Bagai laron melihat l a m p u n e o n d I kegelapan. Sebagian besar warga di kota Wamena beramai-ramai terjun mengolah buah merah. Tidak terbatas pada mereka yang tengah mencari mata pencaharian. Karyawan swasta maupun pemerintah berekonomi mapan sekalipun banyak yang tergiur. Bahkan demam mengolah buah merah merambah nun di kota kecil yang berjarak 18 jam ditempuh dengan berjalan kaki dari Kelila ke Bogondini.
Semua mengaharapkan untung besar dari maraknya penjualan minyak buah merah di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Bali, dan Pontianak. “Saya dengar dari beberapa pengolah mulai dijajagi proses pengiriman ke Cina,” tutur Hendro. PT Prima Baliem Subur yang dikelola Hendro sendiri tengah menjalin kerjasama pemasaran dengan dokter di Singapura.
Wamena memang sentra buah merah yang dianggap berkualitas bagus. Di sana pengolah bisa dengan mudah mendapatkan bahan baku, kapan dan berapapun volume yang dibutuhkan. Tak heran pengolah-pengolah skala besar sanggup memasok puluhan sampai ratusan liter minyak buah merah per hari. Sayangnya, tidak ada standar kualitas sehingga mutu sangat beragam. Maklum, masing-masing pengolah punya cara sendiri-sendiri.
Namun, beberapa pengolah besar pada dasarnya mempunyai standar kerja untuk menghasilkan minyak berkualitas. Di antaranya, bahan baku diseleksi, higienitas lingkungan kerja dijaga, dan proses pemanasan dikontrol agar zat-zat bermanfaat dalam buah merah tidak hilang. Inilah cara yang banyak diterapkan para pengolah besar di Wamena. (Karjono)