
Magot berpotensi sebagai pakan alternatif ikan budidaya.
Dedi Sulardi memproduksi rata-rata 10 ton magot per bulan. Magot sebutan untuk larva black soldier fly alias lalat tentara. Dedi memproduksi magot demi mendukung program Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat yang mengembangkan pakan alternatif untuk ikan budidaya. Pria asal Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, itu menggabungkan hasil produksi magot bersama para produsen lain yang bergabung dalam kelompok tani.

Total jenderal Dedi bersama para produsen lain menghasilkan 40—50 ton magot per bulan. Mereka memanfaatkan limbah bungkil kelapa sawit yang difermentasi sebagai media pertumbuhan magot. Dedi merendam bungkil kelapa sawit dalam air tawar dengan rasio 1:2. Kemudian ia memasukkan bungkil yang tercampur air itu ke dalam bak yang berada di ruang terbuka. Atap menaunginya agar media tidak terkena air hujan.
Mudah dan praktis
Untuk memudahkan lalat tentara menempelkan telur, Dedi menempatkan daun-daun kering di permukaan media. Dedi memanen magot setelah 3—4 pekan pemeliharaan. Dari 3 kg limbah bungkil kelapa sawit menghasilkan 1 kg magot. Dedi dan rekan lalu mengolah larva hewan anggota famili Stratiomydae itu menjadi pelet yang mengandung protein hingga 21—25%. Kandungan protein yang tinggi cocok sebagai pakan ikan nila, mas, patin, dan lele.
Dedi menjual pelet magot itu dengan harga Rp6.700—Rp7.000 per kg. Ia salah satu binaan Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi dalam pengembangan potensi magot sebagai pakan alternatif ikan budidaya. BBAT Jambi meneliti potensi magot sejak 2006—2010. Dalam penelitian itu BBAT Jambi memanfaatkan limbah bungkil kelapa sawit sebagai media tumbuh larva lalat tentara hitam.
Bungkil menjadi pilihan karena mengandung nutrisi yang lebih baik dibandingkan dengan limbah organik lain, seperti lumpur limbah produksi minyak kelapa sawit, ampas tahu, dan ampas kecap. Selain itu bungkil kelapa sawit tersedia melimpah. BBAT mengembangkan magot sebagai pakan ikan karena teknologi sangat sederhana dan mudah diterapkan oleh para peternak ikan secara mandiri.

Produksi magot juga tidak perlu biaya investasi tinggi. Pengembangan magot juga berdampak positif bagi lingkungan karena memanfaatkan limbah menjadi sesuatu yang bernilai guna. Dari berbagai penelitian membuktikan magot dapat menjadi sumber nutrisi yang baik bagi ikan. BBAT Jambi melakukan berbagai penelitian pemberian pakan magot untuk beberapa jenis ikan, seperti patin, nila merah, nila hitam, mas, toman, gabus, dan arwana.
Pakan magot dapat diberikan untuk pakan benih ikan saat pendederan atau pembesaran. Saat pendederan ukuran magot yang diberikan harus berukuran kecil, yakni berumur sekitar 2 pekan. Adapun untuk pembesaran dapat diberikan magot berumur 2—4 pekan atau sebelum magot menjadi pupa berwarna hitam.
Hemat

Hasil penelitian Unit Pembenihan Rakyat (UPR) ikan mas di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, menunjukkan benih ikan mas yang diberi pakan magot kecil (umur 5—6 hari setelah menetas) pertumbuhannya 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan benih ikan mas yang tidak diberi pakan magot kecil. Magot mini sangat baik digunakan sebagai pakan benih ikan konsumsi atau ikan hias karena mengandung 60,2% protein, 13,3% lemak, 7,7% abu, dan 18,8% karbohidrat.
Riset penulis pada patin menunjukkan, ikan yang diberi pakan kombinasi berupa campuran 25% magot hidup dan 75% pakan komersial mampu menghasilkan laju pertumbuhan terbaik. Kombinasi itu juga dapat menghemat biaya pakan hingga Rp352 per kg ikan. Porsi magot juga dapat ditingkatkan hingga 35% tanpa mengurangi tingkat pertumbuhan ikan dan efisiensi pakan.
Pemberian 34,7% tepung magot menggantikan protein dari tepung ikan pada pakan pembesaran ikan patin siam. Adapun pada nila merah, pemberian pakan kombinasi 50% magot hidup dan 50% pakan komersial menghasilkan laju pertumbuhan terbaik. Biaya pakan juga lebih hemat hingga Rp1.819 per kg ikan. Substitusi magot dapat ditingkatkan hingga 54% tanpa menurunkan performa pertumbuhan dan efisiensi pakan.
Pemberian 50% tepung magot juga dapat menggantikan pasokan protein dari tepung ikan untuk pakan pembesaran ikan nila merah. Hasil positif juga terlihat dalam penelitian pemberian magot sebagai pakan ikan toman. Pemberian magot menggantikan penggunaan ikan rucah hingga 50%. Pemberian pakan magot juga menghemat biaya pakan sebesar Rp3.128 per kg ikan. Adapun untuk benih ikan arwana, pemberian magot hingga 50% dapat menggantikan ikan rucah dan tetap menunjukkan performa pertumbuhan terbaik.
Penggunaan magot sebagai substitusi pakan komersial juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Magot menggantikan 50% pakan komersial pada ikan lele. Benih gurami yang diberi 100% pelet magot berdosis 3% dari biomassa per hari menghasilkan laju pertumbuhan dan efisiensi pakan terbaik. Berbagai penelitian itu menjadi bukti jika magot berpotensi pakan alternatif yang baik bagi ikan budidaya. (Ir. Ediwarman, M.Si, perekayasa madya di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Jambi)
