Saturday, October 5, 2024

Minyak Dara vs Lupus

Rekomendasi
- Advertisement -

Edi Kwee tertunduk lesu keluar dari dokter. Ucapan dokter terngiang terus telinganya, ”Putra Anda terkena lupus. Sampai saat ini belum ada obat yang menyembuhkan secara sempurna,” katanya. Sembilan dokter spesialis angkat tangan tak sanggup menangani penyakit yang diderita Santo, putra tercintanya. Terbayang anak ketiganya bakal mendahului meninggalkan dunia fana.

Begitulah kesedihan Edi saat Santo dianggap tak lagi mempunyai harapan hidup. Ketika itu Juli 2003, Santo masuk rumah sakit untuk kedua kalinya. Mukanya terbakar merah berbentuk kupukupu, kulit berbintik-bintik, dan rambut rontok condong botak. Di sana jarum suntik menanti setiap hari. Keluhan nyeri dan gatal hanya mampu dirasa di hati karena bicaranya sudah tidak lagi jelas. Santo hanya tergolek lemah lantaran sekujur tubuhnya lumpuh. Buang air besar dan berurine pun di tempat tidur.

Sakit gawat Santo berawal dari nyeri sendi yang dirasa 3 tahun silam. Malam hari, sepulang kuliah dari Bina Nusantara, Kemanggisan, Jakarta Barat, jari-jemari anak ke-3 dari 5 bersaudara itu nyut-nyutan. Esoknya diantar ayahnya Santo pergi ke dokter praktek di bilangan Bojongindah, Cengkareng, Jakarta Barat. Hasil pemeriksaan dokter, pemuda berbobot tubuh 80 kg itu rematik. Berbekal obat sang dokter Santo pulang.

Namun, nyeri yang diderita hanya berkurang sebulan. Sejak itu hampir tiap bulan ia merasakan sakit serupa. Bahkan, demam dan pusing turut menyertai penderitaannya. Bolak-balik ke dokter pun menjadi langganan kelahiran Jakarta, 12 Desember 1980 itu. Walau begitu saban hari ia tetap memaksakan diri mengendarai sepeda motor Bojongindah—Kemanggisan untuk kuliah.

Sinar matahari

Pada akhir April 2003, Santo merasa suhu tubuh meninggi dan pusing. Rasa itu kian menghebat saat ia terkena sinar matahari. “Kulit di muka dan tangan berbintik merah,” katanya. Seminggu berselang, Edi Kwee melarikan putranya ke rumah sakit. Lagi-lagi dokter kebingungan mendiagnosis penyakit itu. Mereka menyangka demam rematik. Tujuh hari tergolek di rumah sakit Santo d i p e r b o l e h k a n pulang karena ada perbaikan. Anehnya, tes darah terakhir menunjukkan Santo mengidap thypus.

Selama menjalani rawat jalan, perbaikan ke arah sembuh total tak kunjung tiba. Dua bulan berselang ia harus kembali masuk rumah sakit. Saking sulitnya mendiagnosis penyakit, Santo ditangani oleh 9 dokter spesialis. Setelah 2 minggu menjalani pemeriksaan dan perawatan, penyakit itu tak kunjung sembuh. Dokter pun menyerah tak sanggup mengobati.

Edi segera membawa Santo pulang. Pria kelahiran Jambi 53 tahun silam itu mulai mencari pengobatan alternatif. Orang pintar di Puncak, Bogor, pun disambangi. Karena kendaraan roda empat tak bisa masuk. Edi menggendong Santo sejauh 1 km. Namun, mukjizat yang dikehendaki tak kunjung datang.

Kapsul VCO

D u a h a r I berselang seorang kenalan Edi tibatiba menelepon m e n g a j a k n y a bekerja. Namun, t a w a r a n i t u d i t o l a k . “ S a y a tak bisa bekerja, anak saya terkena lupus,” ujar Edi sambil menangis s e d i h . S i a p a sangka, justru telepon itulah awal sebuah jalan. Kenalan Edi itu bekerja di sebuah klinik herbal. Ia menyarankan Edi membawa Santo ke klinik yang terletak di Pusat Perniagaan Roxi Mas.

Sang herbalis menyarankan Santo meminum air kelapa sebagai pengganti air putih sehari hari. Ia juga memberikan 3 kombinasi ramuan berbetuk kapsul. Satu kapsul berupa ekstrak virgin coconut oil, yang lain ekstrak umbi-umbian. Ketiganya diminum 3 kali sehari. Dua hari mengkonsumsi ramuan obat itu Santo mulai bisa menggerakkan tubuhnya yang lumpuh. Ia pun belajar berdiri dan berjalan. Seminggu kemudian ia bisa buang air besar dan berurine sendiri. Bulan berikutnya, ia sudah mampu berjalan beriringan dengan Edi saat kontrol.

Dokter pun kaget melihat perbaikan pesat itu. Untuk memastikan, 6 bulan kemudian Santo dites di l abor ator ium. Hasilnya, ia terbebas dari penyakit aneh itu. Saat Trubus temui Mei tahun lalu, Santo tampak sehat dan ceria. Bobot tubuhnya 85 kg, rambutnya yang rontok telah tumbuh. Setahun kemudian saat dihubungi kembali, Santo telah bebas beraktivitas. “Saya baru saja pulang dari Jambi antar Ibu,” katanya.

Seribu wajah

Menurut Prof Dr Karmel L Tambunan, hematologis di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, lupus dikenal sebagai penyakit autoimmune. Pada manusia normal, sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk melindungi tubuh dari berbagai macam serangan virus, kuman, bakteri, dan benda asing lain. Pada lupus sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan mengenali benda asing yang membahayakan dengan jaringan tubuhnya sendiri. Pun produksi antibodi sangat berlebihan.

Akibatnya, antibodi tak lagi menyerang virus, kuman, dan bakteri yang ada dalam tubuh. Antibodi malah menyerang sistem kekebalan sel dan jaringan tubuh sendiri. Bila jaringan tubuh kulit yang diserang, maka pasien seolah-olah sakit kulit. Demikan juga bila ginjal yang diserang, sang pasien menderita sakit ginjal; hepar, sakit lever. Karena itu lupus disebut juga penyakit seribu wajah karena dokter sering kesulitan dan keliru mendiagnosa penyakit.

Yang menarik, sampai sekarang tak ada yang tahu pasti penyebab lupus. Dokter meyakini penyebab lupus ialah kombinasi faktor genetik, lingkungan, obat-obatan, makanan, dan stres. Sampai saat ini obat yang dianggap manjur mengatasi lupus adalah golongan steroid. Ia berperan menekan pembentukan antibodi yang berlebih. Obat lainnya tergantung organ dan jaringan yang sudah terserang. Misal, bila yang terserang ginjal, maka obat yang diberikan steroid plus obat ginjal.

Reaksi berlebihan

Menurut Hartono, herbalis di Jakarta, Santo betul mengidap lupus. Penyakit itu muncul lantaran sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan sehingga mengganggu kesehatan. “Antibodi yang dikeluarkan menyerang organ tubuh sendiri,” ujarnya. Pada kasus Santo, itu bisa muncul karena antibodi bermaksud menyerang minyak mentah yang molekulnya lebih dari satu alias minyak tak jenuh. Itu berasal dari minyak mentah yang digoreng di atas 1000C. Maklum, sebelumnya Santo sangat doyan gorengan dan mie instan goreng.

Pada beberapa kasus, penderitaan pasien lupus justru meningkat setelah mereka banyak mengkonsumsi steroid. “Reseptor sel tubuh menurun. Steroid juga bisa menyerang tulang,” kata Hartono. Di sinilah virgin coconut oil berperan. Ia meningkatkan reseptor sel tubuh sehingga obat berupa ekstrak umbi—yang berperan sebagai detoksifi kasi—dapat diserap tubuh. “Tanpa VCO, obat yang diberikan tak berguna apa-apa. Ia tidak diserap sel. Begitu juga sebaliknya, hanya dengan VCO lupus tak akan sembuh,” katanya lagi.

Pernyataan Hartono itu sejalan dengan publikasi penelitian Dr Joseph Mercola, pakar kesehatan di Chicago, Amerika Serikat. Menurutnya, metabolisme sel pada penderita lupus sangat rendah. Makanya, banyak pasien lupus mengalami kelelahan kronis. Virgin coconut oil berperan meningkatkan metabolisme sel tubuh. Dengan stabilnya metabolisme tubuh maka pengobatan lupus dapat lebih efektif. Ia juga melarutkan lemak pada penderita lupus yang tak mampu dibakar tubuh.

Di tempat terpisah, Dr Susilo Wibowo, dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, mengatakan, salah satu keunggulan virgin coconut oil ialah kemampuannya mengaktifk an sel yang sebelumnya rusak. Itu sejalan dengan penelitian JJ Kabara yang mengatakan medium chain fatty acid alias MCFA dalam VCO mampu mengembalikan kemampuan sel menyerap gizi dan asupan vitamin lain. Terutama bahan-bahan yang larut dalam minyak.

VCO juga dapat mencegah berbagai kemungkinan komplikasi akibat infeksi yang sering dialami oleh penderita. Maklum, publikasi dari Bruce Fife di bukunya yang berjudul Th e Healing Miracle of Coconut Oil menyebutkan, siapa saja yang telah meminum steroid secara berlebihan berisiko terserang infeksi. Ucapan Susilo itu bukan kabar baru. Dr Mary G Enig Phd, ahli nutrisi dan biokimia di Amerika menyebutkan, asam laurat merupakan asam lemak paling kuat untuk mengatasi infeksi akibat mikroorganisme: bakteri, cendawan, protozoa, dan virus. “Ia efektif mencegah infeksi ikutan dari penyakit utama,” katanya dalam Indian Coconut Jurnal. (Destika Cahyana/Peliput: Lastioro Anmi Tambunan)

VCO Nutrisi Pelengkap Bukan Obat

Berita sembuhnya penderita lupus setelah minum VCO tak serta-merta membuat Prof dr Zubairi Djoerban Sp PD KHOM percaya. “Belum ada penelitian ilmiah yang membuktikannya. Kita mesti hati-hati,” kata dokter yang dikenal sebagai pemerhati lupus itu. Ia mencontohkan, misalnya seseorang yang sakit fl u kemudian makan singkong sembuh. “Bukan berarti singkong menyembuhkan fl u. Bisa jadi itu karena faktor kebetulan,” katanya lagi.

Sebagai dokter Zubairi mengingatkan masyarakat agar tak mudah menganggap sesuatu sebagai obat. Pasalnya, saat ini obat lupus sudah diketahui. Karena itu sejak 10—15 tahun terakhir 93—95% penderita lupus dapat ditolong jiwanya dan dapat beraktivitas seperti biasa. “Kalau era 72—80-an memang lupus masih misterius. Hanya 30% penderita yang tertolong,” kata kepala divisi Hematologi dan Onkologi Medik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI itu.

Mengenai virgin coconut oil, Zubairi berpendapat, sejak dulu memang kelapa dan minyaknya dikenal bermanfaat buat kesehatan. Konsumsi kelapa pun dapat mencegah berbagai penyakit. Namun, jangan gantikan VCO sebagai obat lupus karena belum ada dasar ilmiah dan bukti yang kuat. Bila masyarakat ingin mengkonsumsi VCO, silakan selama tujuannya untuk melengkapi nutrisi tubuh. “Bukan sebagai obat,” demikian ujarnya. (Destika Cahyana)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Potensi Keong Darat dan Upaya Budi daya Berkelanjutan

Trubus.id—Keong darat berpotensi sebagai sumber daya untuk produk kosmetik. Menangkap peluang itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img