengkeng, srikaya, jamblang, dan markisa siap dipanen pula.
Anak-anak yang ikut dalam rombongan pun bakal puas berkelana di sana. Mereka bisa bermain dengan kijang, kuda, dan kasuari, yang dipelihara di kandang-kandang kayu berkawat rapi. Nun di kejauhan hutan jati dan cengkih serta perbukitan yang hijau jadi pemandangan menyejukkan mata.
Hadiah untuk orangtua
Sejatinya kebun yang dibeli Vincent pada Desember 2000 itu bekas lahan cengkih dan tebu. Waktu baru dibeli kondisi kebun berantakan. Lahan masih kosong di sana-sini. Toh, kontur yang berbukit kerap dimanfaatkan oleh kelahiran Banyuwangi 42 tahun silam itu untuk menyalurkan hobi: ngebut dengan motorcross.
Awalnya suami dari Monica Yasin itu membeli kebun sebagai hadiah untuk sang orangtua. Ayah dan ibu Vincent memang senang berkebun. Mereka punya 11 ha lahan durian di Banyuwangi. Lahan di Wonosalam itu rencananya juga hendak ditanami durian. Tapi orang tua saya tidak mau, karena letaknya terlalu jauh dari rumah mereka di Banyuwangi, tutur ayah dari Melissa Kartika dan Robert Mandala itu.
Telanjur basah, akhirnya kebun itu dikelola sendiri. Mula-mula Vincent menanam 100 monthong. Melihat pertumbuhan Durio zibethinus introduksi dari Thailand itu bagus, jenis-jenis lokal ditanam. Sekarang tak kurang 20 varietas anggota famili Bombaceae itu tertanam di sana.
Dragon fruit baru hadir pada 2003. Itu gara-gara Vincent kerap melihat buah naga dijajakan di pasar-pasar swalayan waktu melancong ke Taiwan dan Thailand. Kepincut penampilan dan rasa buah eksotis itu, arsitek alumnus sebuah perguruan tinggi swasta tersohor di Surabaya itu memboyong bibitnya langsung dari Pulau Formosa. Lima ratus bibit naga merah berdaging merah dan putih pun berpindah ke Wonosalam. Vincent tak ragu memborong karena Hylocereus sp. itu masih langka di Indonesia.
Bak penyelam yang tak bosan menikmati panorama laut, Vincent pun seperti ketagihan untuk berkebun. Pada 2003 juga, mantan atlet aero medelling tingkat nasional itu membeli kebun baru di Claket, Pacet, Mojokerto. Di kebun seluas 2 ha itu Vincent menanam buah naga berkulit kuning. Juga sayur-mayur yang unik-unik. Mulai dari selada beragam warna sampai bawang merah berbentuk lonjong. Ada juga buncis berwarna kuning dan tomat ceri yang ranum-ranum.
Habis saya hobi. Ada kepuasan batin ketika tanaman berbuah sesuai harapan, kata Vincent. Pantas senyum tak pernah lepas dari bibir pria berkaca mata itu waktu buah naga yang dipanen berbobot super. Rata-rata di atas 400 gram per buah seperti yang ditargetkan. Keinginan memanen durian berbobot 12 kg per buah dari hasil keringat sendiri pun tertunaikan. Tak ingin menikmati sendiri, saat panen kolektor koi-koi cantik itu mengundang rekan dan famili untuk datang bertandang.
Dari ayah
Yang juga hobi berkebun buah adalah Handriyani Irawan. Nun di Bojonggede, Bogor, kelahiran Madiun 23 Maret 1950 itu menanam lengkeng di lahan seluas 7 ha. Total jenderal ada 1.100 pohon Nephelium longan yang ditanam sejak November 2004. Semua jenis genjah yang adaptif di dataran rendah. Sebut saja diamond river, pingpong, i do, dan sugiri. Tiga yang disebut diawal introduksi dari Thailand.
Sementara sugiri, jenis lokal unggul asal Lampung.
Di antara kerabat rambutan itu, Handriyani menyelipkan putsa alias si apel kurma. Belakangan ia pun mendatangkan bibit durian. Jumlahnya baru 100 pohon. Tapi akan ditambah terus, kata Handriyani.
Ibu dari Duki Malindo, Diki Hendrawan, dan Ade Prakasa itu gemar berkebun buah gara-gara tertular ayahnya. Dunia kerja sang ayah yang mantan kepala Dinas Pertanian di Jawa Timur memang kental dengan urusan tanam-menanam. Ia- lah yang membuat Handriyani kecil akrab dengan tanaman hias, buah, dan sayuran.
Kalau kemudian ia memutuskan untuk mengebunkan longan, Itu karena lengkeng sedang tren. Meski sekadar hobi, bukan berarti Handriyani tak serius menangani kebun. Perempuan berkacamata itu rela terbang bolak-balik ke Thailand untuk menimba langsung ilmu berkebun lengkeng ke sentra. Pulang dari negeri Gajah Putih ia kerap membawa bibit-bibit buah anyar seperti kelapa pandanwangi. Tak jarang anggota keluarga juga diajak. Hitung-hitung sambil berwisata buah di sana.
Mobil golf
Handriyani pun tak segan-segan mengocorkan rupiah agar kebun buah impian tertata apik. Ratusan juta rupiah dicemplungkan untuk membeli bibit dan merawat kebun. Dua kali dalam seminggu perempuan yang selalu berpakaian rapi itu turun langsung mengontrol lahan. Sambil mengendarai mobil golf ia berkeliling kebun. Hasilnya memang sepadan. Lengkeng yang ditanam dengan jarak 7 m x 5 m tumbuh subur. Tanah terbuka yang tidak ditanami dilapisi rumput yang dipotong rapi membuat pemandangan kebun jadi asri. Pada akhir 2005 saat Trubus berkunjung ke kebun, tampak beberapa tanaman mulai berbunga dan berbuah. Tak heran wajah Handriyani terlihat sumringah.
Kebun pun kini jadi lokasi favorit untuk kumpul keluarga. Pun saat kerabat dari kampung halaman di Madiun datang berkunjung. Sang suami, Irjen (Purn) Irawan Saleh, yang dulu tak suka bercocok tanam jadi ketularan. Malah mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) itu kini yang lebih sering menyambangi kebun.
Biasanya setelah lelah berkeliling mereka bersantap siang di tengah kebun. Kalau sudah begitu, Handriyani terkenang masa kecil bersama sang ayah kala berkebun bersama. Kini sambil menikmati bunga dan buah lengkeng yang bermunculan, ia bergumam, Kalau datang ke kebun melihat tanaman tumbuh bagus, semua pengorbanan seolah terbayar. (Evy Syariefa/Peliput: Destika Cahyana)
Trubus 435 – Februari 2006/XXXVII