Produksi jagung menjulang hingga 9,5 ton pada musim hujan. Busuk batang juga hengkang.
Hujan semalam masih menyisakan basah di permukaan daun. Purnomo Poniman berjalan menyusuri lahan jagung. Tanaman jagung di lahan sehektar miliknya berbunga, memunculkan tongkol-tongkol belia yang cepat membesar. Tiba-tiba pekebun di Banyuwangi, Jawa Timur, itu menghentikan langkah dan mengamati salah satu tanaman. Batang Zea mays itu miring. Purnomo mengira itu lantaran angin kencang yang menyertai hujan pada malam sebelumnya.
Namun, begitu melihat pangkal batang, pikirannya berubah seketika. Di antara pelepah yang hijau, muncul warna kekuningan. Pekebun 43 tahun itu segera sadar yang terjadi: itulah gejala awal serangan cendawan Fusarium sp, penyebab penyakit busuk batang. Saat mengangkat kepala dan melempar pandangan, barulah ia melihat beberapa tanaman berdekatan mengalami kondisi serupa. Semakin jauh Purnomo berjalan, semakin banyak tanaman rusak yang ia jumpai.
Gejalanya hampir seragam: pangkal batang setinggi 2—3 cm dari tanah pucat menguning. Warna pangkal batang tanaman yang miring cokelat kekuningan dan nyaris patah. Dalam beberapa hari, daun tanaman terkulai sehingga pembesaran tongkol mandek. Akhirnya tanaman itu rebah dan mati. Dalam waktu kurang dari 2 pekan, hampir separuh tanaman terserang sehingga ia hanya panen 5 ton jagung pipilan. Lazimnya, ia bisa mendapatkan 7 ton biji jagung kering dari sehektar lahan.
Kecolongan
Ahli hama dan penyakit Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan, Ir Andi Haris Talanca menyatakan, tanaman jagung rentan serangan fusarium saat musim hujan. “Terutama di lahan yang datar dengan drainase kurang baik,” kata Haris. Saat itu, kelembapan tanah di bawah tajuk lebih dari 95%. Jika kadar pH tanah netral—diperburuk oleh pemberian pupuk nitrogen tinggi—maka spora yang hinggap bisa menembus jaringan kutikula, bekas luka akibat serangan hama, atau lubang terbuka lain dan memasuki jaringan tanaman.
Menurut Yos Sutiyoso, pakar Fisiologi Tanaman di Jakarta, pupuk berkadar nitrogen tinggi membuat sel mengembang bagaikan balon yang ditiup. Kondisi itu menjadikan dinding sel menipis sehingga mudah ditembus spora cendawan. Begitu berada di dalam, spora itu segera membentuk jaringan mirip sulur dan perlahan-lahan “mencerna” sel-sel tanaman jagung. Aliran hara dari akar pun mandek sampai akhirnya tanaman ambruk.
Purnomo mengakui saat itu ia benar-benar kecolongan. Pengalaman pada awal 2010 itu tidak membuatnya kapok menanam jagung pada musim hujan. Pada musim tanam berikutnya ia memberikan perlakuan berbeda. Purnomo menanam jagung pipil kuning tanpa olah tanah berjarak 20 cm x 40 cm. Ia menugal tanah sedalam 3—4 cm lalu menanam 1 benih per lubang tanam.
Purnomo hanya menggunakan 2 jenis pupuk: Phonska dan Urea. Pada hari ke-12, ia memasukkan masing-masing 1,5 kg kedua jenis pupuk itu ke dalam jeriken semprot bervolume 20 l, menambahkan air sampai penuh, lalu menyemprotkan ke lahan pada pagi. Pemupukan pertama itu memerlukan masing-masing 1 kuintal pupuk. Pekebun itu mengulang pemupukan 25 hst (hari setelah tanam), dengan mengocorkan masing-masing 2 kuintal pupuk. Selanjutnya pada 40 hst, ia mengocorkan masing-masing 2,5 kuintal pupuk. Terakhir, pada 50 hst ia mengocorkan 3 kuintal Urea untuk memperbesar tongkol.
Untuk menghalau serangan hama dan penyakit, ia merendam benih dalam campuran insektisida-fungisida selama 5 menit, lalu mengeringanginkan. Esoknya benih siap tanam. Pada 15 hst, ia menyemprotkan insektisida sesuai dosis. Jenis pestisida yang ia semprotkan tergantung jenis hama yang menyerang. Jenis lalat penggerek bibit, penggerek tongkol, maupun penggerek batang, ia halau dengan insektisida berbahan aktif klorpirifos dan sipermetrin, klorantrtanilipol, atau betasiflutrin. Jika terjadi serangan belalang, ia mengandalkan insektisida berbahan aktif fipronil. Sementara untuk mengatasi ulat daun, Purnomo menggunakan insektisida berbahan aktif klorfuazuron, metomil, atau deltametrin.
Sukses
Untuk menjauhkan serangan cendawan penyebab rebah batang, ia memberikan fungisida berbahan aktif piraklostrobin atau tebukonazol dan trifloksistrobin sebagai perlakuan pratanam benih. Pada 30 hst, ia kembali menyemprotkan fungisida itu dengan dosis sesuai anjuran. Menurut Dr Widodo dari Klinik Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, cendawan fusarium berkembang melalui 2 tahap: endofit dan saprofit.
Tahap endofit, saat spora berkembang dalam jaringan pembuluh tanaman, tidak bisa dikendalikan dengan penyemprotan fungisida. “Penanggulangannya hanya mencabut lalu membakar tanaman terserang di tempat,” kata Widodo. Sementara tahap saprofit, saat cendawan menyebar secara horizontal, adalah waktu yang tepat menyemprotkan fungisida.
Upaya Purnomo sukses. Pada pengujung April 2013 ia panen 9,5 ton biji jagung kering dari lahan sehektar. Hasil itu hampir 2 kali lipat panen saat terserang busuk batang, meski sama-sama menanam pada musim hujan. Angka itu bahkan lebih tinggi ketimbang produktivitas nasional yang hanya 6 ton jagung pipil per ha. Petani sejak 2003 itu pun memperoleh harga tinggi—mencapai Rp3.200 per kg. Maklum saat itu, jagung impor langka lantaran produksi di Amerika Serikat, Brasil, dan Venezuela anjlok akibat perubahan iklim. Kesuksesan itu membuat Purnomo diundang hadir pada acara Agriculture Event 2013 oleh BASF Asia Pasifik di Pulau Sentosa Singapura, pada 23 Mei 2013
Menurut Markus Heldt, presiden divisi perlindungan tanaman BASF Asia Pasifik, produktivitas jagung Indonesia paling rendah ketimbang negara-negara lain di Asia Pasifik. Data Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA), pada 2012 produktivitas jagung tanahair hannya 2,38 ton per ha. Salah satu penyebabnya adalah tingginya serangan hama atau penyakit.
“Indonesia, dengan jumlah penduduk nomor 4 terbesar dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, mestinya juga mampu memenuhi sendiri kebutuhan pangannya,” kata Prof Peter Warr, pengamat ekonomi pertanian di Austalia National University (ANU), Canberra, Australia dalam acara Agriculture Event 2013 itu. Salah satu caranya meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas lahan. (Argohartono Arie Raharjo)
FOTO :
- Purnomo Poniman, perlakuan benih pratanam memperkuat ketahanan terhadap penyakit
- Pada musim hujan, jagung rentan serangan fusarium
- Produktivitas jagung Indonesia terendah di Asia Pasifik lantaran serangan hama penyakit