
Hujan menjadi hambatan besar bagi petani untuk mengeringkan gabah. Menurut Dr Agus Setyono, periset Balai Penelitian Tanaman Padi, potensi kerugian akibat gabah tak kering mencapai 100%. Artinya gabah petani terancam tak bisa dijual. Jika beruntung petani hanya mampu menjual 40% volume panen. Karena ketiadaan sinar matahari, gabah hanya ditumpuk dalam karung. Padahal proses pemecahan energi masih berlangsung di gabah.
Mesin pengering bikinan Prof Dr Kamaruddin Abdullah MS memanfaatkan energi terbarukan seperti biomassa, sinar matahari, dan angin sebagai sumber energi. Ahli mekanisasi pertanian itu mengeringkan gabah dengan memanfaatkan perbedaan kandungan uap air antara gabah dengan udara. Dampaknya terjadi penguapan uap air dari gabah ke udara. Oleh karena itu kelembapan nisbi udara relatif rendah daripada gabah sehingga air dalam gabah menguap ke udara dan gabah pun kering. Abdullah menyebut mesin bikinannya sebagai pengering surya efek rumah kaca. Efek rumah kaca meningkatkan suhu. Ia memanfaatkan fenomena itu untuk mengeringkan gabah atau bahan lain seperti jagung, bawang merah, kakao, dan rumput laut.
Menurut Ir Khoirul Anam, penangkar benih di Sukamandi, Subang, pengeringan dengan mesin sangat efisien. Hujan terus-menerus menyebabkan gabah sulit kering dan mengganggu kelangsungan gabah menjadi bibit. Hujan juga mengancam gabah berkecambah. Dengan mesin, petani dapat mengeringkan gabah kapan pun ia mau, siang atau malam, bahkan ketika hujan sekalipun.***