Lalu 6 juri menancapkan 6 bendera segitiga merah di bawah gantangan nomor 13 yang dihuni Meteor, murai batu milik Hugeng Sugiyono. Kegembiraan puluhan pendukung tim Mahabharata—Hugeng salah satu anggotanya—tak terbendung lagi. Meteor menjadi yang terbaik di final kelas jawara nasional setelah mempecundangi 22 finalis lain.
Mitos angka sial 13 tidak berlaku bagi Meteor. Malah kemenangan si jago tua itu sudah diprediksi sejak awal lomba. “Kalau ada Meteor, yang lain pasti minggir,” papar Suwarno, hobiis di Cimanggis, Depok. Kedahsyatan suaranya cukup stabil di Bumi Perkemahan Cibubur itu.
Saingan dekat, Marsekal yang bertengger di gantangan 2 puas di tempat kedua. Burung milik Sensen asal Bandung itu hanya meraih 4 bendera B. Kostov andalan Agus dari Kalimasada BC meraih 1 bendera B dan menempati urutan ke-3.
Dalam kelas bintang batavia yang berlangsung sore hari Meteor masih mampu menunjukkan kualitasnya. Bahkan tempat terhormat di kelas itu berhasil diraihnya.
Bersaing ketat
Persaingan antartim yang turun di arena lomba boleh dibilang ketat. Sampai siang hari, belum ada tim yang terlihat menonjol. Dari 15 kelas yang telah dituntaskan saat itu, kekuatan masingmasing tim masih tampak seimbang. Urutan teratas dipegang 4 tim papan atas yakni Duta Barito, Suzuki, Duta Kusmin, dan Mahabharata yang masing-masing berbagi 2 gelar juara I.
Hingga pukul 16.00, saat 30 kelas lomba diselesaikan, kekuatan tim masih berimbang. Tim Suzuki meraih 4 gelar, dibayang-bayangi Duta Barito, Duta Kusmin, dan Mahabharata dengan 3 gelar. Kemenangan Tim Suzuki baru dapat dipastikan setelah seluruh gelaran lomba usai.
Walaupun tidak berhasil membawa pulang satu pun dari 5 unit sepeda motor yang disiapkan panitia untuk kelas paling bergengsi—kelas jawara nasional—tim Suzuki mampu menyabet 5 gelar juara I. Di antaranya lewat Sapu Jagat milik Zaenal dan Aris di kelas anis merah bintang jayakarta C, Bule andalan Hendry di kelas lovebird bintang jayakarta, dan Setan Hitam kebanggaan Sunarto W di kelas kacer bintang jayakarta.
Di kelas bintang batavia, Tim Suzuki meraih tempat terhormat setelah Exozet, anis kembang andalan Hardi unggul atas Langlangbuana milik Carry dari Royal BC dan Prawira unggulan Bina Sena.
Selain 5 gelar juara I, tim Suzuki juga menyabet 3 gelar juara II. Di antaranya Dhipsy, cucak hijau milik H Nur dan H Anwar di kelas jawara nasional. Sedangkan Duta Barito yang sukses memboyong 2 unit sepeda motor ke Surabaya berkat 2 gelar jawara nasional—pentet dan hwa mei—hanya mampu mengumpulkan 3 gelar juara I.
Owen unggul
Dhipsy, cucak hijau andalan Tim Suzuki yang menempati gantangan 19 dalam final kelas jawara nasional sebenarnya cukup mendapat perhatian juri. Hanya saja, ia kalah rajin dibanding Flaminggo milik Achun Owen dari Tangerang.
Dhipsy hanya kebagian 1 bendera merah dalam penilaian akhir. Lima bendera lainnya dengan mantap ditancapkan para juri ke gantangan 2, tempat Flaminggo bertengger. Dengan hasil itu ketua umum Paguyuban Ocehan Seluruh Tangerang (POST), pemiliknya, berhak membawa pulang sebuah sepeda motor.
Flaminggo hanyalah salah satu burung yang diandalkan Achun untuk meraih gelar. Yang lainnya masih banyak. Sebut saja New Edane, branjangan yang menjadi langganan juara dalam 3 bulan terakhir dan Roger, blaken yang telah mengoleksi 78 gelar juara 1 dalam 2 tahun turun gelanggang. Roger yang turun di kelas Silangan Impor Metropolitan meraih juara I setelah menyisihkan 2 andalan Duta Kusmin—Kadaluarsa dan si Manis.
Di kelas bintang jayakarta New Edane menumbangkan Penguin milik Bina Sena Jakarta dan Bule andalan Duta Ong dari Tim Predator. Keduanya di tempat kedua dan ketiga. Mozart menyabet juara I di kelas anis kembang bintang jayakarta. Sayang, di kelas bintang batavia, New Edane harus mengakui keunggulan Dahsyat, branjangan milik Acau dari Jakarta.
Meski gagal menambah emas, tetapi 4 gelar juara I telah cukup untuk mengantarkan Achun Owen meraih gelar juara umum perorangan. Ia berhasil menyisihkan Sin Ronny dari Surabaya dan H Endun dari Garut yang memperoleh 2 gelar juara I.
Peserta berkualitas
Meski baru pertama kali berlangsung, lomba burung berkicau Jayakarta Cup 2004 tergolong sukses. Tak kurang dari 2.504 peserta menyemarakkan lomba. Tercatat peserta datang dari Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.
Menurut Huzaidin Awapa, ketua panitia, hampir semua tiket terjual habis. “Hanya beberapa kelas yang masih tersisa tiketnya,” paparnya. Itu pun hanya tinggal 3—4 nomor saja.
Lomba perdana hasil kolaborasi Perhimpunan Burung Indonesia (PBI) Bekasi dan Jayakarta Bird Club itu melombakan 13 jenis burung yang terbagi dalam 47 kelas. Masing-masing 5 kelas di kelas paling bergengsi—Jawara Nasional, 14 kelas Bintang Jayakarta, 14 kelas Bintang Batavia, 10 kelas Metropolitan, dan 4 kelas khusus penangkaran. Selain tropi dan piagam, panitia juga menghadiahkan sepeda motor. (Fendy R Paimin)