Tuesday, March 4, 2025

Pengembangan Kakao di Provinsi Bali : Perlu Perhatian Khusus Agar Kakao Premium Tetap Langgeng

Rekomendasi

Trubus.id—Salah satu sentra industri kakao premium terdapat di Provinsi Bali. Ragam artisan cokelat seperti Cau Chocolate, Junglegold, Deli Cocoa, dan Mason yang selama ini menjadi pasar bagi kakao fermentasi berada di Bali.

Namun, kini terjadi kelangkaan bahan baku. Musababnya banyaknya tanaman kakao tua di Bali. Sehingga industri cokelat terpaksa mendatangkan bahan baku dari luar.

Menurut petani kakao dari Kecamatan Selemendeg, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, Adi Pertama produksi biji kakao saat ini menurun. Hal itu karena tanaman kakao tua dan saat harga kurang menarik sejumlah petani menebang tanaman Theobroma cacao itu.

“Saat ini terdapat minat petani untuk mengembangkan kakao, apalagi harga sudah berada di atas Rp70.000, hanya saja bibit unggul sulit didapat. Perlu ada penambahan kebun entres di Bali dan juga pengembangan Desa Mandiri Benih Kakao agar masyarakat bisa mendapatkan bibit secara swadaya,” kata Adi.

Lebih lanjut ia menuturkan, Kecamatan Selemendeg memiliki potensi rehabilitasi kakao seluas 40 hektare (ha) dan perluasan 25 ha.  Menurut Adi selain pengembangan atas bantuan pemerintah, industri  pengolahan kakao dapat bermitra.

Tujuannya untuk pengembangan kakao berbasis pekarangan sebagai komoditas sampingan. Sehingga industri mendapatkan jaminan bahan baku dengan  harga kompetitif.

Perwakilan Junglegold, Topan membenarkan adanya kesulitan biji kakao asal Bali. Ia menuturkan satu tahun terakhir ini pasokan untuk industri pengolahan cokelat di Tabanan bergantung pada pasokan luar. 

“Jika ada tambahan 100 ton fermentasi dari wilayah Bali, kami siap menyerap. Karena industri cokelat di Bali sangat membutuhkan suplai bahan baku, apalagi biji kakao fementasi dari petani tidak hanya diserap di pengolahan di Bali juga sebagian di ekspor,” ujar Topan.

Menurut anggota komisi IV DPR  I Made Urip, pemerintah perlu mengakselerasi pengembangan kakao di Pulau Dewata itu melalui kegiatan rehabilitasi,  perluasan tanam, dan peremajaan.

“Saya perkirakan perlu ada 1.000 ha lahan kakao yg perlu direhabilitasi dan 700 ha peremajaan. Selain itu perlu ada upaya perluasan paling tidak 300 ha,” kata Made Urip.

Made menuturkan untuk pengembangan dapat dilakukan dengan membagikan bibit kepada masyarakat untuk ditanam di pekarangan. Bibit itu 5—10 pokok per kepala keluarga. “Dimana pengelolaannya dapat diorganisir oleh Subak,” kata Made.

Pengembangan kakao berkelanjutan sudah terbangun di pulau wisata ini. Sehingga perlu adanya perhatian khusus agar bisnis kakao premium di Bali tetap berkelanjutan dan menjadi contoh pengelolaan bagi provinsi lain.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Meningkatkan Produktivitas dan Kesehatan: Unsoed Teliti Green Super Rice dan Beras Hitam

Trubus.id–Dosen Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S., mengembangkan varietas unggul padi Green Super Rice (GSR). Menurut...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img