Trubus.id–Kementerian Perdagangan mencatat ekspor produk halal untuk periode Januari–Oktober 2024 senilai USD41,42 miliar setara Rp673,90 triliun. Pada periode yang sama, surplus neraca perdagangan produk halal Indonesia mencapai USD 29,09 miliar.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Mardyana Listyowati menuturkan pada periode itu sektor makanan olahan mendominasi nilai ekspor sebesar USD33,61 miliar, kemudian pakaian muslim USD6,83 miliar, farmasi USD 612,1 juta, dan kosmetik USD 362,83 juta.
“Kami apresiasi kolaborasi para pemangku kepentingan dalam mendorong kinerja ekspor produk halal Indonesia,” kata Mardyana pada siaran pers.
Pada periode yang sama, negara tujuan ekspor produk halal Indonesia seperti ke Amerika Serikat, Tiongkok, India, Pakistan, dan Malaysia.
Mardyana menuturkan neraca perdagangan produk halal Indonesia menunjukkan peningkatan tren surplus sebesar 10,86 persen pada periode 2019—2023. Rekor surplus tertinggi pada 2022 yang mencapai USD47,7 miliar.
Ia menuturkan al itu menunjukkan momentum yang telah terbangun bagi perdagangan produk halal Indonesia, terutama dari sisi ekspor.
Mardyana menyebut terdapat tren peningkatan nilai produk halal Indonesia hingga 10,95 persen per tahun pada periode lima tahun terakhir (2019–2023). Pada 2023, nilai itu mencapai USD 50,54 miliar dan pada 2019 sebesar USD 37,29 miliar.
Ia menjelaskan metode penghitungan ekspor produk halal akan terus dikembangkan dengan mengadopsi kode HS halal di sektor fesyen, tekstil, farmasi, dan kosmetik.
Upaya itu sesuai penahapan pemberlakuan sertifikasi halal produk melalui Kelompok Kerja Kodifikasi Produk Halal di bawah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Mardyana mengungkapkan, saat ini Pemerintah Indonesia telah memiliki Kelompok Kerja Percepatan Ekspor Produk Halal Indonesia yaitu Indonesia Halal Export Incorpoted.
“Kelompok Kerja Indonesia Halal Export Incorpoted memiliki empat fokus yang dikembangkan, yaitu Akses Pasar, Inkubasi dan Produksi, Pembiayaan Syariah, serta Perjanjian dan MRA Sertifikasi Halal,” ujar Mardyana.
Ia menjelaskan bahwa kelompok kerja itu dibentuk oleh KNEKS dengan melibatkan 12 kementerian dan lembaga untuk bersinergi mempercepat ekspor produk halal.
Pasar produk
Badan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan merekomendasikan lima negara tujuan ekspor prioritas bagi produk halal Indonesia. Negara itu meliputi Malaysia, Turki, Uni Emirat Arab (UEA), Thailand, dan Arab Saudi.
Analis Perdagangan Ahli Muda Kementerian Perdagangan Septika Tri Ardianti menuturkan pasar Turki dan UEA menjadi hub perdagangan kawasan, sedangkan pasar Arab Saudi digerakkan melalui optimalisasi produk halal dalam ekosistem haji dan umroh terintegrasi.
“Malaysia dan Thailand merupakan pasar ASEAN yang perlu dijaga sebagai mitra perdagangan yang saling menguntungkan,” ujar Tri.
Sejalan dengan rekomendasi negara tujuan ekspor prioritas yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, ekspor produk halal ke negara-negara mayoritas muslim, dan anggota OKI berpotensi menjadi pasar alternatif bagi ekspor Indonesia.
Pertumbuhan pasar produk halal global diproyeksikan tumbuh 7,6 persen secara tahunan, yang akan mencapai USD492 miliar pada 2027. Sementara itu, sebagian besar negara yang menyediakan produk halal di negara-negara OKI adalah Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan Prancis.
Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah KNEKS Putu menuturkan Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalannya.
Musababnya pemasok kebutuhan produk halal di negara OKI lebih banyak oleh Tiongkok, Uni Eropa, dan Amerika. “Di tengah kelesuan pasar domestik negara-negara tersebut, Indonesia harus menjadi penyedia produk ekspor yang terjamin kualitas dan kehalalannya,” ujar Putu.
Ketua Komite Tetap Timur Tengah dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Mohammad Bawazeer menuturkan Indonesia perlu mengoptimalkan posisi sebagai anggota OKI untuk memudahkan perdagangan produk halal Indonesia di tingkat global.
Ia menyebut salah satu pasar yang menjadi prioritas adalah Arab Saudi, khususnya terkait ekosistem haji dan umrah.
“Pasar Timur Tengah seperti Arab Saudi, Oman, Bahrain, Kuwait, Qatar, UEA, Lebanon, Yaman, dan Iran harus kita maksimalkan. Tantangan kita adalah regulasi dan penggunaan standar produk internasional, karakteristik, serta budaya bisnis yang unik,” kata Bawazeer.
Sementara Kepala Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Ahmad Haikal Hasan menuturkan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
“BPJPH mempunyai tugas menyelenggarakan jaminan produk halal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ujar Haikal.