
(Foto : dok. Trubus)
TRUBUS — Permintaan dan produksi pisang tidak sebanding sehingga ceruk pasar relatif besar. Peluang ekspor belum tergarap maksimal.
Dr. Murtono, M.Pd., rutin memanen 50 tandan pisang raja bulu dan cavendish setiap pekan sejak Agustus 2020. Harga pisang Rp100.000 per tandan sehingga omzet warga Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, itu Rp5 juta per pekan atau Rp 20 juta per bulan. “Minimal laba Rp10 juta. Untung rata-rata Rp15 juta per bulan,” kata Murtono. Ia menanam 500 pisang raja bulu dan 500 cavendish di lahan satu hektare.

(Foto : dok. Trubus)
Petani sejak Oktober 2019 itu sangat serius berkebun pisang di sela-sela profesi sebagai dosen di Universitas Muria Kudus (UMK). Ia mengandalkan bibit hasil perbanyakan kutur jaringan agar produksi tanaman maksimal. Enam bulan setelah tanam, pisang cavendish berbunga. Ia memotong bagian terbawah jantung pisang dan membersihkan bunga kering dua pekan berselang.
Pasar ekspor
Setelah itu, pembungkusan buah menggunakan plastik polietilen berwarna biru agar pisang lebih mulus. Murtono juga melengkapi kebun pisang dengan sistem pengairan mirip irigasi tetes. Pipa berukuran 0,5 inci mengular di antara tanaman pisang. Cukup buka kran, maka air pun mengalir melalui pipa dan menyiram setiap rumpun pisang. Air mengalir 5—8 jam per hari saat musim kemarau (Pisang Beririgasi Tetes halaman 22—23).
Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS) itu menuai pisang perdana pada Agustus 2020. Kapasitas produksi 7—10 tandan pisang per hari. Sebetulnya luas lahan milik Murtono total empat hektare. Murtono menanam pisang karena semua orang menyukainya dan bernilai ekonomis tinggi. “Setiap tanaman pisang memiliki 3—5 tunas. Dengan modal tanam satu kali bisa untung seterusnya jika dirawat dengan baik,” kata Murtono.
Rio Erlangga tak tanggung-tanggung. Ia menanam pisang mas kirana di lahan 300 hektare. Saat ini baru tanaman di lahan 90 hektare yang menghasilkan. Kapasitas produksi 11—13 ton pisang per pekan setara 44 ton per bulan. Jika harga pisang Rp5.000 per kg, Omzet Rio Rp55 juta per pekan atau Rp220 juta per bulan. Ia tengah menyiapkan lahan 1.300 ha di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Menurut Rio kapasitas produksi saat ini baru memenuhi sekitar 3% permintaan. “Kebutuhan pisang sangat besar. Pasar ekspor dan olahan belum tergarap maksimal,” kata pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, itu. Kebun pisang Rio yang menghasilkan minimal 44 ton per bulan pun belum mampu memenuhi permintaan. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Ir. Bambang Sugiharto, M.Eng.Sc., menyatakan, pisang komoditas bernilai ekonomi dan strategis luar biasa.

Eksportir lain, PT Great Giant Pineapple di Terbanggi, Provinsi Lampung, mengebunkan pisang cavendish di lahan sekitar 3.000 hektare. Perusahaan itu menuai sekitar 975 ton pisang per pekan untuk memasok pasar lokal (10—20%) dan ekspor (80—90%). Manajer Ekspor PT Great Giant Pineapple periode 2015—2017, Dea Perdana, S.T.P., mengatakan bahwa pasar ekspor mensyaratkan pisang yang mulus dengan lingkar buah 7—7,5 cm dan berpenampilan mulus. Tingkat kematangan hanya 10—20% sehingga ketika tiba di negara tujuan masih segar.
Menurut Dea volume ekspor mencapai minimal 390 ton per pekan ke Malaysia, Singapura, dan Tiongkok. Selama pandemi korona permintaan dalam negeri justru meningkat 10—20%. Harap mafhum pisang kaya gizi seperti potasium, vitamin C, dan zat besi yang berfaedah membangun kekebalan tubuh.
Seorang pejabat tinggi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengajak Murtono mengembangkan pisang cavendish di lahan 1.000 ha. Ia menolak permintaan produsen roti yang meminta pasokan 25 tandan pisang raja bulu setiap hari. Ada juga permintaan 500 tandan pisang per pekan yang belum terpenuhi karena keterbatasan produksi. Sementara itu petani di Kabupaten Kudus Jawa Tengah, Rochmad Taufiq, belum sanggup memenuhi memenuhi permintaan 16 ton pisang per pekan dari Yogyakarta.
Indonesia produsen pisang terbesar ketiga di dunia setelah India dan Tiongkok. “Potensi pisang belum dimaksimalkan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Filipina menjadi eksportir pisang yang lebih baik daripada Indonesia,” kata Bambang. Selain Timur Tengah, Jepang salah satu target pasar pisang tanah air.
Permintaan melonjak
Bisnis pisang tak selamanya semanis rasanya. Para pekebun menghadapi banyak kendala seperti serangan organisme pengganggu tanaman. Hingga kini petani masih sulit mengatasi serangan penyakit layu fusarium. Pemicunya cendawan Fusarium oxysporum yang menyebabkan petani gagal panen hingga 100% jika tidak ditangani segera.
Namun, jika para petani mampu mengatasi hambatan itu pisang menjanjikann laba. “Budidaya pisang menguntungkan,” kata Munaji, S.P., M.P. Pada November 2020 hingga Januari 2021 warga Desa Kedungneng, Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, itu memanen 30 ton pisang raja. Harga saat itu Rp4.000—Rp6.000 per kg sehingga omzet Munaji Rp120 juta—Rp180 juta.
Munaji mengatakan, untung bersih mencapai Rp60 juta—Rp120 juta setelah budidaya setahun lamanya. Tidak heran jika kebun pisang di Kecamatan Losari mencapai 140 hektare.

(Foto : dok. Munaji)
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Fadjry Djufry, M.Si., mengatakan, pisang komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Menurut peneliti pisang di Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Solok, Drs. Edison H.S., konsumsi pisang dunia sangat tinggi yakni 31,51 kg per kapita. Sementara itu pada 2016 tingkat konsumsi pisang di Indonesia baru 14,21 kg per kapita per tahun.
“Pisang komoditas yang murah dan menyehatkan. Makanlah pisang jika ingin menambah stamina,” kata Fadjry dalam webinar Bincang Buah Tropika Seri Pisang pada April 2021. Di acara yang sama, Bambang Sugiharto menyatakan, produksi pisang di tanah air cenderung meningkat. “Produksi pisang kita mencapai 8,1 juta ton pada 2020. Meningkat 12,4% dibandingkan dengan produksi pada 2019,” kata Bambang.
Varietas pisang mencapai ratusan, tetapi para pekebun lazimnya memilih jenis tertentu. Manajer Pengembangan Bisnis PT Laris Manis Utama, Vendi Tri Suseno merekomendasikan pisang meja seperti cavendish, barangan, dan raja karena prospek pasar bagus (baca: Pisang Incaran Pasar halaman 18—19). Tiga tahun terakhir bisnis pisang makin menggeliat.
Kebun meluas
Saat ini pekebun baru seperti Murtono dan Rio bermunculan di berbagai daerah. Yang paling anyar penanaman pisang cavendish di lahan 3 hektare berpopulasi 6.000 tanaman di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pada Februari 2021. “Luas lahan kemungkinan bertambah jika hasil panen dan pemasaran bagus,” kata Kepala Desa Cibangkong, Sarwoto Aminoto, S.A.P. Aminoto bekerja sama dengan perusahaan di Jakarta untuk pemasaran hasil panen. Ia memprediksi panen perdana pada November 2021 menghasilkan minimal 20 ton pisang dari populasi lebih dari 1.000 tanaman.

Tidak semua pekebun menanam pisang di lahan luas, lebih dari 3—5 hektare. Ada juga yang membudidayakan pisang di lahan sempit. Lihat saja Basuki di Desa Kragilan, Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, menanam 80 pisang di lahan 500 m2 pada Maret 2020. Kemudian ia menanam 600 pisang lagi di lahan 5.000 m2. Basuki terpincut membudidayakan pisang lantaran bernilai ekonomis tinggi dan perawatan relatif mudah.
Para pekebun yang lebih dahulu berkebun pisang dari Basuki pun meluaskan kebun mereka. Begitu juga dengan Warlis Anjung yang berencana meluaskan kebun hingga 50 ha. Petani di Nagari Salayo, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, itu membudiayakan 5.000 pisang kepok tanjung di lahan 10 hektare. Kapasitas produksi baru 10 tandan per bulan. Harga saat ini Rp150.000 per tandan.
Bondan Danu Kusuma, S.E., menyasar calon pengantin atau penyedia jasa resepsi pernikahan sebagai konsumen. Alasannya harga pisang untuk hajatan mencapai Rp500.000 per tanaman. Masyarakat acap menjadikan tanaman anggota famili Musaceae itu sebagai hiasan pelaminan. Warga Kelurahan Condongcatur, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta itu sangat jeli melihat peluang yang belum banyak digarap orang.
Sayangnya pandemi korona melanda Indonesia sehingga pesta pernikahan pun berkurang. Ia lalu menjual hasil panen kepada para pedagang. Beruntung mulai ada empat pesanan pisang untuk pernikahan hingga medio Juni 2021. Ia mengebunkan 1.500 pisang raja sejak 2019. Bondan memanen pisang dari satu rumpun per tiga bulan. “Budidaya pisang mudah, murah, dan hasilnya cepat. Pemula bisa menanam pisang,” kata Bondan.
Kapasitas produksi kebun Bondan 50—75 tandan per bulan. Bobot rata-rata sebuah tandan 12,5 kg. Ia menjual dengan harga Rp10.000 per kg setara Rp125.000 per tandan pisang. Total jenderal omzet Bondan Rp6,3 juta. Saat itu pemilik CV Bumiku Hijau Farm itu menanam pisang dalam tiga tahap. Itulah sebabnya hanya sebagian tanaman yang produktif. Makin lama kian banyak volume panen dari kebun yang berlokasi di Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu.
Kampung buah
Menurut Direktur Buah dan Florikultura, Dr. Liferdi, S.P., M.Si., ada tiga strategi pengembangan hortikultura 2021—2024 yaitu pengembangan kampung hortikultura seperti kampung buah, penumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, (UMKM) hortikulutra, serta digitalisasi sistem informasi. Kampung buah merupakan pengembangan komoditas buah dalam wilayah administrasi terfokus dalam suatu desa.
Luas kampung buah minimal 10 hektare per desa. Komoditas yang dikembangkan adalah buah yang cocok dan sesuai dengan agroekosistem desa itu. “Dari 1.500 kampung hortikultura, ada 56 kampung pisang setara 560 hektare,” kata Liferdi. Kampung pisang itu terbagi menjadi dua yakni kawasan reguler dan kawasan pisang sebagai pendukung pengembangan pangan lokal.

(foto : dok.Trubus)
Kawasan reguler yang mengembangkan pisang barangan, BJM 114, dan cavendish meliputi lima provinsi yaitu Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Adapun kawasan pisang sebagai pendukung pengembangan pangan lokal tersebar di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Kalimantan Tengah. Kepok menjadi pisang pilihan di lima provinsi itu.
Murtono dan Bondan sepakat bisnis pisang berprospek bagus pada masa mendatang. Tingginya permintaan serta bertambahnya luas kebun dan kehadiran pekebun baru menguatkan harapan keduanya. “Makin lama makin bagus prospek pisang. Musababnya jumlah orang makin banyak dan lahan mengecil,” kata Bondan yang juga alumnus Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu. (Riefza Vebriansyah)